Mohon tunggu...
Devi Oktatiana
Devi Oktatiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi 8% di Era Kepemimpinan Prabowo-Gibran

6 Oktober 2024   07:15 Diperbarui: 6 Oktober 2024   08:00 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029

Sejak era reformasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum pernah mencapai 7%. Proyeksi International Monetary Fund atau Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi bahwa ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 5,1% hinnga pada tahun 2029. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terkahir kali mencatat angka di atas 7% pada tahun 1996 dengan angka 7,82%, sedikit menurun dari tahun 1995 yang mencapai 8,22%, namun tetap lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dan tahun sekarang. Sebagai negara berkembang Indonesia memiliki peluang besar untuk mempercepat perumbuhan ekonomi saat ini, dengan didukung oleh jumlah penduduk yang besar dan kekayaan alam yang melimpah. Oleh karena itu, tidak bingung jika Presiden Joko Widodo memiliki ambisi besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 7%. Namun, kenyataan nya target tersebut tidak bisa tercapai. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa di era kepimpinan Presiden Jokowi perekonomian Indonesia berhasil tumbuh secara stabil maupun konsisten, dan disertai dengan inflasi yang rendah.

Dengan adanya transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo kepada presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto bersama dengan wakilnya Gibran Rakabuming Raka. Yang dimana Prabowo mengungkapkan bahwa setelah berdiskusi dengan para ahli serta menganalisis data dan indikator ekonomi, dirinya sudah memiliki kepercayaan tinggi bahwa ekonomi Indonesia dapat tumbuh hingga mecapai 8%. Target pertumbuhan tersebut diharapakan dapat tercapai dalam dua hingga tiga tahu dimasa kepimpinannya. Menurut pernyataan Prabowo saat menghadiri Qatar Economic Forum 2024 di Doha, Indonesia menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen pada 2025, yaitu tahun pertama masa kepemimpinannya. Target ini dimasukkan ke dalam kerangka kebijakan ekonomi makro dan fiskal (KEM PPKF) 2025. Prabowo menekankan bahwa kebijakan hilirisasi akan menjadi kunci dalam mencapai pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan di awal pemerintahannya adalah hilirisasi di sektor pertanian, pangan, digitalisasi dan energi. Prabowo  juga menegaskan keinginan untuk beralih ke energi hijau dengan memproduksi diesel dari minyak kelapa sawit, yang dapat menghemat biaya impor diesel sebesar 20 miliar dolar AS per tahun.

Hal Apa Yang Harus Dilakukan Prabowo Agar Dapat Mencapai Pertumbuhan Ekonomi Sebesar 8% Dalam 2 Atau 3 Tahun Ke Depan?

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% dalam 2 atau 3 tahun ke depan, Prabowo Subianto dan timnya telah mengusulkan beberapa strategi yang terintegrasi. Berikut adalah beberapa langkah yang harus dilakukan:

  • Meningkatkan Investasi, meningkatkan investasi asing hingga Rp 10.000 triliun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama pada sektor manufaktur. Serta Kesesuaian regulasi antara berbagai instansi, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang akan memberikan kepastian lebih bagi investor, terutama dalam hal kebijakan investasi. Hal ini akan membantu meningkatkan infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia. Adapun strategi yang disiapkan untuk mendorong ekonomi dengan meningkatkan investasi  yaitu seperti, membangun artificial intelligence (AI) data center, pembangunan Carbon Capture and Storage (CCS), serta Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
  • Hilirisasi Sumber Daya Alam, meningkatkan hilirisasi sumber daya alam seperti nikel, timah, tembaga, batu bara, dan bauksit, akan meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam dan menciptakan lapangan kerja baru.
  • Pengembangan Industri Berbasis Ekspor, mengembangkan industri yang berfokus pada ekspor dengan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Langkah ini akan meningkatkan volume ekspor dan mengurangi defisit perdagangan.
  • Investasi Hijau atau kegiatan penanaman modal pada perusahaan atau entitas yang berkomitmen pada pelestarian lingkungan, yang mencakup penggunaan sumber energi terbarukan, manajemen limbah yang efisien, proyek udara dan air bersih, serta prinsip Good Corporate Governance (GCG). Hal tersebut menitikberatkan pada investasi ramah lingkungan untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai target pengurangan sebesar 30%. Langkah ini akan meningkatkan kualitas lingkungan serta menarik investasi berkelanjutan.
  • Pemberdayaan UMKM, mendorong aktivitas UMKM dengan fokus pada proyek-proyek yang relevan seperti makan bergizi gratis, renovasi sekolah, layanan kesehatan, dan infrastruktur desa. Ini akan meningkatkan kontribusi UMKM terhadap PDB dan mengurangi kemiskinan.
  • Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), meningkatkan pengembangan EBT seperti pembangkit listrik tenaga surya dan angin. Ini akan meningkatkan ketersediaan energi bersih dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
  • Pengolahan Bioetanol dan Biodiesel, meningkatkan produksi bioetanol dan biodiesel untuk memperbanyak bahan bakar alternatif. Hal ini akan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan memperbaiki kualitas udara.
  • Pengembangan Proyek Tanggul Laut, meningkatkan pengembangan proyek tanggul laut untuk melindungi daerah pesisir dari bencana alam. Langkah ini akan meningkatkan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir.
  • Kebijakan Upah Buruh Yang Layak Dan Adil, pemerintah harus memprioritaskan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan pekerja. Kebijakan upah yang adil akan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya mendorong konsumsi domestik, faktor ini merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi.

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, pemerintah perlu berperan aktif dalam meningkatkan daya saing sektor manufaktur atau secara signifikan memodernisasi industri manufaktur nasional. Tujuannya agar mampu menghasilkan produk yang kompetitif di pasar global, sekaligus menciptakan lapangan kerja yang luas. Pemerintah juga harus aktif meningkatkan daya saing sektor jasa agar lebih kompetitif dan berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, perlu dilakukan revitalisasi dan modernisasi sektor pertanian, baik untuk memastikan ketahanan pangan maupun meningkatkan ekspor. Pemerintah juga perlu mendorong transfer teknologi serta mengembangkan teknologi dalam negeri agar tidak semakin tertinggal dari negara-negara maju. Secara fiskal, pemerintah perlu mengoptimalkan pengeluaran negara dan memastikan bahwa pengeluaran tersebut memberikan dampak berlipat ganda bagi perekonomian nasional. Tidak hanya itu, pemerintahan harus secara serius dan berkelanjutan memberantas korupsi dan pungutan liar, sehingga dapat menurunkan tingkat ICOR Indonesia. Saat ini yang lebih penting bagi pemerintah adalah dengan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), pemerintah perlu berinvestasi pada aspek-aspek pengembangan SDM. Mulai dari pendidikan dan kesehatan, yang dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dari tenaga kerja.

Apakah Mungkin Pertumbuhan Ekonomi 8% Ini Bisa Tercapai Tahun Depan?

Pertumbuhan ekonomi dalam dua hingga tiga tahun ke depan tidak ditentukan oleh kinerja tahun lalu atau tahun ini, karena pertumbuhan ekonomi selama beberapa tahun terakhir tidak pernah mencapai 8 persen. Meski target tersebut bisa tercapai, hal itu tidak akan terjadi secara instan dan memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah dan sektor swasta.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia versi Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) 2024 Anindya Bakrie, menyatakan kesiapannya mendukung realisasi target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang diusung oleh pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Modal yang dimiliki termasuk ketersediaan beras dan potensi pertumbuhan ekonomi terlihat dari PDB per kapita. Populasi Indonesia diprediksi mencapai 325 juta orang, dan APBN tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi Rp 3.600 triliun.

Struktur Ekonomi di Indonesia Masih Belum Optimal

Melihat beberapa faktor yang akan mempengaruhi perekonomian dalam lima tahun ke depan, struktur ekonomi Indonesia saat ini masih dianggap belum optimal, dan ada sejumlah aspek yang perlu menjadi perhatian utama:

  • Ketergantungan pada Komoditas Primer, ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada komoditas olahan primer, seperti minyak kelapa sawit, nikel, dan batu bara. Ketergantungan ini berisiko tinggi, terutama ketika permintaan dari negara mitra dagang menurun, yang dapat mengakibatkan fluktuasi harga yang merugikan dalam jangka menengah.
  • Kelas Menengah yang Menahan Belanja, kelas menengah di Indonesia saat ini cenderung menahan pengeluaran, yang berdampak buruk pada konsumsi domestik. Karena konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari setengah PDB (Produk Domestik Bruto), penurunan belanja ini berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.
  • Ruang Fiskal yang Terbatas, kemampuan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk mendorong ekonomi melalui stimulus perekonomian menjadi terhambat. Kondisi ini mempersulit pemerintah dalam menjalankan program-program yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan.
  • Ekonomi Indonesia pada triwulan II-2024 mengalami pertumbuhan sebesar 5,05 persen dibandingkan triwulan II-2023. Berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku, perekonomian Indonesia mencapai Rp5.536,5 triliun di triwulan II-2024, meningkat 3,79 persen dari tahun sebelumnya. Meskipun terdapat pertumbuhan ekonomi, distribusi kekayaan dan kualitas hidup masyarakat belum mencapai tingkat yang optimal.
  • Tata Kelola yang Lemah, Fitch Rating menilai bahwa tata kelola ekonomi Indonesia masih lemah, sebagaimana tercermin dalam berbagai indikator global. Kondisi ini dapat mengurangi efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kebijakan ekonomi.
  • Deindustrialisasi atau Penurunan Peran Industri dalam Perekonomian Suatu Negara, dalam beberapa tahun terakhir, sektor industri manufaktur mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini dapat mengurangi peluang kerja dan meningkatkan ketergantungan pada sektor informal.
  • Tantangan Investasi, Tantangan dalam investasi di Indonesia ditunjukkan oleh tingginya rasio modal terhadap Incremental Capital Output Ratio (ICOR), yang menandakan kurang efisiennya investasi. Faktor-faktor seperti biaya yang tinggi, korupsi, dan ketidakpastian regulasi membuat iklim investasi kurang menarik bagi para investor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun