'Melajang Menjalang' adalah judul novel yang langsung membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama karena judulnya yang terkesan sadis. Novel karya Bagja Pratama ini ceritanya cukup menarik dengan pilihan kalimat yang kreatif. Feel cerita tidak mengecewakan karena dikemas dalam kalimat yang cerdas. Novel ini cukup sesuai dengan perasaanku karena Mesialuna, tokoh utama dalam novel ini tidak percaya dengan cinta, sama dengan bagaimana aku memandang cinta.
      Mesialuna, yang biasa dipanggil Luna bisa dibilang adalah gadis yang memiliki segalanya. Cantik, kaya dan pendidikannya juga tidak mengecewakan. Dia bahkan kuliah di 2 universitas, bukan karena kecerdasannya tapi lebih karena mengikuti jurusan yang diinginkan ayahnya dan jurusan yang diminatinya, namun secara akademis Luna memang tidak terlalu mengecewakan.
Luna adalah gadis modern yang membawa dirinya larut dalam globalisasi. Dia tidak keberatan untuk merokok, namun juga tidak berlebihan demi menjaga tubuh cantiknya, yang baginya adalah aset. Luna juga tidak keberatan dengan konsep seks bebas, tidak masalah toh dia tidak percaya cinta.
Disamping semua yang dimiliki Luna, sebenarnya dia adalah anak dari keluarga broken home. Orang tuanya bercerai sejak Luna masih kelas 2 SD. Sejak saat itu dia ikut dengan ayahnya yang sayangnya juga jarang dirumah karena urusan pekerjaan di Belgia. Di rumah Luna lebih sering bersama pembantu dan sopirnya. Meskipun ayahnya sangat menyayangi Luna, namun tetap saja dia menjadi anak yang kurang kasih sayang.
Sebagai seorang gadis yang menginjak usia 18, pergaulan Luna bisa dibilang bar-bar. Teman-temannya bahkan menilai Luna adalah gadis yang buruk, bahkan sampai mengatakan dia adalah pelacur. Â Namun meski demikian Luna memiliki pandangan sendiri tentang bagaimana dia bersikap dan mengambil keputusan.
Luna berada dalam masa-masa yang buruk ketika akhirnya ayahnya meninggal di Belgia. Kini dia merasa sendiri karena bahkan teman-teman yang selama ini dianggapnya cukup dekat ternyata tidak sebaik yang dia kira. Entah karena teman-temannya yang memiliki sisi buruk atau sikap Luna sendiri yang di beberapa sisi melukai teman-temannya.
Ending dari novel ini sama dengan kesan yang tertangkap dari judulnya, sadis. Di ending cerita Luna tidak diceritakan happily ever after layaknya kisah-kisah drakor. Karena ending yang sadis inilah novel ini tampak realistis untuk dinikmati. Tidak berlebihan sekaligus juga memberikan beberapa pengetahuan dan pandangan baru.
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H