Mendapatkan kesempatan mengajar bahasa indonesia kepada orang asing merupakan pengalaman yang tak terhingga bagi saya. Kebetulan, saya adalah guru bahasa Indonesia di Alliance Française de Bali. Dari situ, banyak hal lucu dan unik yang membuat saya tergelitik bahkan selalu bersemangat untuk belajar lagi seluk-beluk bahasa saya sendiri. Pengalaman itu saya rangkum dalam secuplik tulisan ini.
Terpengaruh mother language
Saya bisa merasakan bagaimana ketika kita sebagai penutur asli mendengar kesalahan gramatikal yang seringkali diucapkan pelajar, maupun karena perbedaan struktur bahasa ataupun keterbatasan leksikal. Misalnya, pernah ada seorang murid berkata “sekarang jam dua setengah”, maksudnya Il est deux heures et demie. Memang kalau di Bahasa Perancis biasa disebut jam dua dan setengah. Tapi, itu terdengar aneh kalau dalam Bahasa Indonesia. Mungkin ini pula, yang dirasakan para native Bahasa Inggris kalau kita bilang same-same untuk sama-sama. Secara terjemahan langsung benar, tapi sebenarnya tidak memiliki makna.
Seperti itu
Selama mengajar, pertanyaan yang paling sulit saya jawab adalah ketika diawali dengan ‘mengapa atau kenapa’. Biasanya, kalau sudah terlalu rumit, akan saya sederhanakan dengan jawaban ‘memang seperti itu’. Contohnya saat belajar tentang awalan dan akhiran . Saya langsung disodori pertanyaan begini:
“Devi, kamu bilang awalan se- artinya satu, jadi seorang, artinya satu orang. Kenapa ini ada kalimat, sebuah kue. Kursi bukan buah. Saya rasa, seharusnya seperti sebuah apel saja?”
“Devi, kamu bilang kalau huruf awal P untuk awalan me-, misalnya me- dan pahat menjadi memahat, kenapa me- dan proses menjadi memproses?”
“Kenapa kalau kata dasar tinggal, ditambah awalan me- menjadi meninggal artinya jauh berbeda? Padahal kalau kata lain seperti baca menjadi membaca, dan dengar menjadi mendengar, artinya tidak jauh berubah.”
Saya satu-satunya orang Indonesia di ruangan itu. Bisa Bahasa Indonesia. Lancar (pastinya). Tapi seketika langsung merasa bodoh. Saat itu, saya masih menjawab memang seperti itu. Mungkin saja, kalau kebetulan saat ini ada linguist yang membaca artikel ini dan berkenan membantu memecahkan kebingungan saya, silakan dikomentari. Hehe
Bahasa itu unik. Sangat unik. Sekaligus rumit. Tidak hanya Bahasa Indonesia, bahasa lainnya juga. Terkadang walaupun sudah memiliki struktur yang mudah dijelaskan, seringkali kita harus tahu bahwa ada beberapa pengecualian. Kita tentu saja masih ingat pelajaran Bahasa inggris waktu SD dulu, yang mengharuskan kita untuk menghapal irregular verb untuk bentuk lampau. Walaupun memang ada daftar dengan hanya menambahkan –ed, ternyata ada lagi bentuk lainnya yang jika mau cepat bisa casciscus bahasa inggris, pilihannya ya hanya menghapal dan membiasakan, dan kalaupun kita bertanya mengapa? Jawabannya ya memang seperti itu.
Dibingungkan kekeliruan
“Devi, kenapa banyak orang menulis di larang? Jadi larang nama tempat? Kemudian, kenapa banyak yang menulis dikontrakan? Bukan dikontrakkan?”
Orang Indonesia sendiri seringkali keliru dalam menulis. Entah karena EYD yang kurang disosialisasikan dan dipelajari, atau karena kebiasaan yang terlanjur menjadi wajar. Tidak dipungkiri juga, banyak media yang mengungkapkan bahwa Bahasa Indonesia justru lebih susah dibanding Bahasa Inggris, terlihat dari nilai UN mata pelajaran Bahasa Inggris yang mayoritas lebih baik daripada bahasa Indonesia. Sedikit miris mendengarnya.
Tidak pernah terpikirkan
Ada juga pertanyaan menggelitik lainnya yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Seperti: