[caption id="" align="aligncenter" width="426" caption="image from : 4.bp.blogspot.com"][/caption]
“Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu, enggak tau kalau sore, tunggu aja... (Dilan 1990)”
Pertama kali membaca kalimat itu aku langsung tertawa. Lelaki mana yang bisa mengucapkan kalimat sekonyol itu saat berkenalan dengan seorang wanita? Membaca beberapa potongan kalimat di belakang cover novelnya membuat saya semakin penasaran dengan isi buku ini. Dilan, Dia adalah Dilanku tahun 1990, itu adalah judul dari buku yang ditulis oleh Pidi Baiq dan resmi terbit April 2014 kemarin. Dilan merupakan nama tokoh utama yang ditulis dalam buku ini. Sosoknya digambarkan sebagai seorang anak SMA di era tahun 1990-an dengan gaya berbicara dan bertingkah laku yang lain dari pada remaja atau bahkan manusia kebanyakan. Anggota geng motor nan cerdas namun tak terlalu tampan. Tapi mampu memikat hati Milea, gadis pindahan dari Jakarta yang sudah diramal akan bertemu dengannya di kantin sekolah...
Cerita berawal ketika Milea seperti menceritakan kembali kisahnya tentang masa SMAnya di Bandung tahun 1990an. Milea dan keluarganya pindah ke Bandung karena ayah Milea dipindah tugaskan ke Bandung. Mau tidak mau Milea pun akhirnya pindah sekolah ke salah satu SMA negeri di Bandung. Disana pulalah Dilan bersekolah. Milea bertemu Dilan di hari pertamanya bersekolah di Bandung. Saat baru turun dari angkot dan berjalan kaki menuju sekolahnya, Milea dihampiri oleh salah seorang lelaki berseragam SMA yang mengendarai sebuah motor dan mengaku bisa meramal. Lelaki itu meramal bahwa Milea akan bertemu kembali dengan dirinya di kantin sekolah. Nah kann, dari cara berkenalannya saja sudah ajaib...heheheee
Tapi Ramalan pertama lelaki berseragam SMA yang kemudian diketahui Milea bernama Dilan itu tak tepat. Nyatanya mereka tidak bertemu di kantin. Keterkejutan Milea kembali berlanjut saat dirinya menerima sebuah surat yang dititipkan kepada salah seorang siswa yang berbeda kelas dengan Milea.Milea, ramalanku, kita akan ketemu di kantin, ternyata salah. Maaf, tapi aku mau meramal lagi, besok kita akan ketemu”. Milea tentu sudah mampu menebak siapa gerangan pengirim pesan itu. Besoknya, pada hari minggu, saat sekolah libur, Milea benar – benar mampu bertemu dengan Dilan. Dilan mendatangi Milea di rumahnya ditemani oleh seorang sahabatnya, Piyan. Dilan lantas menyerahkan sebuah surat yang isinya “Bismillahirahmanirrahim... dengan nama Allah yang maha pengasih dan penyayang. Dengan ini , dengan penuh perasaan mengundang Milea Adnan untuk sekolah pada : hari senin, selasa, rabu, kamis, jum’at dan sabtu”. Hahahaa.... jangan tanya reaksi Milea saat membaca surat itu.
Milea sendiri adalah seorang gadis cantik yang sebenarnya sudah memiliki kekasih di kota asalnya, Jakarta. Dilan yang belum mengetahui bahwa Milea sudah memiliki kekasih, berusaha dengan berbagai cara untuk merebut hati Milea. Mulai dari memberikannya coklat yang dititipkan melalui tukang pos, tukang sayur, tukang koran dan tukang – tukang lainnya yang lewat di depan rumah Milea, seolah semua profesi itu serempak mendukungnya untuk mendapatkan Milea. Dilan juga Mengirimkan seorang tukang pijat langganannya untuk memijat Milea saat Milea sakit tanpa sepengetahuan Milea.
Dilan memberikan Milea sebuah buku TTS yang sudah diisi semua sebagai kado ulang tahun untuk Milea lengkap dengan sebuah ucapan yang juga tak biasa. “Selamat ulang tahun Milea, ini hadiah untukmu, Cuma TTS, tapi sudah kuisi semua, aku tidak mau kamu pusing karena mengisinya, DILAN”. Saya tidak yakin akan ada lelaki yang memiliki pemikiran sama dengan Dilan...hehehee...
[caption id="attachment_331218" align="aligncenter" width="320" caption="Dilan, milik saya"]
Bukan hanya pada Milea, dilingkungan sekolah dan keluarganya pun Dilan memang sudah dikenal sebagai manusia yang cenderung ‘ajaib’ perilakunya. Pernah suatu kali di sepanjang jalan menuju sekolah ada sebuah tulisan “Hamid loves Dilan”. Hamid adalah nama kepala sekolah mereka, dan pelaku penulisan kalimat itu tak lain dan tak bukan adalah Dilan sendiri.
Pidi Baiq selain dikenal sebagai seorang penulis, dia juga dikenal sebagai musisi, pencipta lagu, ilustrator dan komikus. Pidi Baiq juga membuat sendiri ilustrasi di novelnya ini. Lelaki yang mengaku sebagai imigran dari sorga ini sukses membuat sosok Dilan begitu hidup dengan karakternya yang ‘ajaib dan berbeda’. Penggunaan bahasa sehari – hari membuat novel ini sangat mudah difahami dan enak dibaca. Saya sendiri membaca novel ini hanya 4 jam. Cerita Dilan sendiri sebenarnya sudah pernah di posting di blog pribadi Pidi Baiq. Tapi demi mewujudkan keinginan para penggemarnya, akhirnya muncullah novel ini. Cerita di novel Dilan ini belum selesai sepenuhnya, akan ada novel kedua lanjutan dari cerita Dilan di novel ini. Bagi yang rindu suasana Bandung di era tahun 1990-an, novel ini mungkin bisa melepas rindu anda karena sebagian besar setting novel ini di SMA dan beberapa jalan utama sekitaran Bandung.
Jika anda belum siap untuk jatuh cinta pada romantisme yang ajaib versi Dilan, maka jangan pernah anda membaca novel ini. Saya sendiri merasa terselamatkan karena lahir beda angkatan dengan Dilan. Di bulan keduanya, novel ini sudah cetak ulang beberapa kali. Saya awalnya sama sekali tak mengenal sosok Pidi Baiq dan belum pernah membaca karya - karyanya. Salah seorang teman saya berjanji memberikan saya buku Dilan begitu bukunya sudah terbit. Dan ternyata dia memberikan buku ini lengkap dengan tanda tangan penulisnya yang ditujukan untuk saya... heheheee... beruntungnya saya.
Semoga anda semua tidak puas dengan tulisan saya dan menjadi penasaran hingga akhirnya membeli bukunya. Tapi sekali lagi, jika anda belum siap untuk jatuh cinta pada rometisme yang ajaib versi Dilan, lebih baik persiapakan dulu diri anda sebelum membacanya.
“Milea 1”
Bolehkan aku punya pendapat?
Ini tentang dia yang ada di bumi
Ketika Tuhan menciptakan dirinya
Kukira DIA ada maksud mau pamer
(Dilan, Bandung 1990)
*****
“Milea 2”
Katakan sekarang
Kalau kue kau anggap apa dirimu
Roti cokelat? Roti keju?
Martabak? Kroket? Bakwan?
Ayolah!
Aku ingin memesannya untuk malam ini
Aku mau kamu!
(Dilan, Bandung 1990)
*****
Cinta itu indah
Jika bagimu tidak
Mungkin kamu salah memilih pasangan
(Pidi Baiq, 1972-2098)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H