Mohon tunggu...
Devi Kumalasari
Devi Kumalasari Mohon Tunggu... -

add akun twitternya vie ya @vie_kumalasari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Satinah dan Hukuman Mati di Arab Saudi

31 Maret 2014   14:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:16 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain melahirkan solidaritas, kasus Satinah juga layak dijadikan momentum bagi kita untuk merenung: mengapa begitu banyak orang kita terlibat kriminal di negara lain? Di Arab Saudi, menurut data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), hingga kini terdapat 34 orang yang mengantre hukuman mati. Bahkan jika dihitung, ada 265 TKI di luar negeri yang terancam hukuman mati. Jumlah terbesar ada di Malaysia, kemudian Arab Saudi.

Jadi, begitu kompleks masalah hukum tenaga kerja kita di luar negeri. Masalah diyat dan juga hukuman mati itu sendiri, adalah hasil akhir dari sebuah proses yang rumit. Tenaga kerja kita memang harus mengerti hukum agar tidak melanggar hukum. Terlalu sering kita mendengar kabar tenaga kerja kita terjerat suatu kasus tanpa diketahui persis apa posisi hukumnya. Seolah tiba-tiba saja seseorang dihukum mati.

Kita lebih sering heboh di hasil akhir itu. Kita kurang peduli dengan pangkal masalah. Dan kita kerap menjadi begitu bernafsu menyalahkan ketika kasus sudah sampai di ujung yang notabene tinggal menunggu eksekusi.

Hukum di negara mana pun tak kenal negosaisi. Itulah paham hukum yang benar. Kita pun menganut hukum seperti itu. Dan kita tak pernah senang jika hukum kita diintervensi negara lain. Kita hanya mengenal mekanisme tukar tahanan dan juga ekstradisi. Itu pun tetap saja yang bersangkutan harus menjalani proses hukum meski ditukarkan.

Dengan segala hormat untuk Satinah dan keluarganya, kita memang wajib menghormati hukum negara lain. Tidak mudah untuk menegakkan hukum, apalagi hukuman mati. Hukum dimana-mana memiliki "perasaan" yang lahir dari berbagai subjektivitas. Bisa jadi, pemerintah Kerajaan Arab Saudi "keberatan" dengan hukuman pancung untuk Satinah karena begitu banyak rupiah telah mengalir ke negeri itu melalui jasa haji dan umrah. Tetapi ketika keluarga menetapkan diyat Rp21 miliar, sang raja tentu tidak bisa mencegah.

Jakarta, 31 Maret 2014

sumber : jurnas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun