Mohon tunggu...
Devi Fitria Rasim
Devi Fitria Rasim Mohon Tunggu... pegawai negeri -

I love my self

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seminggu Tanpamu

21 Februari 2014   18:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:36 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sudah seminggu saya melepas kamu. dan ini kali pertamanya saya mengalah dalam hal yang orang bilang “Cinta”. Memaksa diri saya menelan duri demi kebahagiaan kamu. Mamaksa saya membiarkan hal bernama Cinta itu merobek hati saya yang begitu setia, dengan mudahnya hingga berdarah-darah. Ya, mudah sekali seperti merobek sehelai kertas. Dan saya tidak pernah menyesal karena sudah mencintai kamu sedalam ini. Saya tidak pernah menyesal karena saya harus berkorban sebanyak ini. Yang saya sesalkan hanya: kenapa tidak dari dulu saya melepas kamu, kenapa saya begitu bodoh karena terus memperjuangkan kamu.

Lelaki, saya ikhlas kamu pergi dengan wanita itu. Saya telah merelakan kamu bersamanya. Memang saya akui, saya masih mencintai kamu dengan segenap jiwa saya. Saya tidak munafik jika saya masih menginginkan kamu disini. Karena dulu kita pernah saling mempertahankan. Karena dulu kita pernah saling mencintai. Dan dulu kita pernah saling takut kehilangan. Itu dulu, jauh sebelum kamu mengenal dia. Dulu, jauh sebelum kamu berubah sehebat ini. Lelaki, saya tidak pernah lupa kata-kata semangat yang selalu kamu ucapkan setiap pagi sebelum kita beraktifitas. Saya tidak pernah lupa setiap garis senyuman yang kamu kembangkan untukku jika kita bertemu. Saya tidak pernah lupa apapun yang pernah kamu berikan kepada saya. Bolehkan saya selalu mengenangnya?

Lelaki, hari ini saya begitu merindukan kamu. Begitu memikirkan kamu. Begitu ingin memeluk kamu. Seperti dulu setiap kamu pulang. Seperti dulu saat kamu menenangkan saya. Tapi saya harus menahan segala rindu ini karena saya sadar kamu bukan milik saya lagi. Saya harus menahan diri saya untuk bertemu dengan kamu. Walau saya sangat ingin sekali melihat senyuman itu. Tapi, bolehkah saya memeluk foto kamu yang bertaburan di lantai kamar saya untuk sekedar meringankan rindu ini? Bolehkah?

Lelaki, kamu tahu apa yang saya takuti setiap harinya? Dan selalu membuat saya khawatir setiap harinya? Saya takut jika semuanya berbalik dan itu akan menyakitkan kamu. Saya khawair jika apa yang saya rasakan bisa kamu rasakan juga. Disakiti oleh wanita yang sangat kamu cintai. Dikhianati oleh wanita yang kamu pilih. Dihancurkan hatinya oleh wanita yang kamu anggap dialah yang terbaik dari segalanya. Saya tidak ingin hati kamu remuk. Tapi saya yakin dia tidak seperti itu. Saya yakin dia sangat mencintai kamu. Saya yakin dia bisa membahagiakan kamu, seperti janjinya kepada saya.

Sudahlah, saya hanya ingin hati kamu selalu utuh. Saya hanya ingin kamu baik-naik saja bersamanya. Meski bagi oranglain saya adalah makhluk terbodoh yang pernah mereka temui. Yang merelakan puluhan airmatanya menetes demi kamu. Yang membiarkan ratusan kenangan memenuhin dadanya hingga sesak. Yang membiarkan ribuan hari yang dia lalui bersama kamu dia anggap akan berakhir bahagia tapi malah menghancurkan hidupnya Tapi, inilah cinta saya yang sesungguhnya untuk kamu. Inilah rasa sayang saya yang sebenarnya. Tolong, jangan pernah tanyakan kenapa? Karna inilah yang hati saya ingin lakukan tanpa mengikutsertakan logika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun