Mohon tunggu...
Devan Frisky Vizal Finanta
Devan Frisky Vizal Finanta Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Program Studi Antropologi Universitas Airlangga

An anthropology student who likes cultural things and historical Stuff. Saya memiliki concern dalam bidang kesenian dan senang mendalami mengenai perkembangan serta pengaruhnya, khususnya dalam kebudayaan Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menuju Kesempurnaan Diri Dalam Lakon Pewayangan Begawan Ciptaning

30 November 2022   09:23 Diperbarui: 30 November 2022   09:33 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan bersedih hati dan kecewa, mereka akhirnya naik kembali ke Kaendran dan melaporkan kegagalan mereka kepada Batara Indra.  

Di sisi lain, babi hutan jelmaan Patih Mamangmurka yang dikutuk oleh para dewa tengah memporak porandakan hutan di sepanjang lereng gunung Indrakila sehingga menyebabkan banyak makhluk yang mati karena amukan babi hutan itu.

Hal ini membuat Sang Begawan Ciptaning merasa tidak tenang dan marah tapa bratanya terganggu. Dia segera mengambil gendewa dan keluar dari Gua Pamintaraga untuk mengejar serta memburu babi hutan tersebut.

Babi hutan jelmaan Mamangmurka itu larinya sangat kencang dan badannya yang begitu besar membuat tanah disekitarnya bergetar dengan kuat. 

Begawan Ciptaning mencabut anak panah, dibidikkan ke arah babi hutan. Dalam sekejap, anak panahnya melesat tepat mengenai leher Patih Mamangmurka yang berada dalam wujud babi hutan tersebut.

Bersamaan dengan menancapnya anak panah Begawan Ciptaning, ada juga sebuah anak panah lain yang ternyata juga mengenai leher babi hutan jelmaan itu. Pemilik anak panah itu merupakan milik seorang pangeran yang tengah berburu bernama Raden Keratarupa.

Tubuh babi hutan itu diseret oleh Raden Keratarupa. Begawan Ciptaning pun mengatakan bahwa anak panahnya yang telah membunuh babi hutan itu. Namun, Raden Keratarupa juga mengklaim bahwa babi hutan tersebut mati karena anak panahnya.

Keduanya bersikukuh dan saling berargumen siapa yang paling dulu anak panahnya mengenai Mamangmurka. Pada akhirnya mereka berdua pun terlibat sebuah duel dan duel tersebut sangat sengit, dikarenakan keduanya sama-sama tangguh dan prigel (ahli) dalam siasat pertempuran.

Di suatu titik, akhirnya Begawan Ciptaning dapat membuat Raden Keratarupa kewalahan sehingga membuat dia kalah. Sang Begawan Ciptaning tersebut mengangkat dan melempar tubuh Raden Keratarupa sehingga dia terbanting ke tanah.

Tetapi suatu keajaiban pun terjadi. Tubuh Raden Keratarupa tersebut menghilang dan berubah menjadi cahaya yang kemudian menjelma menjadi Sang Hyang Jagad Pratingkah atau Sang Hyang Batara Guru.

Setelah Sang Hyang Batara Guru menjelma kembali ke wujud aslinya, Begawan Ciptaning pun memberikan sembah ngabekti (sembah penghormatan) kepada sang dewa tersebut sambil meminta permohonan maaf dan ampun atas kelancangannya. Batara Guru pun memberikan maaf dan ampunan kepada Begawan Ciptaning karena memang sebenarnya alasan dia menjelma sebagai Raden Keratarupa adalah untuk memancing Begawan Ciptaning keluar dari gua dan menyelesaikan tapa bratanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun