Nasi Bebek Tugu
Perjalanan masih berdurasi sekitar 40 menit sebelum pesawat menjejakkan rodanya di Kota Pahlawan. Namun, suara tak asing itu semakin intens dan keras terdengar. Perih. Ya, itu suara dari perutku. Ternyata, kudapan yang disajikan oleh maskapai nasional tadi tak cukup mampu menambal kekosongan di lambungku. Hanya satu jenis makanan yang saat itu spontan muncul dalam benak. Nasi bebek khas Madura.
Sesampainya di bandara Djuanda, tak perlu banyak basa basi dengan si penjemput, kami langsung mengutarakan tujuan pertama kami, Nasi Bebek Tugu (Pahlawan). Ini adalah kali keempat saya menginjakan kaki di Surabaya. Bisa dikatakan agak lebih fasih untuk urusan kuliner. Dengan bantuan kawan lama yang asli kelahiran Surabaya, semakin lancarlah pencarian saya untuk urusan perut.
Kegemaran saya akan kuliner berbasis unggas, terutama bebek, telah sampai di satu titik yang tidak bisa diubah lagi. Meski beragam sajian khas bebek, tapi lidah saya tidak sanggup beranjak dari nikmatnya sambal dari nasi bebek Tugu ini. Istilahnya, tidak bisa pindah ke lain bebek.
Nasi bebek Tugu Pahlawan ini sebenarnya biasa saja, cuma sambalnya yang luar biasa. Sambal yang hanya diulek dengan paduan bawang merah dan garam ini mampu membakar sekaligus membuat lidah ketagihan. Harganya pun cukup terjangkau dengan empat macam menu, bebek super (Rp20.000), bebek biasa (Rp17.000), protolan (Rp16.000), dan jeroan (Rp11.000). Tak heran, setiap kali menyambangi kota Surabaya, pasti saya selalu singgah di warung tenda ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI