Masyarakat marah dan berang. Banyak ibu dengan terbata-bata melaporkan ke polisi di kota Sukabumi, bahwa anak-anak mereka ikut jadi korban Emon, si predator seks.
Dan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, lebih berang lagi. Tapi sebagai pimpinan dan kepala negara, ia harus berpikir dan bekerja manajerial, sistemik, tak bisa larut oleh kasus per kasus di tengah rakyatnya. Melainkan harus mampu menggalang tindakan nyata, untuk mengatasi dan meminimalisasi masalah yang sama agar tak terulang lagi.
Untuk itu diperlukan aksi nyata, kata Presiden, di Jakarta (8/5). Sebuah gerakan nasional anti kejahatan seksual terhadap anak. Dan karena mendesaknya persoalan, gerakan itu akan dibentuk pada Mei ini juga. Presiden akan meminta masukan dari segenap komponen masyarakat, terutama para LSM yang selama ini bekerja di lapangan, mendampingi para korban, dan juga mengurusi dan menyelesaikan berbagai masalah kekerasan terhadap anak (termasuk kekerasan seksual).
Namun sebagai langkah nyata dalam keseharian, Presiden juga menghimbau agar para orangtua memperketat pengawasannya terhadap anak di rumah. Pengamanan pertama atas keselamatan anak, tentu saja berawal dalam lingkungan terdekatnya, yakni keluarga. Perhatian keluarga yang hangat dan seksama, akan membuat anak berkembang nyaman dan aman. Diharapkan terbebas dari tangan kotor Emon lainnya.
Setelah keluarga, barulah peran serta (yang maksimal) dari guru-guru dan pembimbing lainnya di sekolah sangat menentukan. Beberapa kejadian kekerasan seksual terhadap anak justru terjadi di sekolah. Sekolah yang diharapkan memberikan pendidikan justru jadi tempat yang tidak aman. Oleh karena itu pengawasan di sekolah harus dilakukan silang dan simultan, saling mengawasi, pimpinan sekolah, guru, pekerja, saling proaktif melaporkan ke pihak keamanan (terutama polisi) bila menemukan hal-hal yang diperkirakan ”membahayakan” anak didik.
Mencegah sebelum terjadi tentu lebih baik. Cukup dengan adanya anasir mencurigakan, para pihak yang mengetahui kejadian harus melakukan tindakan pelaporan, atau langsung mengatasi persoalan bersama orangtua. Dari kasus di sebuah sekolah internasional baru-baru ini, tampak kelalaian pengamanan sudah muncul dari tingkat bawah, tempat para anak justru rentan dimanipulasi oleh orang dewasa predator seks.
Dan jangan dilupakan pentingnya penyembuhan mental dan fisik anak yang bisa saja berlangsung lama. Para orangtua dan pihak sekolah sebaiknya bekerja sama mengupayakan jalan keluar terbaik dan maksimal. Dengan semakin banyaknya LSM yang bergerak di bidang perlindungan anak, terbuka peluang bekerjasama yang lebih intensif.
Peran pemerintah pun tak kalah pentingnya. Anak-anak Indonesia hidup dilindungi undang-undang. Maka dalam situasi darurat kekerasan seksual atas mereka, diperlukan penguatan, revisi dan penyempurnaan undang-undang dan peraturan. "Harapan saya bersama-sama DPR RI, bisa dilakukan percepatan undang-undang karena urgensinya," kata Presiden. Kita sepakat dengan Presiden. Agar semua pihak menyiapkan dan melindungi masa depan bangsa. Anak-anak kita.
Sumber: Jurnas, setkab
Jakarta, 10 Mei 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H