Pertanyaan diatas sudah menjadi pertanyaan wajib dan favorit bagi sebagian besar Wajib Pajak, masyarakat atau audiens yang hadir dalam setiap sosialisasi yang diselenggarakan oleh kantor pajak. Pertanyaan yang seringkali membuat para pegawai pajak mati kutu untuk menjawabnya. Bukan karena mereka tidak mampu menjawabnya, tapi lebih karena tugas mereka yang memang hanya mengumpulkan uang pajak itu sendiri. Kalau pun dipaksakan untuk menjawab, bisa dipastikan akan muncul pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang semakin menukik dan membuat petugas pajak tersudut.
Seperti misalnya ketika petugas pajak mencoba memberikan jawaban bahwa pajak itu antara lain untuk membangun sekolah, membangun jalan, membiayai dana BOS sampai membayar pegawai negeri sipil yang menjadi pelayan masyarakat. Bisa dipastikan akan muncul pertanyaan yang berikutnya seputar kenapa banyak sekolah yang mau rubuh, masih berdiri dilahan sengketa, jalan yang masih rusak dan berlubang, sekolah juga masih harus bayar dan masih banyak pungutan-pungutan oleh badan layanan masyarakat. Ada satu jawaban “aman” yang memang benar adanya yaitu dengan menjelaskan posisi Direktorat Jenderal Pajak yang hanya bertugas untuk mengumpulkan pajak dan ada instansi lain yang bertugas untuk memanfaatkannya. Tetapi seperti yang sudah-sudah, jawaban tersebut terkesan hanya sebagai jawaban normatif dan ujung-ujungnya tetap tidak menjawab pertanyaan masyarakat.
Direktorat Jenderal Pajak adalah bagian dari pemerintah, dan memang sudah harusnya bersinergi dengan elemen pemerintah lainnya, dalam hal ini bersama-sama mengedukasi masyarakat bahwa uang pajak dimanfaatkan kembali untuk kepentingan masyarakat. Suatu misal, sebuah iklan layanan masyarakat tentang sosialisasi dana BOS atau layanan kesehatan gratis, dibagian akhir iklan menyebutkan bahwa layanan masyarakat tersebut terselenggara berkat pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Atau mungkin papan iklan dijalan-jalan yang menyebutkan bahwa jalan yang dilewati oleh para pengguna jalan tersedia berkat pastisipasi masyarakat dalam membayar pajak. Hal yang sederhana memang, tetapi akan cukup efektif merasuk dibenak pemirsa atau pembaca iklan yang kebetulan sedang nonton siaran televisi atau lewat dijalan dimana iklan tersebut dipasang.
Tetapi melihat kondisi negara kita, harapan sinergi itu masih jauh panggang dari api. Direktorat Jenderal Pajak tidak bisa berharap banyak kepada instansi lain untuk membantu menumbuhkan kesadaran dalam membayar pajak. Bisa jadi, instansi-instansi tersebut juga kurang memahami bahwa dana yang mereka pergunakan berasal dari pajak. Sebagai contoh, masih banyak kepala daerah atau pejabat pemerintah daerah merasa bahwa dana yang mereka kelola untuk membangun daerahnya murni berasal dari retribusi atau penerimaan daerah lainnya. Dan selanjutnya tidak jarang timbul keengganan dari para stake holder tersebut untuk membantu dan mendukung Direktorat Jenderal Pajak dalam mensosialisasikan tentang pentingnya pajak.
Ketika hal-hal diatas terjadi, maka tidak ada jalan lain bagi Direktorat jenderal Pajak selain mengambil inisiatif dengan melakukan kegiatan edukasi sendiri tanpa menunggu pemangku kepentingan lainnya. Sudah saatnya Direktorat Jenderal Pajak membuat edukasi tentang manfaat pajak secara lebih konkrit dan mengena, tidak hanya dengan slogan “Lunasi Pajaknya, Awasi Penggunaannya” atau “Orang Bijak, taat Pajak”. Slogan-slogan tersebut memang bagus, tetapi rasanya masih diawang-awang. Dibutuhkan dua sampai tiga level pemahaman untuk benar-benar mengerti tentang arti kata slogan tersebut. Slogan pertama misalnya, orang baru akan sadar maksud dari jargon tersebut ketika tahu bahwa yang menggunakan dana pajak bukanlah Direktorat Jenderal Pajak. Atau slogan kedua yang baru akan dimengerti oleh masyarakat bila mereka tahu bahwa pajak adalah kewajiban seluruh warga.
Idealnya adalah Direktorat Jenderal Pajak membuat sebuah MoU yang isinya menitipkan kepada instansi pengguna atau pengelola dana pajak untuk memberikan sedikit catatan pada setiap produk yang diselenggarakan/dibuat/dibangun oleh instansi untuk kepentingan bersama, sebuah pesan tentang adanya dana pajak dibelakang terselenggaranya layanan atau sarana/prasarana yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Tetapi ketika hal tersebut dirasa susah untuk dilaksanakan maka pilihannya adalah membuat sosialisasi dan edukasi sendiri dengan menempel pada setiap layanan dan atau sarana dan prasana umum yang sudah jelas manfaat dan peruntukkannya. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat memperoleh pemahaman bahwa uang pajak yang mereka bayarkan tidak hilang begitu saja. Masyarakat dapat secara langsung merasakan jerih payah mereka dalam membangun negara. Dan yang menjadi tujuan akhir dari edukasi ini adalah timbulnya kesadaran bahwa pajak itu baik, pajak itu penting dan membayar pajak itu adalah suatu kebanggaan.
Dalam pengertiannya, pajak memang kontribusi wajib dan dalam pemungutannya dapat dipaksakan, plus tidak ada imbalannya secara langsung. Tetapi yang patut digarisbawahi adalah masyarakat adalah manusia, yang akan tersentuh hatinya ketika kita menggunakan cara yang santun, komunikatif dan informatif ketika menyampaikan tentang pentingnya pajak untuk kemakmuran rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H