Aku terlahir dari seorang keluarga yang tak berada, tapi ku jalani hidupku ini dengan penuh rasa syukur. Ayahku hanya sebagi buruh tani sedangkan ibu sebagai tukang cuci baju keliling. Hidupku hanya sederhana dan tak terlalu mewah.
      Hidupku dimulai sejak aku dan tumbuh dan dibesarkan di kampung halamanku tepatnya di kampung Asri, sederhana tapi bermakna.
      Qurrota A'yun itulah namaku , tapi aku biasa dipanggil "A'yun", karena orang tuaku menginginkan aku sebagai penghias hati mereka. "A'yun....." panggil temanku dari lorong sekolah, dia itu si pintar, cantik, namamnya Nurus Salamah, panggil saja Salamah (Jamilah (cantik)-panggilan akrabnya). Kami berdua adalah sahabat karib dari kecil, dimanapun kami berada kami selalu berdua dan tak terpisah.
      Hari-hari yang kami jalani pun selalu bersama, mulai dari kecil sampai besar, jadi kami tahu sifat satu sama lain. Bahkan mulai ingusan sampai remaja pun masih sering bersama, dari TK,MI, MTs kami selalu bersama meski di waktu MA kami terpisah karena faktor ekonomi keluargaku yang tak memadai, jadi aku tidak bisa sekolah sama seperti Mila.
      "A'yun ayo ikut sama aku, sekolah di tempatku, biar nanti orang tuaku yang ngurus semuanya, OK!" tanya Mila. "Sebenarnya sih aku ingin Mil, tapi gimana dengan orang tuaku nanti? Aku kasihan sama mereka Mil, maaf aku tidak bisa menerima permintaanmu, bukan berarti kita jauh lantas kita akhiri persahabatan kita" sahut ku.
      "Ya sudah, gak papa mungkin itu yang terbaik bagimu"jawab Mila. "Oh ya, aku mau tanya sebenarnya kamu itu mau sekolah kemana sih?"tanya Mila kemudian. Sebenarnya aku ingin mondok, hafalin Al-qur'an, kalau orang tuaku merestui, kamu mah enak bisa keturutan apa yang kamu inginkan"jawabku sambil meledek. "Ih kamu bisa aja" balas Mila.
      Waktu pun terus berlalu, akhirnya kami sudah masuk MA dan orang tuaku menyetujui apa yang kuinginkan, aku bisa masuk pondok dan ngafalin Qur'an sekaligus kerja meskipun gajinya tidak terlalu besar, aku bekerja sebagai guru ngaji privat di kampung Mojogede, lumayan punya uang saku sendiri dan bisa buat bayar uang mondok. Meskipun terkadang tantangannya sulit karena jarak tempat privat sama pondok terlau jauh jadi harus ngojek dulu tiap kali kesana, dan aku akan lewati tantangan itu.
      Banyak orang disana yang ramah padaku, mereka baik padaku dan mereka sudah aku anggap seperti keluarga ku sendiri, keluaraga baru dalam hidupku.
      Suatu saat aku pernah termenung memikirkan sesuatu, aku ingin membanggakan kedua orang tuaku, aku ingin memberangkatkan haji mereka ke tanah suci Makkah bahkan cita-cita terbesarku adalah bisa masuk ke Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, dari disitu aku pernah ingat nasihat guruku "Man Jadda Wajada" tak ada yang mustahil di dunia ini kalau kita mau berusaha.
      Setelah beberapa tahun di pondok dengan cari uang sendiri akhirnya penantianku sempurna, aku bisa memberangkatkan kedua orag tuaku haji ke tanah Suci Makkah dan mendapat beasiswa ke Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Subhanallah, Alhamdulillah. Berkat ketekunanku dalam mengahafalkan Al-qur'an dan berkat kegigihanku dan motivasi dari keluargaku, aku bisa mengangkat derajat mereka. Bagiku tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, tanpa ikhtiar dan do'a. Bagiku semua ini adalah karunia dari Allah SWT yang tak terduga dan aku akan selalu bersyukur kepada Allah SWT dalam suka maupun duka ku nanti dan aku akan selalu ingat kata "Man Jadda Wajada".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H