Teknologi canggih telah mengubah beragam aspek kehidupan manusia terutama kemunculan Artificial intelligence (AI) atau Kecerdasan buatan yang telah mengambil peran dalam beragam industri kesehatan, bisnis, pendidikan termasuk dunia seni. Pada 25 Maret 2025, OpenAI sebagai perusahaan yang bergerak di bidang riset teknologi swasta yang memiliki fokus untuk mengembangkan kecerdasan buatan, telah merilis beberapa fitur terbaru untuk ChatGPT-4o seperti kemampuan untuk melakukan transformasi gambar ke beragam gaya karya seni melalui fitur “Generate Picture”. Perkembangan dari teknologi Kecerdasan buatan telah memunculkan sebuah fenomena populer di sosial media seperti Instagram dan TikTok, dimana banyak pengguna media sosial mengubah foto pribadi menjadi sebuah ilustrasi bergaya Studio Ghibli melalui fitur “Generate Picture” pada ChatGPT-4o.
Fenomena ini telah menimbulkan kontroversial bagi sejumlah kalangan seniman karena fitur dari kecerdasan buatan tersebut dianggap melanggar nilai etika dan resiko eksploitasi atas suatu karya. Dikutip dari Web Proceeding IKJ tentang “Dampak Otomatisasi Artificial Intelligence dalam Pekerjaan Desain Grafis: Analisis Peran Artificial Intelligence pada Desainer Grafis” oleh Lungguh Pratama Putra Mufid, Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta. Kecerdasan buatan melakukan proses pengambilan beragam gambar di Internet lalu mengumpulkan jutaan informasi yang diolah menjadi sebuah database berdasarkan sebuah perintah deskripsi, berupa teks yang dilampirkan bersama foto pribadi yang akan ditransformasi menjadi ilustrasi dengan gaya tertentu dalam waktu singkat dan cepat. Oleh karena itu, proses transformasi foto menjadi ilustrasi gaya tertentu termasuk bertema Studio Ghibli yang dilakukan melalui fitur “Generate Picture” pada ChatGPT-4o memiliki potensi melanggar hak cipta dan merugikan pencipta. Hal ini dikarenakan kecerdasan buatan diduga melakukan penggunaan karya yang bersumber dari Internet tanpa izin dari pemilik karya. Sedangkan, proses pembuatan animasi Studio Ghibli yang sesungguhnya dilakukan melalui proses tradisional menggambar manual dengan Tangan. Hayao Miyazaki selaku Sutradara Legendaris dan Pendiri Studio Ghibli telah memberikan dedikasinya untuk karya yang dibuat melalui perjalanan panjang. Miyazaki menentang keras penggunaan kecerdasan buatan dalam Industri Animasi. Ia menekankan bahwa seni tidak hanya tentang estetika yang berasal dari Algoritma, namun juga ekspresi jiwa, pengalaman dan emosi manusia.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah menerbitkan nilai Prinsip Artificial intelligence (AI) atau prinsip ini dikenal sebagai OECD AI Principles. OECD merupakan organisasi kerja sama dan pembangunan ekonomi yang didirikan pada tahun 1961 dan memiliki negara anggota yang bertujuan untuk mendorong kemajuan ekonomi dan perdagangan dunia. Prinsip AI yang diterbitkan oleh OECD mulai diadopsi pada tahun 2019 dan diperbarui pada Mei 2024. Prinsip AI OECD ini terdiri atas prinsip nilai diantaranya:
- 1.1. Pertumbuhan inklusif, pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan
- 1.2. Hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi, termasuk keadila dan privasi
- 1.3. Transparansi dan Penjelasan
- 1.4. Ketahanan, keamanan dan keselamatan
- 1.5. Akuntabilitas
Prinsip diatas menjadi panduan bagi para pelaku pengembang kecerdasan buatan untuk menciptakan kemajuan yang dapat dipercaya dan menjadi rekomendasi bagi para pembuat kebijakan untuk membuat regulasi AI dengan efektif. Prinsip ini telah dianut oleh 47 negara diantaranya Uni Eropa, Amerika Serikat, Australia, Kanada termasuk Jepang dan negara anggota lainnya. Prinsip AI OECD ini menjadi sebuah nilai yang harus diterapkan pada setiap pembaruan atas kemajuan kecerdasan buatan. Salah satu prinsip pada poin 1.5 Akuntabilitas, Pelaku kecerdasan buatan harus bertanggung jawab atas sistem Kecerdasan Buatan dengan baik dan menghormati prinsip-prinsip diatas sesuai dengan peran, konteks dan konsisten dengan keadaan terkini. Selain itu, poin prinsip ini juga menekankan bahwa pelaku kecerdasan buatan harus melakukan pendekatan manajemen risiko yang bertanggung jawab dimana resiko tersebut meliputi resiko bias yang merugikan, hak asasi manusia termasuk keselamatan, keamanan, dan privasi, serta hak tenaga kerja dan hak kekayaan intelektual. Pendekatan manajemen resiko meliputi pendekatan kerjasama berbagai pelaku kecerdasan buatan, ahli pengetahuan dan sumber daya Kecerdasan buatan, pengguna sistem kecerdasan buatan dan pemangku kepentingan lainnya.
Prinsip AI OECD ini telah menjadi sebuah nilai dan etika bagi pihak pengembang Kecerdasan buatan dalam membuat sebuat terobosan dan kemajuan dalam transformasi digital yang diharapkan dapat mewujudkan keberlanjutan dan kesejahteraan bagi manusia. Negara memiliki peran penting dalam hal mengadopsi Prinsip AI OECD menjadi sebuah regulasi efektif yang mendukung kemajuan kecerdasan buatan, menekan resiko pelanggaran atas prinsip AI OECD termasuk pelanggaran terkait Hak atas kekayaan intelektual, serta menindak para pelaku pengembang kecerdasan buatan yang melanggar Prinsip AI OECD dan merugikan pihak-pihak tertentu.
Dari fenomena kasus diatas, kemajuan kecerdasaan buatan harus menghargai nilai-nilai yang berlaku dan menghormati prinsip hak asasi manusia, privasi, keamanan dan hak atas kekayaan intelektual. Pengguna kecerdasan buatan harus bijaksana dalam menggunakan kecerdasan buatan tanpa melanggar nilai yang berlaku dan merugikan pihak tertentu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI