Dunia Penerbangan Kembali Berduka. Sebuah Pesawat Penerbangan Udara Komersil -Air Asia QZ8501- dikabarkan kehilangan kontak dengan menara pengawas 8 menit setelah pesawat tersebut lepas landas. Berita terbaru mengabarkan bahwa ditemukan sebagian kecil puing pesawat dan 6 jenazah korban meninggal dunia di perairan laut di wilayah Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Badan pesawat memang belum ditemukan dan sebagian besar penumpang yang berasal dari Surabaya dan 3 Warga Negara Asing, yang sedianya akan menuju Singapura dengan bertolak dari Bandara Internasional Juanda Surabaya, juga belum ditemukan. TNI AL dan TNI AU serta Basarnas pun telah dikerahkan guna menjajaki kemungkinan menemukan puing bagian pesawat lainnya maupun korban lainnya.
Saya melihat Pemerintah sudah mulai sigap dalam menghadapi bencana. Hal ini bisa dilihat dari kinerja aparat pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang segera melakukan tindakan pasca adanya informasi hilangnya pesawat Air Asia sesaat setelah lepas landas.
Pemerintah Pusat selain menerjunkan aparatnya juga menyampaikan ucapan bela sungkawa yang mendalam terhadap keluarga korban yang berada dalam daftar penumpang pesawat naas tersebut. Pemerintah Daerah juga tak kapah sigap. Walikota Surabaya, Tri Risma Harini segera datang ke Crisis Center di Bandara Juanda untuk memantau secara langsung proses pencarian bahkan turut serta dalam menenangkan massa yang histeris. Bahkan dalam salah satu tayangan televisi diperlihatkan Bu Risma turut serta menggotong salah satu keluarga korban yang histeris pasca melihat siaran berita yang memperlihatkan tubuh korban tanpa adanya filter atau blur.
Ditengah peristiwa yang masih berlangsung, saya merasa prihatin saja melihat masih banyak pihak2yang menghujat kinerja aparat pemerintah dari mulai pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Ada yang menilai kinerja mereka terlalu lamban, respon yang diberikan tidak sesuai yang mereka harapkan, ada yang menanyakan mengapa pencarian di malam hari dihentikan, bahkan sampai ada yang menganggap bahwa wajah yang ditampilkan oleh Wapres Jusuf Kalla terlalu lempeng dalam menyampaikan pernyataan ikut berbela sungkawa.
Terus terang saya prihatin. Saya sangat prihatin. Sebagai orang yang pernah ikut menjadi sukarelawan yang terjun langsung ke daerah bencana pada saat kuliah, sedikit banyak saya tahu bagaimana peran pemerintah berupaya keras untuk menanggulangi bencana. Pemerintah yang saya maksud disini salah satunya adalah aparat TNI dan Polri yang tidak hanya bergerak di garda depan pertahanan nasional namun juga pada saat bencana.
Saya teringat dulu saat masih di BEM FASA (belum jadi FIB seperti sekarang), saya dengan kawan2dari sastra menjadi sukarelawan yang dikirim langsung ke bencana longsor di Jember. Kami tergabung dalam BEM UA yang peduli bencana. Jujur saat itu saya tidak punya keahlian apa2. Jangankan keahlian seperti yang diajarkan di Pramuka, keahlian dasar seperti memasak pun saya lemah. Namun saya tidak patah semangat dan tetap ingin bergabung dalam tim sukarelawan tersebut.
Sehingga saat ditanya apa keahlian saya oleh ketua BEM UA, saya berpikir cukup lama dan hanya menyebutkan satu keahlian yang tidak meyakinkan. Mendongeng. Yup, mendongeng. Konyol kan? Ketua BEM UA saat itu memandang saya dengan putus asa seakan tidak yakin bahwa jawaban itu yang keluar dari mulut saya. Tetapi karena setiap hati yang tergerak dan mau untuk terjun langsung sangat dibutuhkan dan sedikit sekali mahasiswa yang mau bergabung (karena saat itu liburan semester sehingga banyak mahasiswa yang pulang kampung), akhirnya saya pun lolos verfikasi awal sebagai tim tanggap darurat bencana.
Saat tiba di lokasi bencana, ternyata, keahlian apapun tidak akan berguna jika kamu tidak mau bekerja. Pada saat kita terjun langsung ke lokasi bencana, orang tidak akan bertanya seberapa pandai kamu, namun seberapa kamu tanggap dalam membantu mengatasi semua permasalahan yang muncul dilapangan. Kondisi yang ada dilapangan selalu unpredictable sehingga kita dipaksa untuk selalu siap menghadapi kemungkinan2yang terjadi yang tidak pernah kita bayangkan.
Dan ajaibnya, justru keahlian yang saya sebutkan yang berguna di lapangan. Ketika semua pengungsi itu berduka, dan anak2kehilangan keceriaannya, maka dongeng adalah sebuah obat mujarab bagi mereka. Saya berusaha menghibur mereka semampu saya. Kadang saya mendongeng, kadang saya mengajak mereka bermain, kadang juga saya berusaha menghibur orang tua mereka dengan bercanda dan berusaha memberikan harapan bahwa keadaan akan membaik.
Disana pula saya melihat bagaimana bapak2dan mas2 dari kesatuan prajurit baik TNI maupun POLRI bahu membahu untuk menanggulangi bencana. Dari mulai mencari korban yang hilang, membangun tenda untuk para pengungsi, bahkan membuatkan makanan di dapur pengungsian.
Dan saat saya berada disana, sudah sekian hari bencana berlangsung sehingga hiruk pikuk pekerja media telah berkurang. Mereka tetap bekerja sesuai dengan tugas yang diberikan komandannya tanpa peduli diliput atau tidak oleh media. Sehingga bolehlah saya mengatakan bahwa mereka lolos dari tuduhan pencitraan (pada masa itu belum booming istilah pencitraan ;p)
Inti cerita saya adalah, please jangan menghujat siapapun, dalam setiap bencana apapun yang terjadi, jika tidak sesuai dengan apa yang kita bayangkan terhadap tindakan apapun yang dilakukan mereka dalam menanggulangi bencana. Karena kita tidak tahu pasti kondisi real yang terjadi di lapangan. Kesulitan2apa yang mereka alami, kendala2apa yang terbentang di depan mata, dll.
Disinilah perlunya tetap berpikir positif dalam keadaan apapun. Karena pikiran negatif tanpa kerja nyata juga tidak akan membantu menyelesaikan persoalan. Jika kita merasa bahwa ada hal yang kurang dilakukan, saran saya adalah berikan mereka masukan. Kritik boleh tapi hujatan jangan. Berkatalah dengan baik dan jangan kasar, sinis atau hal2lain justru akan memperparah keadaan. Jika tidak bisa membantu, maka doakanlah hal yang baik segera terjadi.
Kembali kepada tragedi Air Asia QZ8501. Sekecil apapun harapan yang ada, mari kita nyalakan dan terus doakan, semoga segera ada kejelasan nasib dari para penumpang dan awak pesawat. Semoga jika memang hal yang terburuk terjadi -apapun itu-, maka keluarga korban yang ditinggalkan bisa diberi kekuatan untuk melanjutkan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H