Mohon tunggu...
Devi Juniarsih
Devi Juniarsih Mohon Tunggu... Lainnya - NO

#GoBlog

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kalau Harga Kebutuhan Naik Kita Bisa Apa?

1 September 2015   11:46 Diperbarui: 1 September 2015   11:46 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Teh, saya punya uang sepuluh ribu bisa dapet apa aja?”, begitu lah saya kalau makan siang di warung Teteh Kuningan depan pabrik, sambil bawa taperwer untuk tempat makanan yang saya beli (ceritanya diet kantong plastik dan mengurangi sampah, tapi jadi boros air nyuci taperwer). Saya cerita ke mama, dan beliau komentar “Ih, ngerakeun, kawas nu boga duit ngan sakituna”. Terus dapet apa aja saya dengan uang 10.000 rupiah? Nasi, sayur, dan ayam. Kok murah amat, Dev? Ya berhubung saya kerja di pinggiran jadi harga masih agak lumayan.

Nah, menu sejumlah itu adalah setelah ramai kenaikan harga bahan pokok belakangan ini. Sebelumnya, dengan uang sepuluh ribu itu kita bisa dapat nasi, 2 jenis sayur dan ayam/ikan. Naiknya memang ngga terlalu signifikan ya. Untuk kenaikan ini saya ngga terlalu ngeh juga sih, karena ngga selalu makan di kantor, akibat dari jadi mbak-mbak kantoran gagal yang seringkali ke kantor cuma numpang lewat.

Eh, secara keseluruhan sebetulnya saya sih tidak merasakan kenaikannya secara langsung ya, cuma nonton di tivi, obrolan di kantor dan keluhan mama saya dan teman-temannya. Saya kan jarang sekali ya belanja kebutuhan pokok, jadi ketika belanja harganya naik saya ngga ngeh, wong harga terakhir kali belanja aja saya sudah lupa saking jarangnya bergaul sama Amang Sayur.

Nah, mama saya sebagai pelanggan setia tukang sayur yang ngiter di sekitar rumah yang paling merasakan kenaikan harga, apalagi di tukang sayur keliling ya, harganya beda sekali dengan harga pasar. Kan ya kita tinggal nongkrong cantik di depan rumah pagi-pagi pakai daster di jam lewatnya dia, tanpa harus ngeluarin ongkos dan capek ngiter-ngiter pasar sambil becek-becekan.

Harga daging sapi naik, ayam naik, timun naik, bayem naik, lah tadinya kita mau stop daging-dagingan mau beralih ke sayuran eh sayuran ngikut naik juga. Aduh.

Pindah aja yok ke daerah dataran tinggi biar bisa nanem sayur sendiri. Terus, melihara ayam, bikin kolam ikan, wiiih. Melihara sapi juga? Itu mah butuh biaya banyak dan lahan yang ngga sedikit. Jadi lah di perkotaan sepi, orang-orang pindah ke daerah, simsalabim, daerah yang tadinya sepi jadi rame terus investor rame-rame beli lahan disana, terus di bangun mall, terus daerah pedesaan dataran tinggi jadi kota. Ealah, kok ngaco kamu, Dev!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun