Mohon tunggu...
devia
devia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hidup seperti larry

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Film yang Diakses Secara Ilegal Melalui Aplikasi Telegram

15 Desember 2024   22:52 Diperbarui: 15 Desember 2024   22:52 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

NAMA: DEVIA EKA NOVIYANTI 

NIM: 222111274

KELAS: 7J HES

"ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA TERHADAP PEMBAJAKAN FILM YANG DIAKSES SECARA ILEGAL MELALUI APLIKASI TELEGRAM"

ABSTRAK 

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Analisis hukum terhadap pembajakan film yang diakses secara ilegal melalui aplikasi Telegram. Film atau karya sinematografi merupakan salah satu karya cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun pada faktanya, banyak pihak lain yang menggandakan karya cipta tanpa izin dari pemegang hak cipta. Pelanggaran yang terjadi tidak hanya pada internet saja, tapi juga pada suatu aplikasi media sosial yaitu Telegram. Penelitian ini menggunakan menggunakan metode kualitatif pendekatan library research (studi pustaka).  Hasil penelitian menunjukan bahwa sekarang masih terdapat film ilegal yang beredar di masyarakat dan belum akan kesadarannya bahwa mengakses film secara ilegal itu merupakan suatu bentuk pelanggaran. Pemerintah perlu adanya tindakan lebih tegas dalam mengawasi dan pemblokiran situs online yang tidak resmi/ilegal. Pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai hak-hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta atas suatu karya dan mensosialisasikan mengenai akibat hukum dari pelanggaran hak cipta.

PENDAHULUAN 

Pelanggaran hak cipta yang umumnya terjadi berkisar pada dua hal. Pertama yaitu, dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak, atau memberi izin untuk itu. Yang kedua yaitu, dengan sengaja memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta.

Perkembangan teknologi yang cepat dan pesat telah menghasilkan berbagai inovasi yang mempermudah kegiatan manusia. Salah satu contoh yang signifikan adalah perkembangan teknologi yang dirasakan oleh produser film, dengan munculnya berbagai platform digital yang menjadi alternatif untuk menayangkan film yang telah mereka produksi. Dengan demikian, para produser film memiliki peluang untuk meningkatkan pemasaran dan memperluas jangkauan mereka. Penayangan film melalui platform streaming, baik yang gratis maupun berbayar, memudahkan banyak orang untuk mengakses film dengan mudah. Akibatnya, banyak oknum yang melakukan pembajakan dan menggunakan aplikasi seperti Telegram sebagai platform untuk mengirimkan film dalam bentuk tautan atau video. Melakukan penggandaan film tanpa izin dari pemegang hak cipta dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan komersial merupakan tindakan melawan hukum yang dapat dikenai sanksi perdata maupun pidana.

Pasal (1) butir 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta yang selanjutnya disebut UUHC mengatur bahwa hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Maka dalam hal hak cipta sudah jelas tidak diperbolehkan adanya pembajakan film. Terlebih lagi banyak yang mengedarkan film bajakan melalui situs streaming online dan merambat hingga penyebaran melalui grup chat dalam aplikasi messanger Telegram. Dan hal tersebut juga termasuk kedalam pelanggaran Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang mengatur tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta penegakan hukum terhadap kejahatan elektronik, kegiatan pembajakan di platform ini telah meningkat secara signifikan dan telah menjadi budaya yang menyebar. Sebagian besar film dan series yang sedang tren disebarkan secara ilegal di Telegram. Menonton film atau series di Telegram sangat mudah, cukup dengan mencari judul yang diinginkan, lalu akan muncul grup chat yang berisi konten yang dicari.

Pengertian hak cipta terdapat dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 yang berbunyi: "Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif, setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan." Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta. "Seperti pada Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta yang disebutkan bahwa setiap yang memanfaatkan hak ekonomi orang tersebut tidak boleh melakukan penggandaan atau penggunaan ciptaan sebelum ada atau mendapatkan izin dari pencipta Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Situs Film Gratis Di internet." Hak cipta merupakan salah satu hal yang terdapat dalam hak kekayaan intelektual (HKI).

METODE PENELITIAN 

Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif pendekatan library research (studi pustaka). Penelitian ini dilakukan untuk membahas secara mendalam tentang perlindungan hukum pemegang hak cipta terhadap pelanggaran akses ilegal melalui telegram. Data yang dipakai dalam penelitian ini berupa data sekunder dari jurnal serta artikel yang terkait dengan penelitian.

PEMBAHASAN 

Menurut Setiono, perlindungan hukum merupakan tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan penguasa yang sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan aturan hukum, demi mewujudkan ketertiban serta ketentraman yang memungkinkan manusia dapat menikmati martabatnya sebagai manusia. Pada dasarnya perlindungan hukum ada untuk memasifkan tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum ditengah masyarakatnya.

Dampak dari kegiatan akses secara ilegal kepada film kini sudah besar memberi pengaruh kepada struktur hidup berbangsa. Pihak yang terkena dampak rugi karena perbuatan melawan hukum itu diantaranya adalah pencipta film, dikarenakan royalti yang seharusnya diperoleh melalui pemegang hak cipta justru tidak memberi pemasukan terhadap pihak yang menciptakannya. Royalti merupakan suatu jumlah yang dilakukan dari pembayaran dan ditujukan bagi pembuat film, misalnya hak paten, hak cipta. Tujuan dari perlindungan karya film ialah mencegah pihak lain untuk menggunakan hasil karya ciptaan seseorang secara tidak sah untuk kepentingan mencari keuntungan. Oleh karena itu, telah sepatutnya negara memberi proteksi hukum dalam upaya untuk apresiasi pembuatan sesuatu karya ciptaan seseorang.

Perlindungan hukum terhadap pemilik hak cipta yang karyanya dibajak di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang memberikan hak eksklusif kepada pencipta atas karya yang telah diwujudkan dalam bentuk nyata. Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi karya cipta dan mendorong penyebaran hasil kebudayaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Sejak kemerdekaan, berbagai revisi undang-undang hak cipta telah dilakukan untuk menanggapi meningkatnya pelanggaran yang merugikan masyarakat, termasuk perubahan yang terjadi pada tahun 1982, 1987, dan 199715. Dalam konteks pembajakan film di aplikasi Telegram, pemilik hak cipta dapat menempuh langkah hukum untuk melindungi karya mereka, meskipun penegakan hukum terhadap pelanggaran di platform digital masih menghadapi tantangan, seperti kurangnya kesadaran masyarakat dan efektivitas implementasi undang-undang.

Menurut Pasal 40 huruf m Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, karya sinematografi termasuk dalam jenis karya yang dilindungi oleh undang-undang tersebut. Karya sinematografi mendapatkan perlindungan selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.Untuk memperoleh perlindungan hak cipta dan mencegah sengketa hak cipta, karya harus didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual.

Pencipta atau pemilik hak cipta harus mengetahui bahwa ada tiga jenis sengketa dalam hak cipta, yaitu perbuatan melawan hukum, perjanjian lisensi, dan sengketa mengenai tarif dalam penarikan imbalan atau royalti. Setelah mengetahui bentuk pelanggarannya, pencipta atau pemilik hak cipta dapat menentukan jalur penyelesaian sengketa yang tepat, yaitu:

a.Penetapan Sementara Pencipta atau pemegang hak cipta dapat mengajukan permohonan Penetapan Sementara ke Pengadilan Niaga dengan menyusun dan menunjukkan bukti-bukti terjadinya pelanggaran yang dialami oleh korban pelanggaran Hak Cipta.

b.Upaya Perdata Pencipta atau pemegang hak cipta dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran hak cipta terhadap karya ciptaannya ke Pengadilan Niaga. Ketentuan mengenai upaya perdata telah diatur dalam Pasal 96 sampai 106 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. 

c.Upaya Pidana Tindak Pidana dalam UUHC merupakan delik aduan, yang berarti hanya orang yang mengalami pelanggaran hak cipta yang dapat mengajukan aduan kepada pihak berwajib. Pengaduan dapat dilakukan melalui situs pengaduan.dgip.go.id dengan mengisi formulir pengaduan tindak pidana yang mencakup data diri pelapor. Setelah itu, pelapor dapat memeriksa status pengaduan pada menu "status pengaduan". Setelah pelaporan selesai, pihak yang dilaporkan akan dipanggil untuk diperiksa, dan saksi ahli juga akan dipanggil untuk memberikan keterangan. Hasil dari pemeriksaan tersebut akan dibahas dalam rapat perkara internal untuk menentukan apakah laporan tersebut layak untuk dilakukan penyidikan.

d.Penyelesaian sengketa non pengadilan terdapat beberapa metode alternatif, seperti arbitrase, mediasi, dan konsiliasi. 

Menurut Undang-Undang hak cipta, bentuk perlindungan hukum dibagi menjadi 2 bentuk yaitu perlindungan preventif dan perlindungan represif.

Perlindungan preventif ialah perlindungan yang bersumber dari pihak pemerintah dengan maksud untuk mencegah sebelum terjadinya pembajakan tersebut. Pada perlindungan hukum preventif ini, pemilik hak cipta sebagai subjek hukum memiliki kesempatan untuk mengajukan keberatan serta pendapatnya sebelum pemerintah melalui pengaturan undang-undang mengambil tindakan. Oleh karena itu, perlindungan hukum preventif ini lebih menitikberatkan kepada pencegahan. Pada prinsipnya pemerintah memiliki peranan besar dalam hal menindaklanjuti pelanggaran pembajakan film pada grup-grup chat di aplikasi Telegram dengan adanya payung hukum Undang-Undang Hak Cipta untuk memberikan efek takut dan efek jera pada pihak yang melakukan pembajakan film. Menkominfo rutin memblokir ratusan link yang memuat konten bajakan, streaming ilegal yang tidak punya lisensi.

Di Indonesia sendiri belum dibuat peraturan secara khusus mengenai perlindungan preventif, lain halnya dengan perlindungan hukum secara represif. Perlindungan hukum represif ialah suatu perlindungan terakhir dalam bentuk sanksi seperti denda/ganti rugi, penetapan hakim, proses hukum pidana serta hukuman tambahan lainnya yang diberikan jika sudah terjadinya sengketa atau tindakan pelanggaran telah terjadi.

Pada perlindungan hukum represif, pemilik hak cipta sebagai subjek hukum tidak memiliki kesempatan mengajukan keberatan karena dalam hal ini ditangani langsung oleh lembaga peradilan administrasi dan peradilan umum. Oleh karena itu, perlindungan hukum represif ini ialah perlindungan akhir (final) yang memberikan sanksi seperti denda/ganti rugi, penjara, serta hukuman lainnya. Perlindungan hukum represif ini berfokus kepada penyelesaian suatu sengketa atau pelanggaran yang sudah terjadi dengan menitikberatkan kepada pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak dari pemilik hak cipta sebagaimana seharusnya.

Upaya perlindungan hukum represif sebagai wujud perlindungan hukum yang lebih diarahkan terhadap menyelesaikan persengketaan, semacam hukuman penjara maupun berbentuk hukuman denda yang dikenakan tidak seluruhnya diberlakukan dalam sebagian contoh permasalahan yang telah terjadi, melainkan Cuma penyelesaian merubah penindakan penutupan secara permanen dari pemerintah pusat terhadap website-website yang memanglah telah terbukti melaksanakan pelanggaran hak cipta film ini. Perlindungan hukum represif ini ialah perlindungan yang penyelesaian nya melalui lembaga peradilan. Bentuk perlindungan represif terhadap karya ciptaan seseorang dibedakan menjadi tiga, diantaranya : penetapan hakim sementara, denda atau ganti rugi dan proses hukum pidana.

KESIMPULAN 

Pembajakan film berdampak besar pada industri perfilman dan pencipta karya, mengurangi pendapatan pembuat film serta potensi pajak negara. Penggunaan aplikasi seperti Telegram untuk menonton film bajakan meremehkan nilai karya yang diciptakan dengan usaha dan biaya tinggi. Akibatnya, industri film merugi, menghambat investasi untuk produksi film baru. Perlindungan hukum terhadap hak cipta sangat penting, namun tantangan penegakannya masih besar. Meskipun telah ada regulasi seperti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, implementasi dan penegakan hukum masih lemah, terutama terkait pembajakan digital. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang hak cipta dan dampak negatif pembajakan turut memperburuk masalah ini

Penelitian ini menyimpulkan bahwa Perlindungan hukum bagi karya cipta memiliki tujuan ialah untuk mencegah pihak lain menggunakan hasil karya ciptaan seseorang dengan cara tidak sah dan hanya mencari keuntungan. Negara memberi proteksi hukum dalam upaya untuk memberikan apresiasi dalam pembuatan suatu karya ciptaan seseorang. Demikian terhadap tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang Hak Cipta yang terjadi di aplikasi Telegram, pencipta ataupun pemegang hak terkait dapat menempuh tindakan-tindakan hukum serta Undang-Undang Hak Cipta guna memperoleh suatu perlindungan hukum dan pengganti kerugian yang diderita oleh pemegang hak cipta

DAFTAR REFERENSI

Erlianto, Reviansyah, dan Hana Faridah, "Perlindungan Hukum Pembajakan Film Digital", Ajudikasi: Jurnal Ilmu Hukum, Vol.6, No.2, 2022

Hidayah, Nurul, dan dkk, "Analisis Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Dalam Pembajakan Film Melalui Aplikasi Telegram", CAUSA: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan, Vol.2, No.10, 2024

Mamentu, Mirza Sheila, dan dkk, "Penerapan Hukum Terhadap Pembajakan Film di Situs Internet dalam Hubungannya Dengan Hak Cipta", Lex Administratum, Vol.9, No.1, 2021

Ningsih, Ayup Suran dan Balqis Hidayati Maharani, "Pengaruh Hukum Hak Cipta Terhadap Pembajakan Film Secara Daring", Jurnal Meta-Yuridis, Vol.2, No.1, 2019

Rachmasari, Annisa, dan dkk, "Perlindungan Hukum Hak Cipta Pada Film yang Diakses Secara Ilegal Melalui Telegram", Semarang Law Review (SLR), Vol.3, No.2, 2022

Ridwansyah, Naufal Nabiil dan Handar Subhandi Bakhtiar, "Analisis Yuridis Terhadap Tindakan Pembajakan Film Berhubungan dengan Undang-Undang Hak Cipta", Jurnal Hukum Posita, Vol.8, No.1 2023

Wowo, Claudia Yuffani, dan dkk, "Analisis Hukum Mengenai Pembajakan Film Terhadap Hak Cipta pada Aplikasi Telegram di Indonesia", Jurnal Fakultas Hukum UNSRAT, Vol.12, No.4, 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun