Mohon tunggu...
Dewa Kurniawati
Dewa Kurniawati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

hanya seorang tukang obat yang suka mbolang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Angel Sunrise di Ranu Kumbolo

29 November 2012   19:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:28 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://farm9.static.flickr.com/8176/8014861177_6108ed9952.jpg

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Sunrise Ranu kumbolo dari : http://farm9.static.flickr.com/8176/8014861177_6108ed9952.jpg"][/caption]

Lisa tak pernah berfikir akan mampu menginjakkan kakinya ditempat itu. Terlebih bukan dengan orang yang dulu pernah berjanji akan membawanya ke sana. Lisa hanya memperhatikan beberapa orang rekannya yang sibuk mendirikan tenda. Kakinya sudah terlalu lelah berjalan selama 5 jam sambil membawa beban berat di ranselnya. Jadi dia hanya duduk manis sambil sesekali memijat kakinya yang tadi sempat keram beberapa kali. Tapi suguhan bentangan alam yang dilihatnya sepanjang perjalanan dari pos pendaftaran (Ranupane) sampai di Ranu kumbolo benar – benar mampu membayar lelahnya. Berjalan menyisir bukit yang berkelok – kelok, aneka pepohonan lebat, lamtoro, perdu, rerumputan dan sesekali terlihat puncak tertinggi di pulau jawa Mahameru.

“Gimana kaki kamu Lis ?” tanya Arin agak khawatir.

“Kaki aku baik – baik aja Rin, alhamdulillah” senyum sumringah Lisa sepertinya tetap tidak mampu mengurangi kekhawatiran di hati Arin.

“Kalian sudah bisa istirahat” ucap Wayan. Wayan, Iwan dan Ridho rupanya telah selesai menyiapkan tenda untuk mereka. Lisa dibantu Arin berdiri, sementara ranselnya dibawakan oleh Wayan. Setelah mengucapkan terima kasih kepada ketiga rekan mereka, Lisa dan Arin lantas masuk ke dalam tenda yang sudah selesai didirikan.

Lisa melepaskan kaki palsunya, menyimpannya di pojok tenda. Sementara Arin siap sedia disebelahnya kalau – kalau ada yang di butuhkan oleh sahabatnya itu. Lisa dan Arin sudah bersahabat sejak SMA, bahkan sejak mereka mengikuti MOS di sekolah mereka. Dan saat peristiwa yang merenggut masa remaja Lisa itu terjadi, hanya Arin lah satu – satunya teman yang masih setia berada disisinya. Bahkan laki – laki yang pernah berjanji akan selalu ada disisi Lisa pun menghilang entah kemana.

Setelah beristirahat sejenak dan mengganti baju mereka yang sudah tak nyaman lagi digunakan, Lisa dan Arin bergabung dengan ketiga rekan mereka. Dengan sabar Arin membantu Lisa mengenakan kaki palsunya. Jaket tebal rangkap 2, sarung tangan, kaos kaki, topi kupluk dan syal tak lupa mereka kenakan. Suasana di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru benar – benar terasa dingin hingga menusuk ke tulang dan sesekali terdengar gemerutuk gigi mereka yang beradu. Mereka berlima lantas sibuk menyiapkan makanan untuk makan sore ini. Sup sosis dengan bumbu alakadarnya, nasi putih, ditambah dengan tempe orek dan teri balado yang mereka bawa dari rumah, cukup untuk mengisi perut mereka yang terakhir diisi nasi subuh tadi.

Selesai makan, Lisa memilih menikmati sendiri senjanya di tepi danau Ranu kumbolo.

Dan aku berada disini, di tempat yang sejak dulu ingin ku pijak, menikmati mentari yang perlahan beranjak menuju malam. Tapi tak ada engkau, dan tak pula aku hendak menagih janjimu kini. Kau serupa gumpalan awan yang tak mampu kugapai, tapi adamu nyata di hidupku. Aahh, aku bahkan tak mampu menggurat wajahmu dengan sempurna. Dan rasanya aku sudah terlalu lelah berlarian dengan imajiku, mencecap sendiri tanpa ada makna yang pasti. Maka disinilah aku kini, menagih dan membuang janjimu.

“Lisa, yuk kumpul sama yang lain” sapaan Arin benar – benar membuat Lisa terkejut, dan menyadarkannya dari lamunan. Lisa tersenyum simpul.

“Aku sudah melepasnya Rin” ucap Lisa lirih menahan tangis. Arin kemudian duduk di sebelah Lisa dan menggenggam erat tangannya. Lisa hanya ingin bisa membebaskan hatinya dan kembali berjuang untuk masa depannya. Tapi bayang – bayang lelaki itu tak pernah bisa hilang dari otaknya, bahkan setelah peristiwa yang menimpanya 5 tahun lalu. Dan tempat ini adalah tempat yang sangat ingin didatanginya sekaligus merupakan tempat dimana lelaki itu pernah menjanjikan sebuah keindahan padanya.

“Pasti ada penjelasan dari semua ini Lisa” Arin berusaha menguatkan.

“Entahlah, tapi 5 tahun bukan waktu yang singkat untuk hanya sekedar menanti sebuah penjelasan kan ?” Lisa balik bertanya. Arin tak tahu harus berkata apa, dia tahu benar perjuangan Lisa yang begitu berat untuk sampai pada titik ini. Dan waktu 5 tahun itu benar – benar merupakan masa – masa perjuangan yang luar biasa bagi Lisa. Entah sudah berapa banyak malam yang dihabiskannya hanya dengan menangis dan meratapi hidupnya, hingga kesadaran dan keihklasan itu perlahan muncul di hatinya. Lisa kemudian bangkit dibantu Arin, lantas bergabung dengan rekan mereka yang lain. Menikmati dinginnya malam ditemani api unggun, teh hangat dan beberapa biskuit dan roti yang mereka bawa dari rumah.

*****

Selepas subuh, Lisa memilih menikmati pagi di Ranu kumbolo tanpa rekan - rekannya yang lain. Ada yang sangat ingin dilihatnya pagi ini.

“Kamu bilang ini namanya Angel sunrise kan?” ucapnya lirih sambil menatap langit di depannya.

“Cantik, bahkan jauh lebih cantik dari perkiraanku sebelumnya”. Lisa menatap lurus, setia menanti cahaya yang perlahan muncul dari balik dua buah bukit yang ada di hadapannya. Pantulan cahayanya benar – benar indah. Para pendaki biasa menyebutnya dengan sebutan Angel sunrise.

“Randu, terima kasih sudah membuatku melihat ini, sungguh cantik sekali”. Butiran bening yang mengembang di kelopak matanya perlahan meluncur deras. Dengan kondisi kaki kirinya yang sudah tak lagi sempurna, Lisa sama sekali tak pernah menyangka akan menginjakkan kakinya di Ranu kumbolo dan melihat sendiri Angel sunrise yang dulu hanya ia dengar dari Randu. Randu, lelaki yang membuatnya mampu melihat keindahan yang tak pernah ia bayangkan, mulai dari alun – alun surya kencana dengan hamparan padang edelweisnya, puncak gunung Gede, gunung Sumbing, gunung Papandayan dan beberapa tempat indah lainnya. Tapi itu dulu, sebelum Lisa kehilangan kaki kirinya 5 tahun lalu.

Lima tahun lalu adalah masa – masa tersulit yang dialami Lisa. Kecelakaan itu terjadi saat Lisa mengikuti acara yang diadakan oleh tim pecinta alam di sekolahnya yang di ketuai oleh Randu. Pendakian ke gunung Sumbing menjadi pendakian terakhirnya sebelum kehilangan kaki kirinya. Hari sudah hampir gelap, kabut sudah menyelimuti seluruh kawasan gunung Sumbing, tapi justru Randu dan Lisa terpisah dengan rombongan yang lain. Berjalan selama 9 jam dengan track yang lumayan curam, tak terbayang rasa lelah yang dialami Lisa. Kejadiannya sangat cepat, yang Lisa ingat saat itu tubuhnya terasa seperti dibolak – balik tanpa ampun dan kakinya membentur batu besar yang ada di dekat tebing. Luka di kaki kirinya terlalu parah karena benturan dan tertimpa batang pohon, jadi tak ada pilihan lain selain amputasi.

Jangan tanya tentang putus asa, karena Lisa tahu benar rasanya seperti apa. Tak hanya kehilangan kaki, tapi dia juga kehilangan semangat, harapan dan hatinya. Butuh waktu 5 tahun untuk membuat semangatnya kembali menyala dan menghidupkan lagi hidupnya.

“Kamu lebih mengagumkan dari Angel sunrise” ucap seseorang dari arah belakang Lisa. Suara itu, Lisa pernah mengenalnya dulu, bahkan teramat mengenalnya. Tubuh Lisa seketika gemetar, keringat dingin menjalari tubuhnya yang saat itu bahkan sedang kedinginan. Lisa tak dapat memalingkan padangannya karena terlalu terkejut dan tak tahu harus berbuat apa. Lelaki itu kini sudah duduk disampingnya, cariel besar yang melekat di punggungnya ia biarkan tetap pada posisinya. Beberapa detik tanpa suara, lelaki itu hanya menatap lekat wajah Lisa.

“Arin yang memberitahu aku kalian akan kesini, Aku tak pernah memiliki keberanian untuk menemuimu, bahkan meski hanya sekedar meminta maaf, menyimpan rasa bersalah ini selama 5 tahun benar – benar membuatku seperti manusia yang tak bernyawa”. Lelaki itu sempurna membungkus Lisa dalam pandangannya. Lisa perlahan menguatkan hatinya, mengalihkan pandangannya menatap Laki – laki itu.

“Randu” Lisa menyebutkan nama lelaki itu dengan getaran suara yang terdengar jelas. Bulir – bulir air matanya kembali mengalir deras. Ada rindu yang teramat jelas dari dua pasang mata yang saling bertatapan itu.

“Jangan pernah menangis lagi Lisa” Randu menyeka lembut air mata Lisa dengan tangan kanannya. Lisa hanya tersenyum. Rasa bahagia dan rindu mendominasi hatinya, bahkan rentetan pertanyaan yang sejak dulu mengisi otaknya tiba – tiba saja menghilang entah kemana. Randu menggenggam erat tangan Lisa, tak mau lagi kehilangan wanita luar biasanya. Dan kini mereka duduk bersisian di tepi danau Ranu kumbolo, menikmati Angel sunrise yang cantik seperti janji Randu pada Lisa 5 tahun lalu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun