Mohon tunggu...
Deviatul Kh
Deviatul Kh Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Patriaki yang Kian Membelenggu

22 Agustus 2024   14:07 Diperbarui: 22 Agustus 2024   19:20 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Patriaki Yang Kian Membelenggu

Deviatul Khavivah, 1123016 Hukum Keluarga Islam 

INISNU Temanggung

     Patriaki adalan sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebegai pemegang kekuasaan utama yang mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas, moral, hal sosial dan penguasaan properti. Dalam domain keluarga, sosok yang disebuat ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda.

 

      Hal sebaliknya yaitu sistem matriaki atau feminisme yang memiliki sikap keterbalikan dengan patriaki. Pada sistem matriaki, perempuan memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan dan menentukan kebijakan bagi komunitasnya, perempuan merupakan pusat kehidupan sosial dan memiliki pengaruh cukup signifikan dalam setiap pengambilan keputusan, khususnya keputusan penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Selain itu, dalam sistem matriaki, keturunan disusun secara matrilineal atau sistem keturunan yang ditarik menurut garis keturunan ibu.

 

        Praktik budaya patriaki masih membelenggu sebagian masyarakat Indonesia sampai saat ini. Hasil dari praktik tersebut menyebabkan berbagai masalah sosial di Indonesia, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan dan kekerasan seksual, pernikahan dini dan stigma mengenai perceraian. Dalam kasus pelecehan seksual, budaya patriaki memberikan kontruksi dan pola pikir apabila laki-laki berkaitan erat dengan ego maskulinitas seemtara feminitas sendiri diabaikan dan dianggap sebagai sesuatu yang lemah. Maka dari itu banyak perempuan yang menderita akibat dari dampak kekerasan yang berasal dari budaya patriaki sehingga perempuan bertekad untuk melawan. Tak luput dari perjuangan pahlawan kita beliau adalah RA Kartini yang berjuang untuk memajukan kaum pribumi agar tidak dipandang rendah, beliau ingin menunjukkan bahwasannya wanita juga bisa memiliki peran yang lebih dari sekedar berdiam diri dirumah.  

 

            Contoh di era sekarang banyak pegawai atau bahkan penjabat dapat diduduki oleh seorang wanita itu berkat perjuangan beliau RA Kartini, wanita mendapat emansipasi dan mendapat kebebasan dalam mengenyam pendididkan. Namun meskipun emasipasi telah didapatkan faktanya masih banyak juga di zaman sekarang yang masih terikat dengan patriaki, karena patriaki telah membudaya didalam masyarakat terlebih di bidang keluarga, sehingga masyarakat yang dulu terkena dampak patriaki sebagian orang berpikir patriaki memang mutlak bahwa wanita “umumnya” seperti ini dan itu, seakan patriaki itu sebuah kodrat. Juga ada orang yang berpikiran bahwa tugas wanita itu hanya “3 Ur” (sumur, dapur dan kasur) yang artinya pekerjaan wanita itu hanya disumur seperti mencuci, dapur diartikan memasak dan kasur yang diartikan wanita melayani suaminya. Sehingga jika ada wanita yang berkarir itu dianggap kapitalis.

 

             Ada pendapat juga yang masih mengikat masyarakat tentang wanita, sebagai contoh “untuk apa wanita sekolah tinggi?, nanti ujungnya juga didapur” pendapat tersebut tidak salah namun juga tidak dibenarkan, disisi lain perkataan itu dapat melukai dan menjatuhkan mental anak perempuan yang sebenarnya memiliki kompentensi dan semangat berpendidikan/belajar yang tinggi, namun terkadang menjadi hancur karena orang tuanya masih memiliki pemikiran patriaki, yang pasti tidak atau dengan sangat berat mengizinkan anaknya melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Hal ini dapat merusak serta mempengaruhi pola pikir anak, jika suatu ketika anak tersebut mempunyai anak perempuan juga, dapat berkemungkinan mempunyai pemikiran patriaki juga, karena dulu dia tidak mendapatkan hak dari orang tuanya. Dan anak tersebut seakan balas dendam kepada anaknya sendiri atas apa yang dilakukan orang tuanya dulu karena perasaan tidak terima. Beberapa contoh diatas yang menjadi penyebab utama dari belenggu budaya patriaki yang merebak di khalayak masyarakat. Akan tetapi tidak semua orang yang dulu terkena patriaki oleh keluarga sebelumnya belum tentu akan berbuat patriaki juga kepada anak cucunya, mungkin ada yang bertekad memutus patriaki agar anak cucu tidak terbebani. Semua kembali ke cara dan arah berpikir masing-masing setiap individu. Dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa wanita itu bukan berdiri dibelakang namun disamping pria.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun