Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Januari

31 Januari 2024   07:09 Diperbarui: 31 Januari 2024   07:13 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan Januari
DN Sarjana

"Hujan Januari tak datang sendiri ia membawa dingin dan menoreh pilu ketika sayatan rindu membuat ia  membisu

Hujan Januari tak datang sendiri. Tak jua dengan dirimu yang  tak mau tepati janji. Membiarkan  aku sendiri. Untuk apa menanti. Hanya menambah luka hati."

Di tengah derasnya kucuran hujan, ibu Padma menggores kenangan itu dalam bait syair. Bayangan peristiwa yang membuat luka hati yabg mendalam ketika ia harus kehilangan orang yang paling ia cintai.

Ibu Padma masih terngiang ketika tubuh yang terbujur kaku, diturunkan dari bade. Terbungkus kain warna kuning dan putih, lalu di gotong ke tempat perabuan.

Sepasang mata perempuan paruh baya berdiri termangu tidak jauh dari perabuan. Berbalut pakaian hitam dan dikepalanya terselip kain putih, perempuan itu memandangi rangkaian upacara.

Setelah upacara selesai, perempuan itu mendekat bersama keluarga yang lain. Mereka berdoa. Sisa nyala dupa lalu dimasukkan ke perabuan.

Bersama lelehan air mata dipipinya, suara gemuruh terdengar. Tampak jilatan api meliak-liuk membakar jasad. Sedikit terlihat sebagian tubuh mulai gosong.

"Yang sabar ya mama. Papa sudah pergi dengan damai. Papa tidak sakit lagi. Papa sudah tenang di sampingNya" Suara Tantri terdengar lembut. Tantri memegangi tangan mamanya.

Gadis cantik itu tiada lain sulung dari ibu Padma. Ia berusaha tegar. Tantri tidak ingin ibunya terkurung dalam kesedihan yang membuncah.

Tak sepatah katapun terucap dari bibir ibu Padma. Pastinya ia belum siap ditinggal oleh suaminya Suganda. Baginya Suganda adalah lelaki yang paling setia menemani hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun