A : duh, udah jam segini, B koq belum dateng-dateng y?
C : emank kalian janjian jam berapa?
A : jam 3.
C: sekarang udah jam 4 lho, dasar si B emank suka jam karet.
Pernah mendengar istilah jam karet? Rasanya istilah ini sudah tidak asing lagi di telinga kita orang Indonesia. Bahkan banyak dari kita yang menganggap ini sebagai hal yang biasa, bukan hal yang memalukan.
Kenapa sangat sulit bagi kita buat on time? Apa susahnya bangun sedikit lebih pagi, berangkat sedikit lebih awal?
Dulu, saya pernah bergabung dalam sebuah organisasi yang kalau rapat selalu mulai terlambat, bukan hanya pada saat rapat, berkumpul untuk main atau melakukan kegiatan lainnya pun pasti terlambat, sehingga ngaret sudah menjadi hal yang biasa buat kami. Semua memaklumi dan mengerti akan keterlambatan itu. Ironis memang, sebuah pengertian yang salah dan tidak mendidik.
Ngaret adalah bentuk korupsi, korupsi terhadap waktu. Dengan ngaret, kita sudah membuang-buang waktu orang lain hanya untuk menunggu kita, padahal waktu itu sangat berharga. Sangking seringnya tradisi jam karet ini, banyak dari kita yang berpikir “ah buat apa datang pagi-pagi, toh teman-teman yang lain pun pasti terlambat, nanti kita malah harus membuang-buang waktu menunggu mereka.” Wajar saja pikiran seperti itu muncul di kepala kita, saya pun sering berpikir seperti itu, apalagi kalau janjian dengan si tukang telat. Tapi apa jadinya jika semua orang berpikir seperti itu? Disiplin harus dimulai dari diri sendiri. Mulailah kedisiplinan itu dengan on time, dengan tidak mengkorupsi waktu orang lain maupun diri sendiri. Hmm… rasanya saya pun harus mulai membiasakan diri untuk on time.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H