Perlahan, biarku  simpan jejak ini untuk menemukan arti yang sesungguhnya. Dan aku belajar untuk memahami, kenapa semua itu bisa terjadi. Hingga semua berlalu, aku pastikan aku baik-baik saja hingga saat ini. Aku harap kau disana juga sama, bahagia seperti apa yang terjadi dalam hidupku saat ini.Ku serahkan semua ini hanya kepada Sang Maha Pencipta sungguh suatu nikmat yang luar biasa ketika Tuhan menghadiahkan kepada hati kita masing-masing sebuah rindu. Sebuah kado kecil yang hampir tak ternilai harganya, yang selalu mengingatkan kita kepada Sang Maha Pencipta. Yang mengajarkan kita, bahwa muara Rindu adalah Sang Maha Cinta.
Jikalau rindu bukan bermuara dari Sang Maha Cinta, dengan air mata mana lagi kau basuh luka yang menganga, ataukah dengan deretan indah kata yang dirangkai pujangga, yang ada hanya luka yang semakin dalam, yang kemudian menenggelamkan kita dalam kesedihan. Tanpa keagungan-Nya, tak mungkin kita mampu menyulam hati yang gersang menunggu hujan. Tak mungkin kita merasakan desir angin yang menyapa pengunungan, yang menyampaikan salamnya melaui riuh nyanyian ribuan pinus.Â
Begitulah kasih-Nya kepada kita, mengalir lembut, damai dan tenang sekaligus menyejukkan. Mereka yang bijak mengatakan bahwa hakikat cinta sejati adalah melepaskan. Maka cukuplah bagiku menyebut namamu dalam hamparan sajadahku. Bukankah masih ada do'a yang terperanjat dalam diam! Do'a dimana selalu terselip sebuah nama ketika dalam keheningan kupanjatkan. Do'a yang akhirnya bermuara kepada Sang Maha Cinta. Pernah aku mendengar Lantunan ayat Seorang sahabat, "Fa biayyi ala irobbikuma tukadzdziban".Â
Maka Nikmat Tuhan mana lagi yang engkau Dustakan? Bukankah Rindu itu adalah sebuah Nikmat yang tak seharusnya kita dustakan di mana ia Bermuara! Semoga kelak, Syahdu ayat ini mengiringi sebuah do'a suci yang menggabungkan dua keluarga dalam satu ikatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H