Mohon tunggu...
DEVI OKTARIO LUBIS
DEVI OKTARIO LUBIS Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

Sebagai seorang guru maka saya perlu terus belajar dan melakukan pengembangan diri. Tujuan saya membuat blog ini adalah untuk mengasah kemampuan saya dalam menulis dan berbagi pengalaman dan pembelajaran yang saya peroleh dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan guru penggerak yang sedang saya ikuti pada angkatan 9 yang telah dimulai sejak bulan Agustus 2023 yang lalu. Semoga setiap konten dalam blog ini memberikan manfaat dan dampak bagi kemajuan saya dan dunia pendidikan pada umumnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Mateteri Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

16 Februari 2024   21:50 Diperbarui: 16 Februari 2024   22:11 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salam dan bahagia,

Perkenalkan nama saya Devi Oktario Lubis, S.E. guru mata pelajaran ekonomi dari SMA Negeri 1 Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Pada kesempatan ini saya akan menuliskan rangkuman materi mengenai "Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin" Modul 3.1 pada program pendidikan guru penggerak.

Dalam dunia modern seperti sekarang ini kita akan menjadi sangat bangga ketika anak-anak kita dapat membaca dan berhitung lebih awal sebelum memasuki usia yang layak untuk mengecap pendidikan. Namun sadarkah kita bahwa ada hal yang lebih penting dari ilmu pengetahuan yang kita banggakan tersebut? Untuk memperluas pemahaman kita marilah kita kita renungkan bersama kutipan berikut ini :

"Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”

(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best). Bob Talbert

Dari kutipan tersebut di atas kita dapat memahami bahwa selain mengajar mereka berhitung kita harus mengajarkan mereka tentang menghargai apa yang mereka miliki dalam hidup ini, itulah pendidikan yang seharusnya kita berikan kepada anak-anak kita. Pendidikan yang dilakukan dengan usaha sadar untuk mencerdaskan akal budi dan pikiran, perasaan dan kehendak murid-murid atau dapat kita katakan terjadi transformasi dalam diri murid-murid untuk menjadi manusia yang berilmu pengetahuan dan berahlak mulia yang berbudi pekerti luhur berdasarkan nilai-nilai kebajikan maupun nilai-nilai moral Pancasila.

Keberhasilan pendidikan itu sendiri tidak terlepas dari kondisi dan kualitas ekosistem sekolah, terkhusus pendidik yaitu guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin yang menjadi role model bagi murid-muridnya, pendidik yang mampu memberikan keteladanan dan contoh yang baik dalam berperilaku, bertutur kata dan menciptakan budaya positif sekolah. Hal itu sejalan dengan keteladanan dalam sistem pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Ing Ngarso Sung Tulodo berarti guru adalah seorang pemimpin yang senantiasa berada di depan untuk memberikan teladan bagi murid. Ing Madya Mangun Karso artinya guru senantiasa berada bersama atau berada di tengah murid untuk membimbing, menuntun dan mengayomi murid dalam cipta, rasa dan karsa. dan‘Tut Wuri Handayani’memiliki makna bahwa guru berdiri di belakang murid untuk memberikan semangat atau dorongan kepada mereka agar mampu menjadi kepemimpinan murid.

Bagaimana pendidik dapat menanamkan nilai-nilai kebajikan dalam diri murid-murid sampai hal itu tertanam dan berakar kuat di alam bawah sadarnya yang akan menghasilkan karakter yang kokoh dan perbuatan baik sampai akhir hayatnya sehingga mereka akan "memperoleh keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat" (Ki Hajar Dewantara), sangatlah penting dan seharusnya menjadi fokus utama pendidikan. Selanjutnya, Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa jiwa manusia tersusun atas tiga kekuatan (tri sakti) yaitu cipta (pikiran), rasa (hati) dan karsa (kemauan). Kesatuan dari trisakti itu disebut budi pekerti. Kualitas dari ketiga kekuatan itulah yang menentukan apakah manusia itu akan menjadi manusia yang bermanfaat atau merusak di tengah-tengah masyarakat. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang begitu mulia tersebut maka diperlukan terobosan dan usaha-usaha kreatif dari pendidik untuk menciptakan suatu pembelajaran yang berpusat pada murid dengan mengintegrasikan pembelajaran yang berdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional. Sebagai contoh dalam kegiatan Pembelajaran, sebelum memulai Pembelajaran guru bersama murid dapat membuat kesepakatan belajar. Disaat membuat kesepakatan belajar murid-murid akan belajar untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab, berdasarkan nilai-nilai kebajikan dan untuk kepentingan murid itu sendiri. Sehingga mereka akan belajar bukan hanya pengetahuan saja akan tetapi juga belajar tentang komptensi sosial emosional dalam hal ini pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

Selanjutnya, dalam mewujudkan pendidikan yang berpusat pada murid guru memiliki nilai-nilai dan peran. Salah satunya sebagai Penuntun atau pemimpin pembelajaran yang memberikan arahan kepada murid-muridnya agar dapat bertumbuh dan berbuah bak pak tani yang dengan tekun merawat padi-padinya demikialah juga seoang guru. Begitu besarnya pengaruh guru dalam proses tumbuh kembang murid-muridnya untuk mewujudkan kepemimpinan peserta didik sehingga guru harus memegang teguh nilai-nilai dan prinsip untuk pengambilan keputusan yang tepat bagi murid-muridnya karena hal ini juga akan berdampak bagi murid dan bahkan lingkungan. Dasar pengambilan keputusan yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan, dan bertanggung jawab. Namun demikian adakalanya dalam pengambilan keputusan guru diperhadapkan pada situasi yang sulit bagi diriya, seperti berada di antara dua persimpangan jalan dan sedang kebingungan memilih jalan yang paling tepat karena keduanya tampak sama baiknya, atau yang dikenal sebagai dilema etika. Maka guru sebagai pemimpin pembelajaran mengambil keputusan dengan menggunakan 4 paradigma dilema etika yaitu individu vs masyarakat, rasa keadilan vs rasa kasihan, kebenaran vs kesetiaan dan jangka pendek vs jangka panjang dan juga berpegang pada 3 prinsip pengambilan keputusan yaitu prinsip berbasis hasil akhir, prinsip berbasis peraturan, dan prinsip berbasis rasa peduli. Serta dipadukan dengan 9 langkah pengambilan keputusan. Sembilan keputusan tersebut yaitu:

  • Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
  • Menentukan siapa saja yang terlibat
  • Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan
  • Pengujian benar atau salah (bujukan moral) yang didalamnya terdapat uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji keputusan panutan/idola. Pengujian paradigma benar lawan benar
  • Pengujian paradigm benar lawan benar (dilema etika)
  • Melakukan prinsip resolusi
  • Investigasi Opsi Trilemma
  • Buat Keputusan
  • Tinjau lagi keputusan dan refleksikan

Guru adalah teladan bagi murid-muridnya. Oleh karena itu setiap keputusan yang diambil haruslah keputusan yang bertanggung jawab yang berbasis nilai-nilai kebajikan dan berpihak pada murid. Bagaimana guru dalam mengambil sebuah keputusan dan apa keputusannya akan menjadi Pembelajaran berharga bagi murid-muridnya. Dengan menggunakan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 konsep atau langkah pengambilan dan pengujian keputusan tersebut diharapkann dapat memberikan dampak positif bagi murid-murid dan lingkungan sekitar karena keputusan yang diambil adalah keputusan yang terbaik.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan pendidikan adalah untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada murid, maka kutipan “Education is the art of making man ethical” (Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis) ~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~ sangatlah tepat karena pada dasarnya setiap murid dilahirkan dengan segala kekuatan kodratnya masing-masing yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Untuk itu guru adalah sebagai pamong agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Atau dengan kata lain kita dapat mengistilahkan guru itu sebagai seorang pengukir yang dengan jiwa seninya membuat ukirannya dengan sangat sabar, teliti dan hati-hati agar menghasilkan ukiran yang indah, berkualitas dan bernilai tinggi, demikian pula guru. Dalam hal ini guru dapat berperan sebagai Coach karena pada prinsipnya sistem among pada sistem pendidikan Ki Hajar Dewantara sama dengan coaching yaitu sama-sama memaksimalkan potensi. Namun untuk penerapannya dalam pendidikan sekarang digunakan istilah Coach dengan menerapkan tiga prinsip coaching yaitu kemitraan, proses kreatif dan memaksimalkan potensi dan menggunakan alur percakapan TIRTA (Tujuan, Identifikasi,Rencana aksi, dan Tanggung jawab). Sehingga dalam pemecahan suatu persoalan murid, guru dapat melakukan percakapan dengan alur percakapan TIRTA. Dalam melakukan percakapan guru harus memiliki kompetensi inti coaching yaitu kehadiran penuh, mendengarkan aktif, dan kemampuan mengajukan pertanyaan berbobot sehingga keputusan  yang diambil adalah keputusan yang bersumber dari dalam diri murid itu sendiri. Hal ini juga akan melatih kesadaran diri murid untuk bertanggung jawab terhadap keputusan yang di ambilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun