Mohon tunggu...
Vika Chorianti
Vika Chorianti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pecinta buku, musik dan movie

Wedding Organizer yang sangat mencintai dunia tulis menulis dan membaca buku ;)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Everybody Have Their Own Sin and Nobody Can Be Saint (Setiap Orang Memiliki Dosanya Tersendiri dan Tidak Ada yang Bisa Menjadi Malaikat)

27 Desember 2014   05:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:23 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya kemarin menuliskan sebuah esai tentang Malam Natal vs Kerukunan Umat Beragama; Sebuah Renungan. Buat yang belum membaca dan pengen tahu bisa dicek tulisan saya di postingan saya sebelumnya. Pada saat menulis, saya tidak berpikir panjang dan hanya ingin menuliskan unek2saya saja tentang natal dan polemik yang menyertainya.

Inti tulisan saya adalah bukan menekankan kepada perdebatan mengenai boleh tidaknya mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani baik Katolik atau Protestan. Saya justru menekankan kepada pentingnya kerukunan umat beragama dan perlunya memberikan rasa aman dan nyaman kepada saudara kita untuk beribadah. Dan meski tidak secara gamblang menunjukkan apakah saya termasuk yang mengucapkan atau tidak Selamat Natal, namun saya menyampaikannya secara implisit (tersirat dan bukan tersurat).

Saya tidak menyadari ternyata reaksinya luar biasa. Baik dari teman2yang Muslim maupun yang Non Muslim. Baik yang setuju dengan pendapat saya maupun yang tidak setuju. Saya menyampaikan terima kasih atas apresiasinya. Tulisan saya kali ini bukan tentang polemik itu lagi karena seperti yang disampaikan teman saya Yanuar TetapiTetap BucekJua, natal sudah lewat. Dan itu betul. Perdebatan itu sudah tidak perlu lagi diadakan. Karena momentnya sudah lewat, dan segala sesuatu yang menyertai perdebatan itu akan menjadi anti klimaks.

Namun ada satu cerita menarik. Ada seorang teman saya. Adik kelas saya semasa SMA. Bahkan rekan se-Teater jaman dulu. Pada masa SMA kami terbilang cukup dekat karena kami pernah terlibat sebuah (rencana) pementasan drama berjudul Bisul-Bisul Madjapahit. Saya masih ingat waktu itu yang bermain selain dirinya adalah Ichis Kaputri, Angga Suanggana Yusuf Muhammad, Herujin Oktavianto, Mae Susilo, Maulina Sagita, Retno Wulan, serta sederet nama lain yang saya sudah lupa hehehe.

Dan meskipun endingnya adalah kami tidak jadi pentas karena kendala ini dan itu, namun kebersamaan yang terjalin selama masa latihan masih saya ingat sampai sekarang. Waktu bergulir. Kami semua sudah berpencar dan bermetamorfosis sesuai dengan situasi dan kondisi masing2. Tidak hanya di Surabaya, kota dimana kami menimba ilmu, namun mereka sudah menyebar di Jakarta, Yogjakarta, Tangerang, Bekasi dll. Ada juga sih yang tetap stay di Surabaya.

Dari berita yang saya dengar rata2mereka semua sudah sukses. Baik dalam kehidupan berkarir dan berumah tangga. Terutama teman saya yang satu itu. Saya mendapat informasinya dari Pak Fay. Buat kalian yang belum tau Pak Fay, sosok yang sering saya ceritakan dalam tulisan2saya sebelumnya, beliau adalah guru bahasa Indonesia kami semasa SMA. Beliau juga pembina ekstra Teater.

Secara berkala memang sebagian kecil muridnya masih berinteraksi dan bertemu dengan beliau. Beliau memang orang yang enak diajak ngobrol dan diskusi. Dari sedikit yang secara berkala bertemu dengan beliau memang saya salah satu diantaranya. Dan meskipun saya pernah berpindah2pekerjaan dari luar pulau hingga ke Jakarta, namun setiap kali pulang ke Surabaya saya selalu menyempatkan diri untuk bertemu dengan beliau.

Dan selain saya, beliau cukup updet dengan perkembangan teman yang saya ceritakan ini. Saya sering mendengar beliau menceritakan kondisi teman saya ini dengan begitu bangganya. Bagaimana teman saya ini dimata beliau menjadi sosok yang begitu pandai, cerdas. Dan karena kepandaian dan kecerdasannya, teman saya itu berhasil memperoleh pekerjaan yang sangat WOW di mata beliau.

Saya tentu saja sangat senang dengan kabar tersebut. Bagaimanapun saya ikut bahagia saat mendengar teman2saya yang lain telah sukses dengan kehidupan mereka. Saya sendiri bahkan belum tau, dimata Pak Fay apakah saya sudah termasuk sukses atau belum dalam kehidupan berkeluarga dan berkarir.

Dalam salah satu cerita Pak Fay tentang teman saya itu, beliau mengatakan kepada saya bahwa teman saya itu sudah menikah dan bahkan sudah memiliki anak. Saat itu katanya dia tinggal di Bogor. Saat itu saya ingat betul Pak Fay bercerita pada salah satu pertemuan kami pasca kedatangan saya ke Surabaya. Pada saat itu saya masih bekerja sebagai Marketing di sebuah Penerbit Buku Sejarah di Depok. Saya senang sekali dengan informasi itu karena menurut saya jarak antara Depok dan Bogor cukup dekat. Bahkan Pak Fay memberikan saya nomor telpon yang bisa dihubungi.

Tanpa sengaja, saat saya kembali ke Depok untuk bekerja, saya hampir saja memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya. Waktu itu saya ditugaskan untuk mengadakan pameran buku di Bogor. Rencananya pameran buku itu berlangsung hingga sore hari. Selama 2 hari. Pihak Perusahaan berasumsi bahwa saya bisa langsung pulang-pergi Depok-Bogor dengan menggunakan kereta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun