Dalam kehidupan yang penuh huru-hara ini, tentu saja saya pernah mengalami moment buruk di mana hubungan yang terjalin dengan baik akhirnya berakhir. Baik itu dalam percintaan, pertemanan, HTS-an, dan lainnya.
Setelah hubungan saya berakhir, ada satu pertanyaan yang terus terngiang, "Kalau kita ngobrol baik-baik, bukankah mungkin semuanya bisa diperbaiki?" Tapi nyatanya, obrolan itu nggak pernah terjadi.
Kita berpisah begitu saja. Tanpa drama besar, tanpa penjelasan panjang, dan yang paling bikin menggantung, tanpa closure.
Awalnya, tentu ada rasa nggak tenang. Kayak ada halaman yang belum selesai dibaca, atau film yang tiba-tiba dipotong di tengah jalan. Tapi makin ke sini, saya justru merasa mungkin ini memang cara terbaik.
Perpisahan tanpa closure bukan berarti kita kalah atau gagal, tapi mungkin... itu jalan menuju tenang. Dan ini tiga hal yang akhirnya saya pelajari:
1. Closure Itu Nggak Selalu Datang dari Orang Lain, Kadang Harus Kita Ciptakan Sendiri
Dulu saya pikir, saya butuh dia buat menenangkan hati saya. Butuh penjelasan, butuh alasan. Tapi ternyata, terus menunggu penjelasan itu justru bikin saya terjebak.
Sekarang saya sadar, closure itu bukan soal apa yang dia katakan, tapi bagaimana saya memutuskan untuk berhenti mencari jawabannya. Kadang, keputusan untuk move on itu datang bukan karena kita paham semua alasan, tapi karena kita lelah bertanya terus-menerus.
2. Kalau Memang Masih Bisa Bareng, Waktu Akan Membawa Kita Kembali dengan Versi yang Lebih Baik
Saya masih percaya, kalau memang takdirnya kita bersama lagi, nanti kita akan bertemu lagi sebagai dua orang yang lebih siap, lebih dewasa. Tapi kalaupun nggak, nggak apa-apa juga.
Sekarang fokus saya bukan untuk kembali, tapi untuk memperbaiki diri. Saya sedang dalam proses upgrade dan update diri, bukan demi dia, tapi demi saya sendiri. Dan kalau suatu hari jalan kita bertemu lagi, semoga kita bisa saling menyapa sebagai versi terbaik masing-masing.