Mohon tunggu...
Devia Puspita Sari
Devia Puspita Sari Mohon Tunggu... -

Seorang hamba yang tidak sempurna, namun ingin menjadi sempurna di mata Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Trauma Persepsi

14 Mei 2012   01:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:20 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

:: Trauma Persepsi ::
Itulah tema yang disampaikan pada liqo' gabungan malam ini di DPRa kecamatan Setia Budi.

Jika menelisik kata ini, yang muncul di pemikiran pertama adalah mengenai "Trauma" dan "Persepsi". Menurutku dua hal ini adalah kata yang berbeda dan tentunya punya makna yang berbeda. Dalam pandanganku, Trauma adalah suatu respon psikologis dalam diri seseorang atas kejadian yang menimpa dirinya, kejadian ini biasanya membawa seseorang kepada suatu belenggu kehidupan, selalu teringat pada kejadian masa lalunya, yang berdampak pada pandangannya di masa mendatang. Sedangkan persepsi adalah cara pandang seseorang terhadap suatu obyek tertentu.

Menariknya adalah ketika kedua kata ini digabungkan. (Maaf, mungkin pembaca sekalian pernah mendengar gabungan kata ini, tapi saya baru pertama kali mendengarnya). Dan secara lugas, Trauma Persepsi (dalam pandanganku) adalah Penyakit psikologis seseorang terhadap hal tertentu yang kemudian membelenggu kehidupan mereka dan membawa mereka kepada mindset tidak bisa keluar dari belenggu tersebut sehingga ke depannya menghambat perkembangan kehidupan mereka. Simpelnya adalah Trauma Persepsi membawa seseorang mempersepsikan segala sesuatu tidak bisa diubah karena arahan dari pemikirannya yang sempit. Sedikit gambaran bahwa, secara kasar, trauma persepsi adalah satu perasaan ketika kita memiliki ‘mental block’, merasa tidak mampu sebelum melakukan sesuatu, sudah menyerah sebelum berperang.

Dalam materi yang disampaikan tadi, Trauma Persepsi (Al-'Uqdah Adzdzaniyyah) akan mendorong kepada trauma jiwa dan pemikiran. Terdapat 7 trauma persepsi yang mesti dipastikan bersih dari diri darinya :

1. Al’-uqdah al-inhizamiyah, yaitu trauma persepsi selalu kalah kalau bertarung.

2. Al’-uqdah al-istihdafiyah, yaitu trauma persepsi yang merasa kalau kita ini jadi objek terus.

3. Al’-uqdah almuamaratiyah, yaitu mentalitas merasa orang-orang lain sedang bersekongkol melawan kita.

4. Al’-uqdah arraj’iyyah, yaitu trauma kalau kita ini terbelakang.

5. Al’-uqdah salbiyah, yaitu trauma persepsi yang berpikiran selalu negatif.

6. Al’-uqdah alkamaliyah, yaitu trauma persepsi yang cenderung perfectionist.

7. Al’-uqdah attaba’iyyah, yaitu trauma persepsi dari orang-orang yang tidak mau kreatif, maunya mengikuti.

Ketujuh jenis trauma persepsi di atas akan membawa dampak yang nyata yaitu "Seseorang tidak akan menyadari kekuatan besar pada dirinya sendiri yang mendorongnya kelak akan menjadi penonton dan sebagai pengikut (follower) saja". Kesalahan dalam persepsi ini adalah selalu menganggap lawan berdigdaya dan tidak mau menyadari potensi besar yang tersembunyi dalam diri.

Ketika dijelaskan dampak nyata ini, pemateri menguraikannya dalam analogi seekor gajah. Sejak kecil dengan tubuhnya yang lemah, seekor gajah dirantai kaki dan tangannya. Sepanjang perjalanan kecilnya selama diikat, sang gajah selalu berusaha memberontak untuk bisa melepaskan diri dari belenggu rantai tersebut. Namun tetap tidak bisa. Hasil jerih payahnya nihil (Menurutku ini wajar karena tubuhnya yang masih terlalu kecil dan masih bertenaga sedikit.) Akhirnya gajah kecil ini pasrah atas nasib dirinya. Waktu terus berjalan hingga tubuhnya semakin besar. Hingga dewasa pun, ia tetap pada posisinya yang terikat dengan belenggu rantai tersebut tanpa melakukan tindakan untuk melepaskan diri kembali. Padahal, semakin besar gajah, semakin besar pula kekuatan yang ada pada dirinya, dan akan semakin mudah pula bagi dirinya  untuk melepaskan diri. Namun, karena trauma masa lalu yang memenuhi segala pemikirannya, hingga potensi kekuatan yang dimiliki pun tak diketahuinya. Sang gajah hanya fokus pada dirinya yang terikat. Tidak mampu mendeteksi kekuatan besar yang bersemayam dalam tubuhnya.

Inti dari materi Liqo' malam ini adalah sebagai seorang kader dakwah, kita harus menjauhkan diri dari paradigma-paradigma lama yang sempit yang akan berdampak pada kinerja dakwah. Paradigma yang melihat segala sesuatu itu sulit, tidak bisa diubah, sudah hukum alam, lawan yang selalu berdigdaya, diri yang masih kerdil, keberanian yang memprihatinkan, dan sejenisnya, harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan kita.
Karena pada hakikatnya Umat Muhammad adalah umat terbaik dari umat-umat sebelumnya yang tentunya memiliki potensi diri yang besar (seperti yang terukir dalam sejarah Islam sebagaimana Kaum Muslimin yang sedikit bisa mengalahkan Kaum Kafir yang begitu banyak).
Intinya adalah "BERANI", karena kita (kader dakwah) memiliki kekuatan-kekuatan yang tidak dimiliki oleh orang-orang kafir, seperti kekuatan Ruhiyah, kekuatan Pengetahuan, kekuatan Solidaritas Kader, dan satu kekuatan abadi yang membersamai kita, yakni kekuatan atau Kebesaran Allah SWT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun