"Apa tidak cukup?" Apa aku harus katakan aku mencintaimu Dedi?"
"Baiknya seperti katamu.", Dedi berusaha menggoda.
Lely merebahkan wajahnya di dada Dedi. Dia lalu bercerita banyak tentang kehidupannya. Selama ini dia merasa hampa. Sebagai anak mami, anak pengusaha, pastilah berkecukupan. Apa yang dia mau terpenuhi. Tapi dia kehilangan kasih sayang. Hari-harinya sepi. Keluarga mereka sibuk soal bisnis.
"Terburu-buru mengambil keputusan tidaklah baik. Bagiku cinta itu anugrah.", jawab Dedi sambil memandangi wajah Lely.
"Ya, anugrah Ded. Aku yang sangat merasakan. Kekosongan bathinku selama ini terobati karenamu. Aku mencintaimu."
Dedi mengambil keputusan yang sangat sulit demi seseorang disampingnya. Dia tahu bagaimana rasa kehilangan. Dia jauh-jauh dari Yogja ke Ubud, semata juga melepas kebuntuan ekspresi dalam hidupnya. Dia ingin katakan bahwa hidup adalah bagian dari  seni yang bisa dinikmati.
"Biarkan cinta berjalan sesuai fitrahnya. Hari sudah gelap. Baiknya kau balik ke hotel Lely. Nanti ibu mu marah".
"Dedi, beri aku menikmati malam ini bersamamu. kau lihatlah burung camar itu. Dia bebas, terbang kemana. Entah debur ombak keberapa, aku menunggu jawabanmu dedi. Kau tetap saja membisu". Lely memandangi Dedi. Sorot mata penuh pengharapan terpancar.
"Aku menunggu jawabanmu".
"Pada pertemuan lain pasti kuucapkan ".
Hati Lely terasa sedikit kecewa. Begitu sulitnya kata cinta terucap dari bibir Dedi. Lely sangat mengagumi Dedi. Dia yang membuat hatinya luluh dalam buaian cinta.