Berfilsafat berati belajar menemukan sebuah kebenaran secara serius dengan berfikir logis. Filsafat cenderung mencari kebenaran tentang sesuatu, sehingga untuk mendapatkan kebenaran sebuah objek harus di lihat secara mendalam, dengan meneliti lebih detail apa yang terkandung di dalamnya.
Filsafat telah melahirkan bahasan tentang bentuk bahasa dan makna. Bahasa di wujudkan dalam tata bahasa dan makna di pelajari dalam wujud semantik. Bahasa adalah suatu yang sangat berhubungan erat dengan manusia karena bahasa di jadikan sebagai alat komunikasi antar manusia, hal ini lah yang kemudian menjadikan bahasa memiliki hubungan keterkaitan dalam bahasa.
seorang fisuf ketika akan mengemukakan hasil dari pengkajian renungannya maka harus menggunakan bahasa. Sehingga bagaimanapun bahasa menjadi alat komunikasi paling baik, Suatu sistem filsafat sebenarnya dalam arti tertentu dapat dipandang sebagai sebuah bahasa, dan perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai suatu upaya penyusuan bahasa tersebut (Katsooff dalam Hidayat, 2014, hal. 31).
Ketika kita ingin memahami sebuah pemikiran dari para filsuf maka kita harus belajar memahami bahasa yang di gunakan dalam penguraian filsafatnya. Selain itu dalam penguraian filsafat kita juga akan menemukan istilah-istilah yang muncul dalam filsafat dan kita tidak akan pernah mengerti kalau kita tidak mau belajar berbahasa.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas kita dapat menarik bahwa bahasa dan filsafat memiliki hubungan yang berkaitan erat, bahkan filsafat dan bahasa memiliki keterhubungan yang tidak dapat kita tolak. Bagi para filsuf bahasa dianggap sebagai sahabatnya dalam setiap kegiatan filsafatnya dan tidak akan terpisahkan oleh apapun. Sehingga lambat laun bahasa menjadi sebuah objek perenungan yang  menarik bagi para filsuf dan menjadi bahan peneltian dunia filsafat.
Beberapa individu akan sulit ketika mempelajari bahasa berdasarkan bahasa berdasarkan perspektif filsafat. Hal ini mengenai sikap subjektif yang muncul kepada pembelajar ilmu ini. Dikarenakan masing-masing individu memiliki anggapan yang benar dan semestinya tentang sebuah bahasa berdasarkan perspektif yang terbangun dimulai pada saat kecil mereka belajar dan memperoleh bahasa tersebut. Banyak pebaharuan tentang keilmuan bahasa yang dulu tata bahasa tradisional yang diajarkan di sekolah dianggap benar, lalu sekarang banyak yang dianggap keliru dan diganti oleh kemuktahiran perkembangan bahasa itu sendiri.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keilmuan bahasa apabila dilihat dari perspektif filsafat adalah sebuah kelimuan yang berupaya menemukan aturan atau dasar sebuah hubungan, yaitu kata yang diarahkan sebagai tanda dengan perspektif manusia sebagai individu yang satu memaknai wujud yang dimaknai oleh kata tersebut / yang ditandainya. Oleh karena itu kadang-kadang aturan dan dasar ini dapat dikatakan sebagai sebagai sebuah yang universal atau kadang-kadang dikatakan sebagai sesuatu yang tidak universal atau tetap, segala hal tersebut bergantung kepada subtansi tanda tersebut pada saat dikeluarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H