Mohon tunggu...
Devidia Tri Ayudiansyah
Devidia Tri Ayudiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - #akuberpikirmakaakuada

Nulla Tenaci Invia Est Via~

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pandemi Jadi Alarm Lanjutan untuk Sinetron Indonesia

20 Mei 2020   15:29 Diperbarui: 20 Mei 2020   15:36 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah pandemi corona virus diseases 19 (COVID-19) ini, himbauan untuk tetap berada di rumah semakin digencarkan. Hal ini ikut mendorong semakin dekatnya masyarakat pada akses film atau juga drama. Hallyu atau gelombang Korea di Indonesiapun semakin melebarkan sayap. Di tambah dengan keadaan drama korea yang banyak menjadi trending topic di media sosial, Hallyu tidak hanya mewakili penggemar lama dari Korean Pop(K-pop) atau juga Korean Drama (K-Drama). Trending topic tentang drama korea membawa beberapa orang menjadi hallyu baru dadakan.

Mirisnya di lain sisi, sinetron Indonesia belum mampu memanfaatkan momen ini. Peminat sinetron Indonesia semakin teralih. I-flix sebagai salah satu penyedia film dan drama online melalui riset terbarunya menyatakan bahwa di Indonesia termasuk saat ini, jumlah peminat pada K-drama tetap dominan daripada sinetron Indonesia. Padahal kuantitas antara keduanya disediakan dalam jumlah yang tidak timpang.

Sebenarnya fakta ini bukan kali pertama yang ada, bahkan sebelum kedekatan antara masyarakat dan film di tengah pandemi ini terjadi. Sinetron Indonesia sudah berulang kali mendapatkan semacam alarm untuk menyesuaikan diri. Mulai dari lelucon yang ramai dibawakan warga pengguna internet berbahan sinetron Indonesia. Misalnya adegan kesedihan yang dibawakan Naysila Mirdad "Aku jijik sama mas, aku benci", yang banyak diplesetkan. Atau juga beberapa skema pemasangan alat medis yang dianggap tidak realistis, kecelakaan mobil yang lukanya selalu ada di jidat padahal posisi kecelakaan di kaki, dan beberapa hal lain yang lagi-lagi menjadi bahan lelucon masyarakat internet Indonesia.

Kebiasaan dari sinetron Indonesia di berbagai saluran Televisi (TV) ialah pemilihan tema berdasarkan tingkat booming (Prananto, 2003).  Apabila tema manusia jadi-jadian memiliki rating tinggi, maka sinetron lain dengan topik bahasan manusia jadi-jadian beragam versi akan menyusul untuk diluncurkan. Beberapa saluran TV akan ikut berlomba menayangkan yang semacamnya. Dan ketika tema tentang anak motor menjadi booming terbaru, tema manusia jadi-jadian bisa dihentikan paksa dengan alur cerita yang kurang cocok menjadi ending. "Padahal perhitungan rating tontonan di Indonesia yang diserahkan pada pasar, tidak bisa sepenuhnya dipercaya. Yang harus menjadi ukuran tetap pada kualitas tontonan." Ujar Muhamad Heychael selaku pengamat siaran publik.

Seharusnya fenomena ini perlu dikaji dan dipertimbangkan. Terlebih hal ini juga menjadi saksi perjalanan menuju kerasionalan dari para penonton Indonesia. Mulai ada pemilah-milahan mana tontonan yang realistis, tidak membosankan, dan berkualitas baik. Pada alarm untuk sinetron Indonesia yang kesekian ini, melalui pandemi dan keberpihakan masyarakat pada tontonan K-Drama, maka sinetron Indonesia harus melakukan inovasi atau pembaharuan. Baik dari sistem penyusunan sinetron sampai juga penyusunan alur cerita.

Drama korea terkini yang tengah mencuri hari masyarakat Indonesia ialah The World of The Married. Jika ditelisik padahal jenis cerita yang ditawarkan tidak jauh berbeda dari tayangan sinetron Indonesia. Menampilkan seputar kisah keluarga dan prahara rumah tangga ketika adanya orang ketiga hadir. Lantas, mengapa masyarakat cenderung memilih K-Drama ini, dibanding sinetron Indonesia. Ada hal menarik dari K-drama yang bukan hanya pada paras wajah para pemeran, atau suguhan kiss scene saja. Mengingat faktanya, K-Drama The World of The Married paling banyak menyuguhkan adegan dewasa, hingga selama penayangan di Korea pada akhirnya diberikan batasan umur untuk tayangan ini.

K-drama, termasuk serial The World of The Married memiliki sistem penyusunan melibatkan kekonsistenan para tim kreatif, penulis, pengambil gambar hingga editor. Kekonsistenan yang dimaksudkan ialah, konsep cerita yang dibawakan tidak berubah-ubah dan dipatenkan sebelum saat teknis syuting dijalankan. Sehingga hal ini membuat pembawaan karakter dari pemeran dapat disesuaikan dan dimaksimalkan. Alur cerita yang dibuat dari K-drama juga selalu menambahkan konflik di setiap akhir episode, yang membuat penonton penasaran akan kelanjutan ceritanya.  Serta konflik yang disusun tidak terlalu menjauhi keadaan realita. Intinya K-Drama The World of The Married ini sangat related dengan kehidupan sehari-hari dan tidak membosankan karena konflik meningkat dari tiap episodenya.

Penggarapan The World of The Married ini sesuai dengan konsep penggarapan tayangan yang ideal. Dimana melibatkan kekonsistenan tim kreatif serta pemaksimalan kinerja penulis. Termasuk penyusun dan pematenan naskah,  wajib memiliki alur kerja yang baik hingga pada tahap riset konflik dan kerealistisan cerita (Prananto, 2003). Hal tersebut menjadi kesulitan tersendiri jika diterapkan di sinetron Indonesia yang tersistem stripping atau syuting harian dengan penayangan di layar kaca yang juga setiap hari. Dengan fakta yang ada bahwa, pembuatan naskah dalam sinetron Indonesia, digarap secara harian. Syuting untuk malam hari, cerita dibuat pada pagi hari. "Hal inilah yang membuat sinetron Indonesia jeleknya minta ampun."Ucap Nafa Urbach, salah satu artis tanah air.

Jika tidak memenuhi konsep penggarapan film atau tayangan yang baik dengan ketersediaan waktu yang mencukupi, seharusnya sinetron Indonesia tidak stripping. Hal ini berpengaruh pada kualitas yang dibawakan dari cerita. Kesuksesan The World of The Married ini seharusnya dapat menjadi benchmarking. Mengingat sinetron cukup menjadi teman baik bagi beberapa masyarakat Indonesia, maka cerita yang memiliki kualitas baik, dengan pesan yang baik akan memberi kontribusi pembentukan daya pikir masyarakat juga.  Selain itu jika dibiarkan sinetron Indonesia tanpa inovasi dan berkurang peminat ini, tentu akan membawa kerugian biaya produksi sinetron kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun