Toleransi beragama merupakan pondasi penting untuk menjaga harmoni di tengah masyarakat yang majemuk seperti Indonesia. Dalam ceramah Tafsir Alquran yang diikuti oleh para Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Non Reguler 07 Untag Surabaya dan warga RW09 Kec. Tambaksari, Surabaya, terlihat jelas bagaimana nilai-nilai interfaith menjadi jembatan untuk menciptakan keselarasan sosial. Ayat-ayat Alquran seperti Al-Hujurat: 13 dan Al-Baqarah: 256 menegaskan pentingnya pengakuan atas perbedaan dan larangan memaksakan keyakinan.
Namun, tantangan dalam mengimplementasikan toleransi tetap ada, mulai dari fanatisme hingga ketakutan terhadap sinkretisme. Kendala ini menunjukkan bahwa toleransi tidak hanya memerlukan pemahaman yang luas, tetapi juga keterbukaan dan dialog yang berkelanjutan.
Melalui program interfaith yang dilakukan di Desa Gading RT003/09, Kecamatan Tambaksari, Surabaya, Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Non Reguler 7 dan warga setempat berupaya mempraktikkan nilai-nilai ini dengan melibatkan berbagai komunitas agama. Dari pengajian di Masjid hingga perayaan Natal di Gereja, serta sosialisasi Interfaith kepada anak-anak usia dini untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan ini menunjukkan bahwa perbedaan agama bukanlah penghalang untuk bekerja sama demi kebaikan bersama.
Pluralisme dan interfaith tidak hanya penting dalam konteks sosial, tetapi juga memiliki dimensi teologis yang mendalam. Ketika setiap agama memahami posisi mereka dalam keberagaman, dialog yang inklusif menjadi lebih memungkinkan, sehingga memperkuat hubungan sosial dan mempererat persaudaraan.
Kesimpulannya, toleransi bukan hanya sebuah konsep ideal, melainkan sebuah praktik nyata yang memerlukan usaha bersama. Dengan menanamkan nilai ini sejak dini, kita dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis, saling menghormati, dan penuh kedamaian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H