Identitas Buku
- Judul: Antara Harapan dan Kenyataan: Kematian Ibu dan Anak di Karesidenan Kedu 1830-1870
- Penulis: Moordiati
- Penerbit: Kendi
- Tebal Buku: 99 Halaman
- Tahun Terbit: Juni 2020
- ISBN: 978--602--51303--3--5
Pendahuluan
Mortalitas (kematian), fertilitas (kelahiran), dan migrasi adalah komponen-komponen demografi yang dapat mempengaruhi jumlah penduduk. Ketiganya saling berhubungan, bahkan bukan tidak mungkin jika fluktuasi dari salah satu komponen seperti angka kematian memiliki arti penting dalam melihat perkembangan dan perubahan jumlah masyarakat.Â
Tinggi rendahnya kematian disebabkan oleh banyak faktor, seperti pada masa kolonial Belanda yakni sistem tanam paksa (culturstelsel) yang diberlakukan di beberapa wilayah pedesaan di Jawa. Tingkat kematian penduduk Jawa meningkat 2,8% per-tahun pada periode 1820-an, dan kenaikan ini masih berlanjut hingga berakhirnya periode tanam paksa pada 1870-an.
Mengenai kelangsungan hidup ibu dan anak, merupakan persoalan yang memerlukan perhatian lebih dan penanganan serius. Kematian ibu dapat diartikan sebagai kematian pada waktu hamil, persalinan, atau 42 hari pasca persalinan dengan penyebab yang berhubungan dengan kehamilan.Â
Kematian ibu banyak terjadi negara-negara berkembang yang diakibatkan oleh pendarahan saat melahirkan, kondisi ibu yang lemah akibat penyakit yang sudah menahun, dan juga diakibatkan oleh faktor kekurangan gizi.
Sinopsis
Periode tanam paksa membawa pengaruh dalam kondisi sosial ekonomi penduduk Karesidenan Kedu. Mulai dari memburuknya kondisi kesehatan karena epidemi, kualitas pangan menurun, serta angka kematian penduduk yang tinggi.Â
Namun ironisnya, kematian ibu dan anak sudah terjadi jauh sebelum kebijakan tanam paksa diberlakukan. Hasil statistik pemerintah tahun 1822 menunjukkan bahwa tingkat kematian ibu di Kedu mencapai 1820 jiwa, dan untuk kematian anak mencapai 4572 jiwa. Jumlah tersebut kian bertambah saat diberlakukannya sistem tanam paksa (culturstelsel).
Perkembangan ekonomi memberi tekanan pada kesejahteraan penduduk Kedu. Sehingga peralihan perkebunan besar membuka lapangan pekerja kepada laki-laki, perempuan (ibu), dan anak. Upah atau hasil dari pekerjaan ini cukup sedikit sehingga berpengaruh terhadap tingkat asupan gizi dan makanan. Tingkat gizi yang tidak seimbang dengan beratnya pekerjaan menjadikan fisik perempuan dan anak-anak menjadi lemah yang mengakibatkan rentan terserang penyakit.
Upaya pencegahan telah dilakukan untuk menanggulangi penyebaran penyakit di Kedu. Namun, tindakan ini tidak berjalan sesuai dengan harapan, karena banyak dari penduduk Kedu menganggap pengobatan tradisional lebih ampuh untuk mengobati penyakit dari pada vaksin yang seringkali dapat menghantarkan pada kematian.