Mohon tunggu...
Dewa Kurniawati
Dewa Kurniawati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

hanya seorang tukang obat yang suka mbolang...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika Cinta Merasa Lelah......

3 April 2011   14:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:09 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="333" caption="dari om google"][/caption]

Cinta baru menyalakan laptopnya dan membuka akun e-mailnya begitu sebuah pesan masuk tiba – tiba muncul. Ada rasa enggan untuk membukanya, begitu melihat nama sang pengirim pesan. Rama, kembali nama itu yang muncul. Tapi secuil rasa penasaran hinggap juga dibenaknya, ingin mengetahui kabar terbaru dari rama. Cinta menggeser kursor tepat ke bagian pesan, ditekannya pesan dari rama, loading sesaat kemudian monitor laptopnya langsung menjabarkan isi pesan dari Rama.

Kembali terluka”. Hanya secuil kata itu yang muncul, tak ada cerita panjang lebar seperti biasa.

“Huufff…” Cinta menghela nafas panjang dan mengeluarkannya dengan cepat, seolah menumpahkan semua kegalauannya. Cinta membiarkan laptopnya tetap menyala, sementara dia bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, cinta kembali ke hadapan laptopnya. Tak disangka, rama telah menyapanya hingga 10 kali.

“Cinta…… Cinta… Cinta” hanya itu yang ditulis Rama di chat-nya. Bukannya tak ingin menjawab, tapi ada perasaan yang entah apa namanya yang belakangan dirasakan cinta.

“Kenapa jadinya mesti seperti ini Ram ?” ucap cinta dalam hati. Berat bagi cinta menjalani semua ini. Terlebih ada rasa yang masih tertinggal untuk sahabatnya sejak SMA dulu, Rama putrayuda. Bersahabat sejak SMA membuat cinta mengabaikan rasa dalam hatinya. Baru setelah kemunculan Gadis dalam kehidupan rama, posisi cinta sedikit demi sedikit mulai tersisih. Gadis sang kembang kampus juga berhasil menelusup hingga ke ujung hati rama. Paras ayunya dan sikapnya yang supel membuatnya banyak dikagumi. Hubungan persahabatan cinta dan rama perlahan kendur seiring dengan kesibukan masing – masing dan tempat kuliah yang berbeda pula. Dan setelah selesai kuliah, cinta memutuskan untuk pindah ke kampung halaman ayahnya dan bekerja di kota yang sering dijuluki sebagai kota kembang.

Masih lekat dalam ingatannya sewaktu rama tiba – tiba datang dari Jakarta dan mengirimi undangan pernikahan setahun lalu.

“Dateng ya cinta” pinta rama dengan tulus sambil tersenyum penuh arti dan sesekali melirik calon istrinya yang duduk di sampingnya. Ada nyeri yang tak terucap sore itu, hanya seutas senyum yang dipaksakan yang mengiringi rama beranjak pulang bersama gadis. Tapi cinta tetaplah cinta. Dengan hati lapang ia datang ke acara pernikahan rama dan gadis seorang diri. Nalurinya sebagai seorang sahabat yang menguatkannya.

Tapi sudah hampir 3 bulan ini rama rutin menyapa cinta dengan semua keluh kesahnya, terutama tentang sang istri. Dan entah pesan kali ini ingin bercerita apa. Gadis, sang primadona kampus menjelma menjadi seorang model yang lumayan punya nama meski belum terlalu tenar. Dan beberapa posenya baik dengan lawan jenis maupun yang mengenakan busana sedikit terbuka membuat rama perlahan merasa gerah. Belum lagi berita aneh yang berseliweran di telinga rama, membuat telinganya semakin panas. Dan kepada cinta lah semua kegelisahan itu ia ungkapkan. Cinta tetaplah cinta. Dengan setia mendengarkan curahan hati sahabatnya, yang masih menempati tempat special di hatinya.

“Kamu gak bisa gini terus cinta, mau sampai kapan?” ucapan wita itu masih terekam jelas diotaknya. Wita adalah sahabat satu kantornya, dan setiap kali cinta bercerita tentang rama, wita selalu menunjukkan tanda seolah dirinya tidak suka. Bukan tanpa alasan wita melakukan itu, ia ingin cinta lebih bisa rasional dan tidak menilai semuanya berdasarkan hati.

“Tapi kasian rama,wit” selalu itu yang diucapkan cinta sebagai pembelaan. Lambat laun cinta menyadari bahwa tindakannya akan membuatnya terkungkung dengan perasaan cintanya, seperti yang selalu diucapkan wita.

“Itu konsekuensi sebuah hubungan. Rama udah dewsa cinta, udah tahu apa yang mesti dia lakuin buat nyelesain masalahnya. Kalo nanti hubungan dia sama istrinya udah baik lagi, apa dia bakalan inget lagi sama kamu?” cinta terdiam mendengar perkataan wita dua hari yang lalu.

“Sementara kamu, masih tetap stag sama perasaan kamu ke rama, apa kamu mau kayak gini terus?” lanjut wita lagi. Lama cinta berbicara dari hati ke hati dengan wita. Wita yang lebih dewasa secara usia mampu memberikan masukan bagi cinta, dan berbicara dengan wita membuat cinta merasa lebih baik.

Satu persatu untaian kalimat wita bergentayangan di otaknya, berusaha menelusup hingga ke hatinya. Dan cinta, telah sampai pada titik dimana dia merasa hatinya telah lelah. Lelah menjadi sandaran hati rama, lelah karena usahanya sia – sia untuk melupkan rama, lelah karena semuanya ia rasa percuma. Cinta, wanita itu akhirnya sampai pada keputusannya, ia tiba – tiba menghapus pesan dari rama. Men-delete rama dari friendlist-nya. Dan yang terakhir, menghapus nomor teleon rama dari HP-nya. Cukup ekstrim memang apa yang dilakukan cinta, tapi begitulah seharusnya. Cinta butuh ketegasan untuk hatinya. Tak ada lagi rama di e-mailnya, tak juga di HPnya dan yang terpenting tak ada lagi rama di hatinya.

DESA RANGKAT  menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda,  datang, bergabung  dan berinteraksilah bersama kami (Klik logo kami)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun