Mohon tunggu...
Dewa Kurniawati
Dewa Kurniawati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

hanya seorang tukang obat yang suka mbolang...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[MPK] 3 Pria 1 Wanita...

10 Juni 2011   16:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:39 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="image from google"][/caption]

Minati berjalan bagai tak menapak bumi. Matanya sembab, nanar melihat setiap benda. Hatinya serasa remuk-redam. Rasa sakit itu bagai jari-jari gurita raksasa menjalar ke setiap pori-pori. Kata-kata Tantra masih jelas tergiang di benaknya, bagai bunyi gong yang dihantam godam.

"Kita putus! cukup sampai di sini. Semua yang kita lakukan, hanya dorongan nafsu belaka. Tidak lebih!"

Setelah asmara terlarang pertama, kedua dan ketiga, setelah penyerahan diri dalam aroma cinta yang membius, Minati dilemparkan bagai secuil daging basi. Sensasi rasa dua bulan lalu yang menyapa lembut pori-pori tubuhnya, membuat tiap jengkal otot menggeletar, kini semua itu bagai tarian iblis yang memenuhi sel-sel serabut otaknya.

Berjalan limbung, Minati menekan ulu hatinya, ada rasa mual yang menyergap. Lambungnya mendadak terasa sakit luar biasa bagai di rajam beribu duri. Pikiran yang sangat kalut membuat metabolisme tubuhnya sangat kacau.

Minati tidak ingat jalan pulang, jika saja Ibu Mimin pemilik salon kecantikan tetangga sebelah rumah Minati, yang kebetulan lewat tidak memperhatikan wanita muda yang sangat dikenalnya, jatuh tersungkur di trotoar. Tangan Ibu Mimin yang lembut, memapah Minati dalam kondisi setengah sadar ke dalam mobil. Pertanyaan-pertanyaan Ibu Mimin yang penasaran tidak digubris. Minati sudah sangat apatis, yang ada dibenaknya hanya potret suram wanita ternoda, monster dirinya di masa depan.

***********************************

Sudah satu tahun ini Minati Chandrawaty menjadi pribadi yang sangat tertutup akibat peristiwa kelam yang menderanya. Pagi ini Minati berangkat ke sekolah diantar oleh Bundanya melihat daftar pengumuman kelulusan. Angin pagi yang berkesiur membelai lembut anak rambut Minati. Wajah tirus itu terlihat sedikit pucat, kontras dengan rambut lurus yang panjang hitam legam. Garis mata, hidung, bibir dan dagu benar – benar perpaduan sempurna, buah karya Agung Sang Pemilik hidup. Cantik, Minati memang sungguh cantik.

Tidak butuh waktu lama bagi Minati dan Bunda untuk sampai kesekolah, karena saat ini mobil yang dikemudikan Bunda sudah memasuki pelataran parkir sekolah Minati. Minati berjalan beriringan bersama Bunda menuju aula, tempat acara pengumuman kelulusan diadakan. Seperti tradisi tahun – tahun sebelumnya, pengumuman kelulusan di sekolah Minati di adakan secara serentak. Semua siswa datang dengan orang tua atau wali, berkumpul bersama di aula sekolah untuk mendengarkan pengumuman kelulusan.

Langkah Minati terhenti sejenak didepan aula. Sesosok wanita berwajah lembut yang berdiri didepan pintu masuk aula berhasil menyedot konsentrasinya.

“Kenapa sayang?” Tanya Bunda begitu Minati menghentikan langkahnya.

"Gak apa - apa Bun" gugup Minati menjawab pertanyaan Bunda. Minati tahu benar siapa wanita itu. Wanita yang fotonya terpampang di dinding ruang tamu Tantra, yang diperkenalkan Tantra sebagai mamanya setahun lalu. Gejolak di hati Minati kembali bergemuruh, kenangan kelam setahun lalu tiba - tiba kembali bergentayangan di otaknya. Minati mempercepat langkahnya, berharap tidak bertemu dengan pria pengecut yang telah mempreteli kehormatannya.

Rencana Bunda untuk mengadakan pesta kecil - kecilan menyambut kelulusan Minati malam ini gagal. Setelah siang tadi Bunda mendapat kabar harus menghadiri pembukaan kantor cabang yang baru di Bali. Kesempatan itu tidak di sia - siakan oleh Ayah tiri Minati. Kondisi mental Minati yang belum stabil, ditambah lagi keadaan rumah yang kosong, benar - benar mampu dimanfaatkan oleh Ayah tirinya.

Didalam ruangan berukuran 6X5 meter milik Minati, semua kebejatan sang Ayah tiri terekam. Sekuat tenaga Minati meronta meminta ampun, kakinya menendang tak tentu arah, tangan kokoh yang mencengkeram pergelangan tangannya berusaha ia tepiskan, berharap ada sedikit belas kasih yang diterimanya. Malam ini Minati merasakan dirinya semakin kotor, meskipun akhirnya Minati berhasil meloloskan diri dari cengkraman Ayah tirinya, setelah tendangannya berhasil mengenai bagian dada sang Ayah dan membuatnya tersungkur. Minati berlari sekuat tenaga menuju rumah pembantunya yang terletak tepat dibagian belakang rumahnya.

Minati menutup mulutnya rapat – rapat saat mbo Nah menanyakan kronologis kejadian yang dialaminya. Tak putus asa, mbo Nah terus mencoba sambil berusaha menenagkan hati sang majikan. Berkat usaha keras mbo Nah, Minati akhirnya mau menceritakan semua yang dialaminya pada mbo Nah, pembantunya yang sudah bersama Bunda bahkan sebelum dirinya lahir. Bukan kali itu saja Minati mendapat perlakuan tidak sopan, lebih tepatnya pelecehan dari Ayah tirinya. Berawal dari cara memandang Ayahnya yang seolah ingin menerkam, belum lagi sentuhan - sentuuhan tak wajar yang diterimanya, dan puncaknya peristiwa malam tadi. Selama ini Minati mencoba bertahan demi menjaga perasaan sang Bunda, tapi rupanya hal itu justru malah membuat dirinya semakin tersiksa.

Setelah mendengar semua cerita dari mbo Nah, Bunda segera menggugat cerai ayah. Ada perasaan amat bersalah dalam diri Minati, kendatipun perasaan itu tak sempat ia ucapkan dengan kebisuaannya. Minati menjadi pribadi yang semakin apatis, ia lebih banyak berdiam diri bahkan pada Bundanya sekalipun. Bukan Minati yang meminta dilahirkan cantik dengan semua kesempurnaan fisik yang dimilikinya, tapi kuasa Tuhanlah yang menganugrahkan semua itu padanya.

*****************************************

Demi mempercepat pemulihan mental Minati, Bunda memutuskan untuk pindah ke Bandung. Mereka memulai hidup baru disana, di kota asal Ibunda Minati. Memulai kuliah dan kehidupan baru di kota baru sungguh bukan hal yang mudah.

"Minati! Minati..!Minati...!" Bunda Iffe berteriak memanggil Minati.

“Ya, Bunda” Minati berjalan keluar kamar sembari menutup pintu kamarnya.

“Hari ini Bunda ada rapat penting di kantor, jadi harus berangkat lebih awal. Kamu jalan sendiri ya” jelas Bunda.

“Baik, Bun”.

Setelah mengucap salam, Minati mendaratkan ciuman dipipi Bundanya yang semakin menua. Dengan matanya yang bening Minati mengikuti kepergian Bundanya hingga tak terlihat diujung jalan Antanan – Cicaheum, hilang lenyap bagai siluet malam.

Minati menutup pintu, lantas bergegas menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Ia pun harus masuk kantor hari ini. Bekerja di perusahaan BUMD, setelah Minati meraih gelar SE, UNPAD ternyata membuat Minati larut dalam etos dunia kerja. Minati baru saja selesai memakai sepatu, ketika suara yang sangat dikenalnya bergema di dalam tasnya. Jemari yang terawat segera menyambar ponsel. Ada rasa aneh yang berdesir dihatinya saat melihat nama Sumarna tertera di layar ponsel.

“Wa’alaikumsalam… met pagi kang Sumarna” Minati menjawab suara baritone pada ponselnya. Pembicaraan mereka berlanjut mengenai hal yang sangat pribadi. Setelah lima belas menit, akhirnya Minati menutup hubungan telponnya. Wajahnya tampak tanpa ekspresi. Pertemuan dengan Sumarna, teman satu kelasnya semasa SMA di Bogor, sungguh memberi warna baru pada hidup Minati. Perhatian yang tulus ikhlas, alami, itulah kesan yang ditangkap Minati. Sudah beberapa kali Sumarna menyatakan ungkapan hati terdalamnya, namun Minati tetap saja dingin. Traumatik masa lalu mengkultuskan hiper dikotomi pada benaknya dan menjebaknya pada dilemma pemikiran, rasa ragu yang menghantui. Dengan perasaan gelisah, Minati berangkat menuju dunia kerjanya.

Pagi ini kota Bandung kurang bersahabat. Rintik hujan membuat jalanan mulai basah dan murung, sementara ranting pohonmelambai gembira.

**************************************

Usaha demi usaha terus dilakukan Sumarna demi mencapai tujuannya, yaitu kembali melukiskan pelangi di wajah teduh Minati. Sejak peristiwa kelamnya di SMA dulu, Minati sama sekali tidak pernah membuka hatinya untuk lelaki manapun, semua rasa yang hadir ia tepiskan tanpa ampun. Begitupula yang hendak ia lakukan pada Sumarna. Tapi sepertinya usahanya akan sulit kali ini, Sumarna memiliki hati yang tulus untuknya, sekalipun Minati terus menerus mengabaikannya.

Perlahan ada rasa yang berubah, degup yang tak sama lagi seperti semula. Namun Minati, tetap berusaha bergeming dengan hatinya.

“Sudah lama kenal sama Minati ?” Tanya Bunda pada Sumarna disela – sela kunjungannya ke rumah Minati. Perbincangan demi perbincangan terus berlanjut sore itu sambil menunggu Minati pulang. Terlihat Bunda sangat menyukai sosok Sumarna yang dinilainya jujur dan tulus dipertemuan pertamanya.

Seusai pertemuan pertama dengan Sumarna, Bunda segera mengutarakan apa yang dirasakannya pada putrinya. Tak henti Bunda meminta Minati untuk mulai membuka hatinya dan menata hidupnya kembali. Minati tentu tahu apa maksudnya, dan Minati seperti melihat sebuah harapan besar yang ditangkapnya dari semua petuah yang diberikan Bunda padanya.

Tuhan memang Maha Kuasa atas segala sesuatu, termasuk hati Minati. Disujud terakhirnya disepertiga malam tadi, Minati seolah mendapatkan ketetapan hati pada sosok Sumarna. Ia merasa Sumarna adalah sosok yang tepat untuk dirinya. Sumarna tentu tahu apa yang menimpa dirinya saat SMA dulu, juga termasuk peristiwa yang melibatkan Ayah tirinya. Tapi sumarna tidak pernah berusaha menyinggungnya sama sekali.

Satu bulan setelah kedatangan keluarga Sumarna ke rumah Minati, acara pernikahan pun digelar. Dalam balutan busana khas sunda bernuansa hijau muda, riasan wajah yang seolah mampu menampilkan pesona lain dalam diri Minati, membuatnya semakin terlihat anggun. Pancaran kebahagiaan terlihat jelas dari raut wajah Ibunda Minati dan Sumarna, walaupun sesekali Sumarna menangkap kegelisahan dari wajah Minati.

Menikah dengan Sumarna tak lantas menghilangkan trauma masa lalu Minati. Karena hingga pernikahan mereka mencapai usia 3 bulan, Minati sama sekali belum pernah menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Gejolak dihatinya selalu bergemuruh, bayangan masa lalu itu kembali berkelebat tanpa ampun, dan tanpa sadar Minati segera menjauh dari suaminya jika perasaan itu tiba – tiba hadir. Sumarna, dengan segala keterbatasan dan gejolak dihatinya sebagai seorang pria berusaha terus setia mendampingi Minati dengan segenap hatinya, tak ada tuntutan sama sekali darinya. Walaupun ia sendiri tak pernah tahu sampai kapan Minati akan memperlakukannya seperti itu.

Penulis : Dewi Wahyu Kurniawati dan Presley Hariandja (No.75)

NB : Untuk membaca hasil karya para peserta Malam Prosa Kolaborasi yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke sini : Hasil Karya Malam Prosa Kolaborasi. Lihat di sebelah kanan bawah, tepat di bawah nama penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun