Seiring berkembangnya kemajuan teknologi, perkembangan video game pada zaman sekarang sudah mengalami peningkatan yang pesat. Masih ingatkah Anda dengan console Playstation yang dirilis tahun 1994? Pada 14 November 2013, Playstation 4 dirilis Sony, dengan berbagai pengembangan yang sangat drastis dari Playstation, terutama dari segi grafis yang ditampilkan.
Sebuah video game yang baik biasanya memiliki gameplay (cara memainkan) dan grafis yang baik, Grand Theft Auto V dan The Last of Us adalah salah dua dari contoh game sukses yang memenuhi kriteria tersebut. The Last of Us bahkan terjual 3.4 juta kopi hanya dalam 3 minggu setelah dirilis. Dengan desain yang baik, sebuah video game memiliki potensi untuk sukses dan dimainkan banyak orang.
Tidak dapat dipungkiri bahwa video game memiliki sisi negatif, kebanyakan rated-M video game menampilkan banyak aspek kekerasan. Walaupun game tersebut ditujukan untuk orang dewasa, tidak tertutup kemungkinan anak-anak yang masih di bawah umur memiliki game tersebut dan memainkannya, tentu ini akan memberikan pengaruh buruk bagi anak-anak. Penelitian yang dilakukan oleh Craig Anderson pada Maret 2014 menyatakan jika anak-anak memainkan video game yang banyak mengandung unsur kekerasan cenderung membuat pribadi mereka menjadi lebih agresif.
Bagaimana jika potensi video game untuk ‘memengaruhi’ dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih baik, contohnya seperti sebagai sarana pembelajaran? Sebenarnya, game memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam hal tersebut.
Video Game dan Pembelajaran (Learning)
“Look at ‘World of Warcraft’: You’ve got 11-year-olds who are learning to delegate responsibility, promote teamwork and steer groups of people toward a common goal.”
- Ian Bogost, Georgia Institute of Technology associate professor, Founder of Persuasive Games
Ketika memainkan video game, sembari bermain, kita belajar. Progress apapun yang kita capai dalam video game dapat dikategorikan sebagai sebuah pembelajaran (Trybus, 2009). Kita akan mendapatkan berbagai hal serta pengalaman-pengalaman baru seiring berjalannya game ke level/stage yang lebih menantang.Pada akhirnya, akumulasi dari berbagai pengalaman seorang player-lah yang akan menjadi bekal utamanya untuk menyelesaikan video game yang ia mainkan.
Pembelajaran bukanlah hanya sekedar mengingat teori, tapi juga tentang memahami konsep dan mengaplikasikannya langsung dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih ketika kita benar-benar dituntut untuk mengaplikasikan hasil belajar kita. Banyak orang yang kurang (atau tidak) cocok dengan traditional learning (sistem pembelajaran tradisional) seperti yang diimplementasikan di kebanyakan sekolah sekarang. Karena itu, dibutuhkan sistem pembelajaran yang efektif untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran tersebut. Dengan potensi yang dimiliki game, game-based learning mengupayakan sistem pembelajaran dengan menggunakan game, salah satu pengaplikasiannya adalah melalui salah satu cabang game, yaitu video game.
“Just playing isn’t enough, though. The key is that you have to be improving each time you play, because in order to improve you have to be learning.“
- Dr. Erziel Kornel, A principalof Brain & Spine Surgeons of New York
Menurut Dr. Kornel pula dalam WebMD.com, video game seperti Brain Age atau Guitar Hero dapat meningkatkan koordinasi antara mata dengan tangan, meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan dalam waktu cepat, serta dapat meningkatkan persepsi auditori.
Apa itu game-based learning?
Game-based learning secara definisi adalah pengunaan video game sebagai metode pembelajaran. Ternyata, hal ini bukanlah hal yang baru ditemukan. Banyak penelitian tentang game-based learning yang memberikan hasil positif.
Sebagai contoh, berdasarkan hasil-hasil penelitian (Papastergiou, 2009; Jiau, Chen, Ssu, 2009; Kazigmolu, Kiernan, Bacon, MacKinnon, 2012; Jong, Lai, Hsia, Lin, Lu, 2013), game-based learning dapat meningkatkan motivasi pelajar dalam proses pembelajaran.
Gee dan Shaffer (2010) menyatakan, bahwa video game baik untuk pembelajaran karena game dapat membuat dunia-dunia virtual di mana pemain menyelesaikan simulasi dari masalah dunia nyata.
Secara garis besar, ada dua peran unik dari video game yang membuatnya dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran yang efektif, sebagai motivator dan simulator.
Game sebagai motivator
Video game—dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya—dapat membuat seseorang lebih tertarik dan semangat dalam menghadapi proses belajar.
Kecintaan pemain terhadap environment yang ada dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi player untuk lebih betah bermain video game. Karakter, benda, senjata, musik, atau unsur video game lain yang disukai player dapat memberi motivasi lebih kepadanya untuk menghabiskan lebih banyak waktunya menjelajahi dunia video game.
Sebagai contoh, Sonic the Hedgehog adalah salah satu karakter yang cukup terkenal di dunia game, sudah banyak sekali game tentang—atau minimal ada—Sonic. Seorang gamer yang menyukai Sonic memiliki kemungkinan untuk membeli dan mencoba game tentang Sonic walaupun ia tidak tau kualitas game tersebut, bahkan tetap memainkannya meski gameplay yang ditawarkan kurang memuaskan.
Adanya sistem level atau stage pada video game dapat membuat player makin termotivasi untuk menyelesaikan tantangan yang disuguhkan secara bertahap; biasanya makin lama player bermain, tantangan yang diberikan akan makin sulit. Namun, tingkat kesulitan yang ada harus tepat pada takarannya, tidak boleh terlalu sulit sehingga membuat depresi, atau tidak boleh terlalu mudah sehingga membuat pemain bosan.
“A game is an opportunity to focus our energy, with relentless optimism, at something we’re good at (or getting better at) and enjoy. In other words, gameplay is the direct emotional opposite of depression.”
- Jane McGonigal, Reality Is Broken: Why Games Make Us Better and How They Can Change the World
Game sebagai simulator
Sebagai simulator, video game dapat memfasilitasi berbagai hal yang sulit dimodelkan, dilakukan, atau disimulasikan di dunia nyata. Dibekali fasilitas tersebut, kita dapat melakukan berbagai eksperimen dalam game untuk kemudian diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam video game simulasi penerbangan pesawat, Flight Simulator, kita dapat belajar mengemudikan pesawat tanpa harus mengeluarkan biaya dan terbebas dari resiko kecelakaan. Lainnya, di game Football Manager, seorang player dapat berlatih menjadi manager yang memanajeri sebuah klub sepak bola besar; terutama di seri terbarunya, game ini cukup kompleks dan kita akan benar-benar merasakan menjadi seorang manager klub sepak bola profesional.
Game juga menuntut partisipasi aktif player dalam pembelajaran hal-hal yang konseptual, dapat memberikan feedback—baik berupa aksi, skor, atau hal lainnya—secara langsung terhadap apa yang player lakukan. Dalam game Angry Birds, kita diharuskan untuk menghancurkan tiga babi imut dengan beberapa burung yang kita dapat tembakkan di setiap stage. Ketika burung sudah habis ditembakkan, rating dan score player akan langsung ditampilkan oleh game.
Multiplayer
Sistem multiplayer memberikan kebebasan kepada player untuk bermain bersama player lain dalam game.
Seorangplayer dapat berkolaborasi secara kelompok dengan player lain untuk menyelesaikan tantangan yang disuguhkan pada game. Dengan adanya sistem ini, player dapat bekerja sama dengan player lain untuk bahu-membahu mengalahkan tantangan yang diberikan.
Dalam video game, multiplayer juga membolehkan kita untuk bersaing dengan player lain, seorang player dapat melawan player lainnya, salIng bersaing untuk mengalahkan satu sama lain. Seperti dalam fighting atau racing game.
Multiplayer akan lebih maksimal pada video game yang dapat dimainkan secara online, karena player yang bermain bersama akan lebih masif. Pada sebagian besar video game MMORPG, kerja sama tim sangat dituntut untuk mengalahkan boss atau tantangan yang ada.
Bahkan, untuk membuat video game, sangat dibutuhkan kerja sama tim dari orang-orang yang ahli di bidangnya masing-masing. Washburn University di Kansas misalnya, mahasiswanya diharuskan untuk belajar proses men-develop video game sebagai cara untuk membangun kemampuan kerja sama dan kolaboratif mereka.
Tantangan
Dalam penggunaan game-based learning sebagai sarana pembelajaran, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana meyakinkan orang banyak bahwa game dapat menjadi salah satu sarana pembelajaran yang efektif. Meskipun penelitian tentang penggunaan game sebagai sarana pembelajaran sudah cukup banyak memberikan hasil positif, para ahli perlu meneliti lebih lanjut tentang sampai mana, seperti apa, dan sampai sejauh apa game dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran.
Men-developvideo gameyang dapat dijadikan—secara spesifik—sebagai sarana pembelajaran adalah tantangan tersendiri bagi para game developer. Perlu penelitian yang cukup untuk membuat desain video game yang baik dan mendukung proses belajar supaya player dapat tertarik serta kegiatan pembelajaran dapat lebih efektif sekaligus menyenangkan.
Referensi
1. Trybus, Jessica. “Game-Based Learning: What it is, Why it Works, and Where it's Going“ http://www.newmedia.org/game-based-learning--what-it-is-why-it-works-and-where-its-going.htm
2. Steinberg, Scott. “The Benefits of Video Games” http://abcnews.go.com/blogs/technology/2011/12/the-benefits-of-video-games/
3. Ramadhani, Bonita. “Penggunaan Game dalam Pembelajaran dan Ujian Mahasiswa Ilmu Komputer”
4.de Freitas, Sara. “”Learning in Immersive Worlds: A review of game-based learning"
5. Park, Alice. “Little By Little, Violent Video Games Makes us More Aggresive” http://time.com/34075/how-violent-video-games-change-kids-attitudes-about-aggression/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H