The idea of him become "strong" for forgiving me first, trigger me to apologize.
I always say, I had the worst year in 2015. Tahun yang bener-bener membawa gw ke tahapan paling rendah karena gw melakukan tindakan-tindakan di luar prinsip gw. Tahun di mana gw jadi orang yang super bodoh.
Bodoh karena gw menutup mata dari semua nasihat orang di sekitar gw, that thing won't work like the way I want. Tapi keras kepala gw bolak-balik bisikin kalau omongan mereka salah, asal gw terus usaha. Somehow I close my eyes from the facts that have been hanging the whole year.
Dan akhirnya, apa yang diomongin orang-orang kejadian. And I broke.
Gw marah besar banget. Rasa marah yang kalau gw pikirin lagi, sebenarnya bukan bersumber ke orang tersebut, tapi lebih marah ke diri gw sendiri. Karena gw terlalu naif dan selalu menyangkal nasihat-nasihat orang.
Rasa marah ini ngebuat gw melakukan hal-hal buruk dan ngeluarin kata-kata yang ga pantes diucapkan. Tujuan gw cuma satu, gw pengen dia ngerasain sakit yang gw rasain saat itu.
Benar omongan yang bilang, you better shut your mouth when you angry. Pain caused by words are more deeper than any other caused.
Sesaat setelah ngeluapin amarah gw, gw ngerasa puas. Puas banget. I was evil that day. I even had a thought to do something even worst. Thank God I had my logic back, not totally back, but keep me sane.
Setelah semua kejadian itu, gw memutuskan semua contact sama dia. Sama sekali ga bertegur sapa. I still had my anger inside. But, again, wise words said time will heal.
And it does.
Kemarin (setelah hampir tiga bulan lebih) gw bangun pagi, ngecekin Path dan nemu postingan di atas. Dan langsung berpikir, I need to say sorry.