Mohon tunggu...
Devina Khozila Kirana
Devina Khozila Kirana Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa hubungan internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sengketa Laut Tiongkok Selatan dalam Analisis Realisme

28 September 2024   17:06 Diperbarui: 28 September 2024   17:15 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber pinterest: projects.voanews.com

Laut Tiongkok Selatan merupakan wilayah strategis karena merupakan jalur pelayaran utama yang menghubungkan Asia dengan Eropa dan Amerika. Setiap tahun, sekitar sepertiga dari perdagangan maritim global melewati wilayah ini. Selain itu, Laut Tiongkok Selatan kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak dan gas alam.

Sejak 1970-an, berbagai negara seperti Tiongkok, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, Indonesia, dan Taiwan telah mengklaim bagian-bagian dari Laut Tiongkok Selatan. Klaim Tiongkok yang luas, yang dikenal sebagai "nine-dash line," mencakup hampir seluruh wilayah ini. Klaim ini sering kali tumpang tindih dengan klaim negara-negara lain, yang menyebabkan ketegangan. Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok semakin tegas dalam memperkuat klaimnya dengan membangun infrastruktur militer di pulau-pulau buatan. Tindakan ini telah meningkatkan ketegangan dengan negara-negara pengklaim lainnya dan menarik perhatian internasional.

 Ketegangan di Laut Tiongkok Selatan mencerminkan prinsip-prinsip teori realisme dalam Hubungan Internasional. Teori realisme sendiri menekankan pentingnya kekuasaan dan kepentingan nasional dalam politik global. Prinsip-prinsip utama realisme seperti anarki internasional, egoisme negara, politik kekuasaan, keamanan nasional, dan keseimbangan kekuatan sangat relevan digunakan dalam menganalisis ketegangan di Laut Tiongkok Selatan.

 Mengapa dapat dikatakan relevan ? Mari kita bahas satu-satu 

  • Anarki Internasional: Dunia internasional dianggap anarkis karena tidak ada otoritas tertinggi yang mengatur negara-negara. Dalam konteks Laut Tiongkok Selatan, tidak ada otoritas internasional yang mampu memaksa Tiongkok atau negara-negara pengklaim lainnya untuk mematuhi hukum internasional.

  • Egoisme Negara: Negara-negara bertindak berdasarkan kepentingan nasional mereka sendiri. Tiongkok, misalnya, berusaha memaksimalkan kekuasaan dan keamanannya dengan mengklaim sebagian besar Laut Tiongkok Selatan dan membangun infrastruktur militer di pulau-pulau buatan.

  • Politik Kekuasaan: Hubungan internasional dilihat sebagai perjuangan untuk kekuasaan. Tiongkok semakin tegas di wilayah yang disengketakan, seperti yang terlihat pada tahun 2022 ketika Presiden Filipina yang baru menolak sikap damai terhadap Tiongkok. Tiongkok juga mengumumkan pembentukan dua distrik kota baru yang mengatur Kepulauan Paracel dan Spratly.

  • Keamanan Nasional: Keamanan adalah prioritas utama bagi negara-negara. Amerika Serikat memiliki kepentingan yang kuat untuk mencegah 
  • Tiongkok menegaskan kontrolnya atas Laut Tiongkok Selatan. Dengan mempertahankan akses bebas dan terbuka ke jalur perairan ini, AS tidak hanya melindungi kepentingan ekonominya tetapi juga menegakkan norma global kebebasan navigasi.

  • Keseimbangan Kekuatan: Negara-negara berusaha untuk mencegah dominasi oleh satu negara atau koalisi negara. Kemampuan Tiongkok dalam mengendalikan jalur perairan adalah langkah signifikan untuk mengusir Amerika Serikat dari Indo-Pasifik seraya memperluas pengaruh ekonomi dan menata ulang kawasan sesuai keinginannya. Mencegah Tiongkok melakukan hal itu adalah tujuan utama dari strategi keamanan Amerika karena Indo-Pasifik adalah medan operasi utama militer AS.

Ketegangan di Laut Tiongkok Selatan memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas regional dan global. Reaksi negara-negara lain dan organisasi internasional seperti ASEAN dan PBB menunjukkan upaya untuk menyeimbangkan kekuatan dan mencegah eskalasi konflik. Namun, kegagalan dalam menyelesaikan sengketa ini secara diplomatis dapat merusak hukum internasional yang mengatur sengketa maritim dan meningkatkan risiko konflik militer.

Ketegangan di Laut Tiongkok Selatan mencerminkan dinamika kekuasaan dan kepentingan nasional yang dijelaskan oleh teori realisme. Dengan memahami prinsip-prinsip realisme, kita dapat melihat bagaimana negara-negara bertindak untuk memaksimalkan kekuasaan dan keamanan mereka dalam menghadapi tantangan di wilayah yang sangat strategis ini. Implikasi untuk masa depan keamanan dan diplomasi di kawasan ini sangat besar, dan penyelesaian sengketa ini akan membutuhkan upaya diplomatik yang signifikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun