Mohon tunggu...
Vika Chorianti
Vika Chorianti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pecinta buku, musik dan movie

Wedding Organizer yang sangat mencintai dunia tulis menulis dan membaca buku ;)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlunya Tetap Berpikir Positif Dalam Keadaan Apapun; Tragedy Air Asia QZ8501

31 Desember 2014   06:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:08 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia Penerbangan Kembali Berduka. Sebuah Pesawat Penerbangan Udara Komersil -Air Asia QZ8501- dikabarkan kehilangan kontak dengan menara pengawas 8 menit setelah pesawat tersebut lepas landas. Berita terbaru mengabarkan bahwa ditemukan sebagian kecil puing pesawat dan 6 jenazah korban meninggal dunia di perairan laut di wilayah Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Badan pesawat memang belum ditemukan dan sebagian besar penumpang yang berasal dari Surabaya dan 3 Warga Negara Asing, yang sedianya akan menuju Singapura dengan bertolak dari Bandara Internasional Juanda Surabaya, juga belum ditemukan. TNI AL dan TNI AU serta Basarnas pun telah dikerahkan guna menjajaki kemungkinan menemukan puing bagian pesawat lainnya maupun korban lainnya.

Saya melihat Pemerintah sudah mulai sigap dalam menghadapi bencana. Hal ini bisa dilihat dari kinerja aparat pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang segera melakukan tindakan pasca adanya informasi hilangnya pesawat Air Asia sesaat setelah lepas landas.

Pemerintah Pusat selain menerjunkan aparatnya juga menyampaikan ucapan bela sungkawa yang mendalam terhadap keluarga korban yang berada dalam daftar penumpang pesawat naas tersebut. Pemerintah Daerah juga tak kapah sigap. Walikota Surabaya, Tri Risma Harini segera datang ke Crisis Center di Bandara Juanda untuk memantau secara langsung proses pencarian bahkan turut serta dalam menenangkan massa yang histeris. Bahkan dalam salah satu tayangan televisi diperlihatkan Bu Risma turut serta menggotong salah satu keluarga korban yang histeris pasca melihat siaran berita yang memperlihatkan tubuh korban tanpa adanya filter atau blur.

Ditengah peristiwa yang masih berlangsung, saya merasa prihatin saja melihat masih banyak pihak2yang menghujat kinerja aparat pemerintah dari mulai pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Ada yang menilai kinerja mereka terlalu lamban, respon yang diberikan tidak sesuai yang mereka harapkan, ada yang menanyakan mengapa pencarian di malam hari dihentikan, bahkan sampai ada yang menganggap bahwa wajah yang ditampilkan oleh Wapres Jusuf Kalla terlalu lempeng dalam menyampaikan pernyataan ikut berbela sungkawa.

Terus terang saya prihatin. Saya sangat prihatin. Sebagai orang yang pernah ikut menjadi sukarelawan yang terjun langsung ke daerah bencana pada saat kuliah, sedikit banyak saya tahu bagaimana peran pemerintah berupaya keras untuk menanggulangi bencana. Pemerintah yang saya maksud disini salah satunya adalah aparat TNI dan Polri yang tidak hanya bergerak di garda depan pertahanan nasional namun juga pada saat bencana.

Saya teringat dulu saat masih di BEM FASA (belum jadi FIB seperti sekarang), saya dengan kawan2dari sastra menjadi sukarelawan yang dikirim langsung ke bencana longsor di Jember. Kami tergabung dalam BEM UA yang peduli bencana. Jujur saat itu saya tidak punya keahlian apa2. Jangankan keahlian seperti yang diajarkan di Pramuka, keahlian dasar seperti memasak pun saya lemah. Namun saya tidak patah semangat dan tetap ingin bergabung dalam tim sukarelawan tersebut.

Sehingga saat ditanya apa keahlian saya oleh ketua BEM UA, saya berpikir cukup lama dan hanya menyebutkan satu keahlian yang tidak meyakinkan. Mendongeng. Yup, mendongeng. Konyol kan? Ketua BEM UA saat itu memandang saya dengan putus asa seakan tidak yakin bahwa jawaban itu yang keluar dari mulut saya. Tetapi karena setiap hati yang tergerak dan mau untuk terjun langsung sangat dibutuhkan dan sedikit sekali mahasiswa yang mau bergabung (karena saat itu liburan semester sehingga banyak mahasiswa yang pulang kampung), akhirnya saya pun lolos verfikasi awal sebagai tim tanggap darurat bencana.

Saat tiba di lokasi bencana, ternyata, keahlian apapun tidak akan berguna jika kamu tidak mau bekerja. Pada saat kita terjun langsung ke lokasi bencana, orang tidak akan bertanya seberapa pandai kamu, namun seberapa kamu tanggap dalam membantu mengatasi semua permasalahan yang muncul dilapangan. Kondisi yang ada dilapangan selalu unpredictable sehingga kita dipaksa untuk selalu siap menghadapi kemungkinan2yang terjadi yang tidak pernah kita bayangkan.

Dan ajaibnya, justru keahlian yang saya sebutkan yang berguna di lapangan. Ketika semua pengungsi itu berduka, dan anak2kehilangan keceriaannya, maka dongeng adalah sebuah obat mujarab bagi mereka. Saya berusaha menghibur mereka semampu saya. Kadang saya mendongeng, kadang saya mengajak mereka bermain, kadang juga saya berusaha menghibur orang tua mereka dengan bercanda dan berusaha memberikan harapan bahwa keadaan akan membaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun