Mohon tunggu...
Devi P. Wihardjo
Devi P. Wihardjo Mohon Tunggu... Editor - Hidup Yang Menghidupkan

Pemerhati Pemerintahan, Politik, Sastra, Filsafat, Ekonomi Indonesia, Pendidikan dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Merobek SBY-isme di Kota 1001 Goa

28 Agustus 2020   16:58 Diperbarui: 28 Agustus 2020   18:30 1909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: dok. pribadi

Kisah dari Kota 1001 Goa itu membuat kita teringat, bahwa betapa kebaikan manusia terkadang rentan menjelma jadi arogansi pribadi yang kemudian di aktulisasi dengan rasa ingin menguasai dan penjajahan mental. Lalu bagaimana dengan kemerdekaan yang diperjuangkan dengan darah dan air mata Pejuang Kemerdekaan RI agar masyarakat Indonesia lepas dari penjajahan Belanda?

Kemerdekaan adalah hadiah yang tak ternilai harganya, buat apa merayakan hari Kemerdekaan setiap 17 Agustus jika gagal memaknai kemerdekaan dengan memperjuangkan demokrasi dari lingkungan terkecil, keluarga dan lingkungan sekitar kita.

Manusia sudah meyakini bahwa Kebaikan dari manusia adalah sedekah bagi alam, hal itulah yang akan membuat mental orang jawa lepas dari budaya ewuh pakewuh kepada orang yang sudah memberikan kebaikan. Bagi yang sudah memberikan kebaikan, dipertanyakan keikhlasannya ketika sudah bersedekah.

Politik dinasti memang konstitusional, akan tetapi sungguh amoral. Sebab  ada praktik jabatan publik dikuasai oleh sekelompok orang, keluarga atau kerabat bakal menimbulkan sentralisasi kekuasaan dan menghidupkan budaya birokrasi usang peninggalan kolonial Belanda.

Padahal, Indonesia memiliki status sebagai negara berdasarkan UUD 1945 pasal 1 Ayat 3 yang berpilar Demokrasi dan HAM. Fenomena politik dinasti dan oligarkhi telah mengakibatkan birokrasi yang dikorup melalui sistem kekerabatan sebagai sumber feodalisme lalu Demokrasi dan HAM dipinggirkan.

Masyarakat Pacitan sadar sosok SBY memang penting untuk dihormati, kan tetapi sebagai Bapak Demokrasi, SBY tentu sangat ingin demokrasi di tanah kelahirannya tersemai indah dan berwarna warni. Lalu bagaimana cara masyarakat Pacitan lepas dari keterjajahan mentalnya?, hanya waktu yang bisa menjawab. Semoga Pacitan bukan hanya menjadi 'Paradise of Java' tetapi juga 'Paradise of Democracy'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun