Puisi bukan hanya soal susunan kata yang indah. Puisi menyangkut makna yang mungkin tidak dapat disampaikan dengan mudah. Entah karena ruang waktu, ketakutan, atau keinginan yang terpendam. Puisi memendekkan bahkan juga menjauhkan jarak.
A. Teeuw telah merumuskan, Ida Nasution dan Siti Nuraini, pengarang yang paling berbakat. Keduanya berhubungan erat dengan Angkatan 45. Tapi pembaca masa kini buta sekali terhadap karyanya. Mungkin baru dalam Kata Pengantar Toeti Heraty.
Saat ini penyair perempuan muda nan jelita. Sebut saja Laksmi Pamuntjak, Dyah Merta, Ratna Ayu Budhiarti, Ayu Utami, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia. Mereka telah menemukan jati diri sbg perempuan penyair, maka itulah tangga awal keberhasilan.
Dulu ada sebuah buku yang ditulis Kurniawan Juanedi, dia mendata jumlah penulis perempuan di Indonesia. Dan hanya mampu mendata 800 penulis perempuan. Jumlah yang tergolong sedikit. Bandingkan dengan penulis laki-laki, bedanya jauh, bisa berpuluh kali lipat. Sehingga jumlah penulis perempuan itu harus didorong.
Banyak persoalan-persoalan dalam dunia perempuan yang luput jika hanya ditulis oleh penulis laki-laki. Terutama persoalan yang menyangkut hal-hal di ruang domestik, yang menjadi wilayah utama perempuan.
Laki-laki menulis soal perempuan itu kebanyakan hanya kecantikannya, pujian-pujian, dan segala macam. Biasanya mereka tidak mampu melihat dari perspektif, seperti menulis tentang penderitaan perempuan, pengalaman melahirkan, membesarkan anak, berhadapan dengan harga bahan-bahan pokok yang mahal, kesetiaan, dihianati, sakit hati, kesendirian, kegigihan, tangguh, perjuangan, pengorbanan, dan batinnya.
Selamat Hari Puisi Sedunia
dari Aku, perempuan Indonesia
Berkarya cipta hingga tiada. Ukirlah pena di atas nisan. Sajikan tahta, syair hikmah
Maafkan aku yang alpa menyetor tulisan. Akhir-akhir ini sungguh lelah berkepanjangan.
=========================