Allah menciptakan manusia dan memberinya emosi psikologis yang berbeda-beda seperti cinta, kebencian, ketakutan, kemarahan, dll. Setiap manusia merasakan emosi tersebut dalam dirinya sesuai dengan kondisi dan keadaan. Dengan demikian, dia suka atau tidak suka, menjadi takut atau marah dalam situasi dan kondisi tertentu.
Emosi dimulai di dalam dua struktur otak berbentuk almond yang disebut amigdala. Amigdala adalah bagian otak yang bertanggung jawab untuk mengidentifikasi ancaman dan mengirimkan peringatan ketika ancaman teridentifikasi yang membuat manusia mengambil langkah untuk melindungi diri sendiri
Salah satu bentuk emosi adalah marah. Marah merupakan emosi yang ditandai dengan adanya perasaan tidak senang yang intens. Dalam kehidupan sehari-hari, akan selalu ada beberapa hal yang membuat manusia marah, contohnya ketika ada orang yang memotong antrian. Ketika merasa marah, ada banyak macam cara mengekspresikannya, seperti menangis, merenung, menarik napas dalam-dalam, atau berteriak.
Marah merupakan salah satu emosi primer yang dimiliki manusia. Menurut teori James-Large, manusia menerima stimuli sensorik yang menginduksi emosi yang diterima dan di interpretasikan oleh korteks. Interpretasi oleh korteks akan memicu perubahan pada organ-organ visceral melalui sistem saraf otonom dan pada otot-otot skeletal melalui sistem saraf somatik yang akhirnya memicu pengalaman emosi di otak.Â
Pengalaman-pengalaman emosi ini akan memacu aktivitas dan perilaku otonom seperti detak jantung yang kuat (Pinel, 2018). Menurut model kubus emosi tiga dimensi Lovheim (dalam Pinel, 2018), kemarahan dihasilkan oleh kombinasi serotonin rendah, dopamine tinggi, dan noradrenalin yang tinggi.
Saat manusia marah, otot tubuh akan menegang. Di dalam otak terdapat bahan kimia neurotransmitter yang dikenal sebagai katekolamin yang ketika dilepaskan akan menyebabkan manusia mengalami ledakan energi yang berlangsung hingga beberapa menit. Ledakan energi ini yang sering kita sebut sebagai marah.Â
Pada saat yang sama detak jantung, tekanan darah, dan laju pernapasan akan meningkat. Wajah manusia akan memerah karena peningkatan aliran darah yang memasuki anggota tubuh.Â
Perhatian atau fokus manusia akan menyempit dan terkunci pada target kemarahan. Maka dapat dikatakan bahwa marah itu seperti mabuk. Dalam kedua kasus tersebut, manusia tidak tahu dan tidak sadar apa yang sedang dilakukannya, bisa saja ia menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Dalam Islam dan sebagai mulim, manusia dianjurkan untuk menahan marah. Seperti yang tertera pada hadits di bawah ini:
: ( )
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata, seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu'alaihi wa sallam, "Berilah aku wasiat." Beliau menjawab, "Janganlah engkau marah." Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (selalu) menjawab, "Janganlah engkau marah." (HR. Bukhari)