[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="image from google"][/caption]
"Bruuukk..." terdengar suara pintu apotek tertutup. Aku yang saat itu sedang berada di bagian dalam apotek bersama ketiga orang temanku , keluar seraya melihat siapakah gerangan yang datang. 'Heum... mereka lagi...' batinku dalam hati. "Dextro ada mba ?" Tanya salah seorang diantara mereka. Dua orang pemuda bergaya punk, yang satu dengan kaos coklat, celana jeans hitam ketat, dan topi abu - abunya yang dipakai terbalik, sementara satunya lagi mengenakan kaos hitam tanpa lengan dan rambutnya dipangkas disisi kanan dan kirinya, hanya menyisakan bagian tengahnya. "Dextro sirup ?" tanyaku pura - pura tidak tahu. "Bukan mba, tablet yang warnanya kuning kecil - kecil" jelas pemuda yang mengenakan topi sambil jari telunjuk dan jempolnya ditautkan seraya memberi isyarat bentuk kecil. "Gak ada mas, cuma punya yang sirup doang" jawabku dengan ekspresi yang dibuat sebiasa mungkin, berharap mereka tidak menaruh curiga padaku. Pemuda bertopi lantas memalingkan pandangannya ke arah temannya yang berdiri tepat disamping kanannya. Mereka bertatapan sambil memberikan isyarat yang entah apa maksudnya hanya mereka berdua yang mengerti. "Ya udah, makasih ya mba". Mereka berdua lantas berlalu meninggalkanku yang masih terdiam ditempatku. Awalnya ada perasaan ngeri dalam hatiku saat menghadapi pembeli berpenampilan seperti mereka. Apalagi aku harus berbohong dan mengatakan bahwa obat yang mereka cari tidak tersedia ditempatku. Tapi lambat laun, aku mulai terbiasa dengan kehadiran mereka dan mulai bisa bersikap wajar. Hampir setiap hari mereka datang dengan maksud yang sama. Bahkan dalam sehari biasanya lebih dari sekali mereka datang. Mereka terdiri dari beberapa orang dalam kelompok besar. Dan mereka biasanya datang bergantian dengan maksud yang sama. Dextro atau DMP, bila penggunaannya dipakai sesuai dengan indikasi merupakan obat Antitusif atau penekan pusat batuk. Tapi biasanya mereka mencampur beberapa campuran untuk ramuan "obat" mereka. Bahkan menurut salah satu rekanku dan dari berita yang aku lihat di televisi, mereka biasanya juga mencampurkan lotion anti nyamuk ke dalam ramuan mereka. Bisa dibayangkan bahayanya bila ramuan itu masuk ke dalam tubuh, dan hal itu bukan dilakukan sekali saja. Selain DMP, mereka juga mengenal beberapa obat lainnya yang memiliki efek samping penenang, atau bahkan diantara mereka juga ada yang mengetahui jenis obat yang sebenarnya memang digunakan sebagai obat penenang dan harus dengan resep dokter. Enatah dari mana nama - nama obat itu mereka ketahui. Setiap setelah selesai melayani pelanggan seperti itu, aku merasa hatiku seperti terisis dan tanpa sadar air mataku menetes. Entah masa depan seperti apa yang akan mereka hadapi. Mereka memperoleh uang untuk membeli obat - obatan seperti itu dari mengamen. Aku mengetahuinya saat suatu hari salah seorang diantara mereka menukar uang receh hasil mengamennya dengan uang puluhan ribu dari kami. Dan beberapa kali aku juga pernah melihat beberapa orang diantara mereka mengamen bergantian di penjual pecel ayam dan sate padang yang berjualan tepat di halaman depan apotek. Selain itu, mungkin karena aku juga memiliki dua orang adik laki - laki yang usianya seperti mereka. Ada kekhawatiran tersendiri dalam hatiku, berharap adik - adikku akan baik - baik saja dalam pergaulannya. Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 mei sejak 103 Tahun yang lalu, sejatinya juga bisa menjadi kebangkitan bagi para pemuda Indonesia, tak terkeculai kedua pemuda tadi dan rekan mereka yang lain. Kebangkitan semangat akan masa depan yang lebih baik. Diakui atau tidak, mereka juga merupakan asset - asset bangsa yang perlu diperhatikan untuk kebangkitan dan kemajuan bangsa. Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa mereka adalah 'orang pinggirian' yang tidak terlalu penting. Tapi lihatlah, bila pembinaan untuk mereka dilakukan dengan sepenuh hati dan secara berkala, maka mereka pun akan mampu bersaing dan menghasilkan karya yang bermanfaat. "Fakir miskin dan anak - anak terlantar dipelihara oleh Negara". Begitulah bunyi pasal 34 UUD 45 yang telah direvisi. Walaupun pada kenyataanya, banyak anak - anak terlantar yang di biarkan begitu saja dan hidup dipinggir jalan, dibawah kolong jembatan, di emperan toko, dan tempat - tempat lain dimana mereka biasa hidup. Jangankan untuk memelihara anak - anak terlantar, memikirkannya saja mungkin belum sempat dilakukan oleh mereka. Bila hanya mengandalkan pemerintah, entah sampai kapan masalah ini baru akan ada titik cerah. Mari bantu mereka, cara termudah adalah dengan tidak memandang mereka sebagai orang pinggiran yang tak punya arti. Mereka pun ingin dianggap, ingin dilihat selayaknya anak - anak lainnya. Semoga kelak ada ada titik cerah untuk mereka, dan mereka bisa memiliki masa depan dan hidup lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H