Mohon tunggu...
Devi Kumalasari
Devi Kumalasari Mohon Tunggu... -

add akun twitternya vie ya @vie_kumalasari

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mencari Format Pemilihan Umum Terbaik

27 April 2014   20:16 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:08 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa hari terakhir ini isu adanya politik uang dalam pemilihan anggota legislatif 9 April lalu, menyeruak. Disebutkan, politik uang terjadi secara joran-joran, terbuka, dan aparat kemanan tidak berdaya. Dengan melihat "tuduhan" itu, seolah pemilihan legislatif lalu itu "tidak sah", "tidak berguna".

Tuduhan adanya politik uang itu diberitakan berbagai media massa. Banyak di antara media yang tidak menjalankan pengecekan dan keberimbangan. Media massa hanya terima mentah-mentah dari narasumber, kemudian mengabarkannya kepada bangsa Indonesia.

Tuduhan seperti itu banyak terlontar dari mulut politikus yang tampaknya akan gagal menjadi anggota DPR lagi. Tuduhan yang disampaikan oleh orang yang tengah dilanda waswas. Atau tuduhan disampaikan oleh politikus yang partainya tidak bersinar dalam pemilihan umum lalu. Seperti sebuah cara mudah untuk mencari kambing hitam atas kegagalan dirinya dan partainya.

Di lain pihak, pengawas pemilihan umum, lembaga pemantau, bahkan polisi yang berwenang menangani unsur pidana kasus pemilihan umum, tidak pernah mempublikasikan temuan yang semassif kisah tadi. Ditemukan hanya ada beberapa pelanggaran seperti politik uang, surat suara dicoblos ramai-ramai, dan sebagainya dan hingga kini 260 tersangka pelanggaran pemilihan umum sudah diproses. Dari segi substansi politik, KPU menyelenggarakan pencoblosan ulang.

Oleh sebab itu, penyebutan bahwa pemilihan legislatif 2014 ini dianggap sebagai pemilihan umum terbaik yang pernah dilakukan Indonesia, menjadi boleh-boleh saja. Kalau toh untuk menyebutkan bahwa pemilihan umum sekarang merupakan yang terbaik dinilai belum saatnya, itu juga merupakan hal yang bijak.

Namun terdapat beberapa hal yang pasti bahwa dalam pemilihan umum tahun ini tingkat paritipasi masyarakat termasuk baik, mencapai 75 persen. Harap dicatat, tingkat partisipasi politik bukan satu-satunya alat ukur suksesnya pemilihan umum. Kita wajib ingat ketika zaman orde baru, pemilihan umum tak ubahnya pengerahan umum. Bahkan dalam banyak hal juga menjadi pengarahan umum. Pemilih diarahkan untuk memilih partai tertentu.

Kita tidak berkepentingan langsung untuk mengatakan pemilihan umum mana yang terbaik. Namun kita berkepentingan terhadap pemilihan umum yang baik. Karena itu, di tengah era kebebasan berpolitik zaman reformasi ini, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum.

Komisi Pemilihan Umum mengklaim banyak hal yang baru yang dilakukan pada tahun 2014 ini. Modernisasi data pemilihan umum jelas sekarang lebih baik. Daftar pemilih tetap (DPT) bisa diakses melalui internet. Apa yang dilakukan KPU bisa menjadi langkah awal untuk saatnya nanti mengadakan pemilihan umum melalui jaringan elektronik (e-voting).

Dalam semangat terus mencari format pemilihan umum terbaik itulah kita mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pemilihan umum. Vonis bahwa penilihan umum sekarang lebih buruk karena diharu biru politik uang, menjadi tidak bijak. Pemilihan umum itu menjadi hajat masyarakat banyak, bukan semata milik politikus.

Jakarta, 27 April 2014

Dari berbagai sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun