"the way to love anything is to realize that it may be lost" (GK. Chesterton)
Seorang rekan seprofesi saya pernah berkata pada saya bahwa pandemik Covid-19 ini membuat jarak semakin jauh. Jarak yang paling dekat adalah FLASHBACK. Saya tertawa mendengar kata-katanya, dan dengan spontan mengiyakan.
Masa di mana perubahan besar-besaran harus kita lakukan. Banyak kegiatan yang berhenti, kehilangan interaksi langsung dengan teman-teman, kehilangan pekerjaan, kehilangan rutinitas. Sekian waktu di rumah saja, membuat pikiran kita melayang-layang kemana-mana.
Belum lagi kecemasan tinggi karena penyebaran virus yang sulit terkontrol serta keadaan ekonomi yang nge-drop. Kita pun tak mampu lagi memikirkan masa depan. Ketidakpastian dan keheningan menarik kita mundur ke belakang.
Masa lalu yang berusaha kita tinggalkan dan lupakan saat kita berusaha mengejar masa depan. Sementara kita terhenti, masa lalu pelan-pelan mengejar kita dan mulai menghantui kita kembali.
Beberapa waktu lalu saya mengikuti webinar dari Universitas Indonesia tentang Duka dan Kehilangan yang dibawakan oleh Ibu Sali Rahadi Asih, Ph.D, Psikolog. Dari penjelasan beliau saya mengetahui bahwa kehilangan ada dua jenis : primer dan sekunder.
Kehilangan primer merujuk pada kehilangan seseorang/sesuatu yang mana kita telah menginvestasikan energi emosi kita di dalamnya. Contoh: kehilangan orang yang dicintai. Sedangkan kehilangan sekunder adalah kehilangan yang mengikuti kehilangan primer.
Dampak dari kehilangan sekunder bisa lebih mengganggu dibandingkan kehilangan primer karena umumnya kehilangan ini menuntun pada berbagai macam kehilangan lainnya. Contoh: kehilangan suami menyebabkan kehilangan suport finansial, kehilangan anak menyebabkan hilangnya masa depan dan impian
Kehilangan sekunder, membuat saya paham mengapa orang sulit sekali move on dari kehilangan, bahkan setelah bertahun-tahun berlalu. Karena suatu kehilangan dapat  menimbulkan efek jangka panjang bagi orang yang ditinggalkan. Karena luka yang ditimbulkan bukan hanya akibat kehilangan orangnya dan kenangan, melainkan juga kehilangan tempat bersandar, serta kehilangan mimpi-mimpi dan masa depan bersama orang yang telah pergi itu.
Dan perlu diingat bahwa semua orang bisa mengalami kehilangan, namun tidak semua orang mengalami duka akibat kehilangan. Seberapa besar dampak kehilangan tergantung pada makna atau signifikansi yang diberikan terhadap kehilangan tersebut. Kehilangan orang yang signifikan merupakan pengalaman paling membuat stres dalam kehidupan manusia.
***