Mohon tunggu...
Deviana Diansari
Deviana Diansari Mohon Tunggu... -

IRT, Cimahi...hobi memasak, menulis menjadi hobi baru yang menyenangkan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kejahatan Seksual Pada Anak, Salah Siapa?

18 April 2014   00:50 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:32 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kejahatan Seksual Pada Anak, Salah Siapa?

Kasus pelecehan seksual yang dialami oleh anak usia 5 tahun pada sebuah sekolah Internasional baru-baru ini membuat shock masyarakat banyak. Tanggapan pun mulai mengalir melalui banyak media online, dari hujatan, caci maki hingga kemarahan yang ditujukan kepada pelaku. Ucapan simpati dan kesedihan pun banyak disampaikan bagi korban.

Kejadian ini semakin mengingatkan saya sebagai seorang ibu untuk lebih waspada pada lingkungan sekitar anak. Karena pelecehan seksual sering kali terjadi oleh orang yang dikenal dan dalam lingkungan terdekat.

Orangtua terutama ibu harus semakin ekstra menjaga anak-anak. Ajarkan keterbukaan pada anak. Biasakan mereka menceritakan kegiatan dan kejadian apa yang mereka lakukan diluar rumah. Selain mengetahui apa saja aktifitas yang dilakukan anak, siapa saja teman bermainnya, hal ini bisa menjadi sumber informasi bagi kita bila ada hal-hal yang tidak diinginkan.

Miris saat saya mendengar berita ini pertama kali, air mata tak terbendung menetes sambil terus menyaksikan berita yang disampaikan. Hingga beberapa hari kejadian ini berlalu, air mata ini tetap mengalir bila telinga kembali mendengar berita ini diulas. Pada usia belia, korban yang seharusnya masih menikmati dunia bermain, masih menikmati keceriaan, masih dalam tahap tumbuh kembang, harus mengalami trauma dini.

Sebagai seorang ibu yang memiliki anak seusia korban, hati saya sangat tersayat. Air mata pun kembali mengalir seiring saya menulis curahan hati ini. Mengenang kembali masa ketika mencari sekolah yang cocok bagi anak dan nyaman menurutnya. Telah beberapa sekolah yang kami datangi namun tidak membuatnya suka. Hingga pada saat mendatangi sekolah yang berada dekat dengan lingkungan tempat tinggal kami, justru anakku dengan gembiranya memilih sekolah tersebut.

Buah hatiku kusertakan masa perkenalan sekolah terlebih dahulu sebelum memasuki masa sekolah penuh. Mengenalkan padanya tentang sekolah yang dipilihnya, sambil terus melihat perkembangan anak cocok atau tidaknya bersekolah disana.

Namun dia begitu menikmati sekolah barunya. Bagaimana cerianya anakkusaat dia mulai bersekolah. Menemukan lingkungan baru, teman baru, tempat bermain baru dan guru-guru yang kata anakku tidak secerewet ibunya. Aku tersenyum mendengar semua ceritanya.

Mungkin ibu-ibu juga ingat bagaimana kisah ketika anak-anak kita mulai masuk sekolah pada hari pertama. Betapa cemasnya ibu bertanya-tanya dalam hati “Apakah anak saya akan menikmati hari pertamanya?” “Dapatkah dia bersosialisasi dengan lingkungannya?” “Cocokkah sekolah ini untuk buah hatiku?”. Banyak pertanyaan yang mengemuka tak terbendung.

Ingat jugakah ibu, ketika anak kita menangis saat tiba disekolah pada hari pertama karena melihat begitu banyak orang yang belum dikenalnya. Butuh waktu bagi kita membujuk mereka agar tidak ‘mogok’ serta merasa nyaman berada pada lingkungan baru. Ibu pun dengan setia menemani mereka 1 hari, 2 hari, 1 minggu, hingga 1 bulan sampai anak tercinta siap kita lepas sendiri.

Anak yang kita beri limpahan kasih, diberi belaian sayang harus kita bagi pendidikan dan pengasuhannya beberapa jam dengan para guru disekolah. Orang yang kita percayakan dan kita titipkan amanah untuk bersama-sama mendidik anak kita.

Saling pukul, saling dorong, berebut mainan dengan teman sekolah adalah cerita buah hatiku yang sering membuatnya kesal. Kadang munculnya kalimat ataupun kata-kata kasar dari bibir mungilnya yang dia dapat perbendaharaan katanya dari teman-teman sekolah sudah membuat hatiku bersedih.

Sepatutnya lingkungan sekolah merupakan tempat yang paling nyaman untuk anak. Namun kini disekolah, anak-anak kita pun mulai tidak aman. Bukan hanya sakit fisik yang disebabkan karena perkelahian dengan teman atau pun jatuh saat bermain, namun mereka mengalami pelecehan seksual yang sangat jauh ada dibenak para ibu.

Usia anak yang masih sangat kecil, serta kurangnya pemahaman orangtua cara menyampaikan edukasi seks yang tepat untuk anak sesuai itu sering kali menjadikan pembelajaran seks sejak dini menjadi hal yang tabu. Kalau pun untuk beberapa anak yang telah mendapatkan edukasi ini dari orangtuanya, mereka masih memiliki keterbatasan fisik untuk melawan.

Memang edukasi seks sejak dini pada anak sangat diperlukan, melihat perkembangan zaman yang sangat pesat. Informasi yang sangat mudah didapat dengan kecanggihan tekhnologi membuat pengetahuan anak saat ini berkembang cepat. Mungkin hanya cara penyampainya saja yang perlu kita sesuaikan dengan usia anak balita kita.

Selama ini saya baru mengajarkan beberapa hal saja yang saya anggap urgent kepada buah hati. Salah satunya kalimat yang sering saya ulang kepadanya, “Jangan pernah mau diajak pulang sekolah sama orang yang tidak dikenal, tunggu ibu jemput atau orang yang ibu minta bantuannya!” Saya pun berkoordinasi dengan guru bila anak dijemput oleh orang lain.

Hal lain saya sampaikan pula tentang pemberian makanan atau minuman dari orang yang juga tidak dikenal. Jangan diambil dan jangan diterima, beritahukan kepada guru bila hal ini terjadi. Saya pun mengajarkan anak saya apabila ada yang memaksa ingin mengajaknya namun anak saya tidak kenal dan tidak mau maka berontaklah serta berteriak atau menagislah yang kencang agar didengar oleh orang lain.

Untuk masalah edukasi seks pun masih dalam taraf pembelajaran yang ringan saja. Namun yang utama saya ajarkan jangan pernah membuka baju didepan orang lain, jangan mau dibuka bajunya oleh orang lain atau pun membuka baju orang lain apalagi dengan lawan jenis!

Mungkin ibu-ibupun telah memberikan banyak wejangan kepada anak masing-masing ketika anak mulaibersekolah. Sebisa mungkin kita menjaga mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan. Namun bila semuanya terjadi disekolah! Oleh orang-orang dilingkungan sekolah! Apa lagi yang bisa kita harapkan!

Begitu banyak pelaku yang terlibat membuat semakin miris. Apa motif mereka? Apakah mereka tidak memiliki hati nurani sama sekali? Terbayang dalam benak saya bagaimana takutnya si anak ketika hal ini terjadi padanya. Bagaimana reaksinya menolak hal itu terjadi padanya, namun dengan tubuh mungilnya semua itu menjadi hal yang mustahil.

Timbul pula pertanyaan pada diri sendiri, siapakah yang bersalah pada kejadian ini? Apakah orangtua, guru ataumanajemen sekolah? Memang harus diurai terlebih dahulu bagaimana kejadian ini bisa terjadi dilingkungan sekolah. Bahkan bisa terjadi pada sebuah sekolah yang selama ini dianggap memiliki keamanan tinggi.

Selayaknya sebuah sekolah memberikan kenyamanan dan keamanan pada murid-muridnya. Namun menurut saya pribadi yang terpenting terjalin komunikasi yang terus menerus antara manajemen sekolah dengan guru, guru dengan orang tua. Jangan pernah melepaskan pendidikan anak hanya kepada guru dan sekolah, karena tanggung jawab pendidikan anak tetaplah merupakan tanggung jawab orang tua.

Siapapun yang bersalah, biarkanlah pihak yang berwenang yang menanganinya. Ambillah hikmah dari kejadian ini dan semoga semua orangtua dapat mengambil sisi positif untuk dijadikan pembelajaran kedepannya. Namun yang paling utama saat ini adalah kondisi sang anak. Bagaimana orangtuanya harus menyikapi masalah ini agar anak tidak mengalami trauma yang terus berlanjut.

Saya tahu, mereka sangat terpukul dengan kejadian ini. Orangtua pun mengalami trauma tersendiri saat mengetahui anak kesayangannya mengalami kondisi ini. Berat memang cobaan yang harus dijalani, namun saya berharap mereka dapat mengalahkan trauma mereka dan terus survive demi buah hati.

Bila mengingat apa perasaan yang dirasakan oleh sang anak sekarang, semakin membuat saya menjerit dalam hati! Ya Allah ada apa dengan dunia ini? Sudah seburuk itukah kepribadian manusia kini? Sudah hilangkah hati nurani mereka!

Anak-anak kami adalah milikMU ya Rabb, tidak mungkin kami memantau mereka setiap detik, menit bahkan jam. Hanya Engkaulah Yang Maha Melihat, Yang Maha Tahu. Kami titipkan putra putri kami padaMu ya Rabb.

Jauhkanlah segala hal yang buruk dari anak-anak kami. Jagalah selalu mereka dalam lindunganMu. Sesak dadaku saat memohon padaMU!. Sesesak hatiku mengingat derita dan trauma yang menimpamu nak! Semoga Allah memberikan kekuatan bagimu dan ibumu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun