Mohon tunggu...
Devianto Kusuma
Devianto Kusuma Mohon Tunggu... profesional -

Sedang menyusun rencana baru untuk menguasai dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak Pak Guru Masuk Bui

12 Desember 2011   15:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:26 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa minggu yang lalu saya mudik ke kampung halaman orang tua saya nun jauh di pelosok Cilacap sana.Disini waktu seolah berhenti. Saya suka ini. Bahkan saking sukanya, saya sempat berdo'a nan ngawur, "God, freez de time 4 me pliz..".

Yapz, permohonan yang logis sebenarnya.

Alhamdulillah seluruh keluarga. Ayah, Ibu, dan ade'ku, semuanya sehat. Bahkan mbah Sarmiyah pengasuhku ketika aku masih kecil pun sehat.Tidak ada perubahan yang berarti sejak aku tinggalkan merantau di Purwokerto 1 bulan yang lalu kecuali pohon rambutan dan mangga yang mulai berbuah.

Hahahah.. Ya iya lah..

Sedang berbincang santai, ibu cerita, " Dev, tau Dimo anaknya pak Timan? Sekarang kan lagi di Polsek. Dipenjara. Gara-gara nyolong laptop dan HP."

Saya terhenyak tak percaya, "Dimo anak pak Timan guru SD saya itu Bu? Koq bisa?"

Pak Timan adalah guru SD favorit saya. Orangnya tegas, supel, cerdas, cara mengajarnya bagus mudah dimengerti, ramah, murah senyum, perhatian dengan murid-muridnya. Pokoknya sosok guru idola dan guru idaman lah...Salah satu sosok seorang guru yang saya kagumi di dunia ini.

Sedangkan Dimo, saya terakhir melihatnya beberapa tahun lalu. Saat dia masih SD. Masih lucu dan sangat lugu. Tidak ada tanda - tanda kenakalan, malah ramah dan sopan. Normal selayaknya anak sebayanya lah.

Lalu yang jadi pertanyaan, kenapa sekarang bisa seperti ini?

Pak Timan yang telah sukses membentuk karakter ratusan murid-muridnya, mencerdaskan dan menanamkan moralitas kepada mereka, termasuk kepada saya yang ndablegh tapi ganteng ini, kenapa bisa gagal mendidik anaknya sendiri?

Ironis.

Dengar-dengar, setelah lulus SD, Dimo oleh pak Timan dikirim untuk belajar di pesantren di Jogja. Dari situ lah sifatnya mulai berubah. Saya dengar juga Dimo pernah kabur dari pesantren dan tersesat entah dimana.Entah pendidikan dan dunia seperti apa yang mengubah sosokmu Dimo..

Tidak hanya sekali ini saya mendapati anak sosok seorang guru bertingkah seperti ini.

Di kampus dulu, saya juga punya teman. Dia anak guru PPKn SMA saya. Saya kenal baik dia dan keluarganya secara personal. Ketika di rumah, kawan saya itu sangat santun, soleh, dan penurut. Tetapi begitu keluar rumah, segala macam kenakalan dilakukannya. Pernah suatu ketika dia dugem, saking maboknya tidur di tengah jalan depan diskotik. Sampai pagi. Paginya, dia menjadi tontonan orang dikira mayat. Hahahah..

Ada lagi sosok anak guru yang lain. Tidak sekriminal dan senakal itu, hanya saja dia agak liar susah diatur dan ndablegh. Menurutnya, memang sebuah beban yang berat menjadi anak seorang guru.

Ketika berprestasi, omongan meremehkan dari orang-orang sekitar meluncur, " Karuan saja, dia kan anak guru..."

Namun ketika gagal berprestasi, cibiran pundatang, " Anak guru koh kayak gitu...".

Benar-benar sebuah beban mental yang luar biasa. Seolah apapun yang dilakukan tak ada artinya.

Biasanya kemudian untuk pelampiasan, si anak guru ini berbuatlah kenakalan. Dari yang ringan-ringan berantem dan bikin genk, sampai kenakalan-kenakalan seperti yang saya sebutkan di atas.

Biasanya sosok anak seperti ini kemudian menjelma menjadi 2 kepribadian. Kepribadian yang santun ketika di rumah, dan kepribadian yang liar ketika di luar. Sosok liar ini akan semakin menjadi ketika kemudian dia kost atau hidup terpisah dari orang tuanya.

Uniknya, senakal dan sekriminal apapun... Sosok orang dengan latar belakang seperti ini tetap memiliki sopan santun dan tau bagaimana cara menghormati orang yang lebih tua.

Apakah anda juga menemukan sosok seperti itu disekitar anda?

Saya sering menemukannya.

Tapi untunglah sosok terakhir saya ceritakan ini walau nakal tapi cerdas. Bisa memfilter emosi. Bisa membedakan mana yang baik dan buruk, walau kadag tetap saja nekad melakukan hal yang buruk. Dia ganteng, lagi...Dia adalah saya sendiri.:-D

Kembali soal pak Timan, saya membayangkan beliau saat ini pasti sedang menanggung beban malu yang luar biasa. Tak usah terucap, namun pandangan orang-orang pastilah sangat menusuk dan seolah mencibirnya. Ini adalah cobaan terberat bagi seorang guru dan bagi seorang orang tua.Tadinya saya ingin bersilaturahim ke tempat beliau. Sekedar bersimpati ataupun menghibur beliau. Tetapi setelah berpikir ulang, saya urungkan niat tersebut. Kedatangan saya pastilah malah akan menambah beban beliau. Untuk saat ini segala simpati dan dukungan malah akan berefek sebaliknya. Menambah beban malu beliau. Satu-satunya dukungan yang perlu dilakukan adalah, “jangan membahas masalah ini”.

-------------------------

Semoga cobaan ini lekas berakhir dan tetaplah berjuang untuk mencerdaskan bangsa pak Guru..

Saya, kami semua, murid-muridmu, akan selalu mengagumimu. Tak akan berubah. Apapun yang terjadi.

*Nama-nama dalam post ini sudah saya samarkan tentu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun