Surabaya -- Komunikasi merupakan aspek fundamental dan kompleks dalam interaksi manusia, khususnya dalam pelayanan kesehatan. Dalam konteks kesehatan, komunikasi yang baik memainkan peran penting dalam mencegah penyakit serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Komunikasi kesehatan, menurut Harahap & Putra (2019), adalah upaya sistematis untuk mempengaruhi perilaku kesehatan secara positif, baik melalui komunikasi interpersonal maupun komunikasi massa. Komunikasi ini mencakup berbagai aspek seperti pencegahan penyakit, promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, serta pemilihan fasilitas kesehatan.
Komunikasi yang efektif dalam pelayanan kesehatan dapat memberikan dampak besar pada kepuasan pasien dan mutu layanan yang diterima. Menurut Widjaja (2020), komunikasi dianggap efektif jika kedua belah pihak, yaitu penyedia layanan dan pasien, saling memahami pesan yang disampaikan meskipun tidak selalu harus menyetujui gagasan yang disampaikan. Namun, terdapat tantangan dalam mencapai komunikasi yang sepenuhnya efektif, termasuk adanya hambatan komunikasi atau "noise" yang dapat mengganggu pemahaman. Hambatan-hambatan ini, seperti persepsi yang berbeda, pengetahuan yang tidak setara, dan latar belakang sosial budaya, dapat mengakibatkan ketidakpuasan pasien dan menurunkan kualitas pelayanan.
Sebagai contoh, komunikasi yang baik sangat diperlukan ketika pasien menghadapi masalah yang bersifat sensitif, seperti masalah kesehatan di area pribadi. Tenaga kesehatan yang mampu menjaga kerahasiaan, bersikap profesional, dan memberikan rasa hormat kepada pasien, memungkinkan mereka untuk merasa nyaman dan terbuka dalam berbagi informasi. Komunikasi positif yang dilakukan dengan baik dapat mengurangi kecemasan pasien, meningkatkan kepercayaan, serta memungkinkan penyedia layanan kesehatan untuk mendapatkan informasi yang relevan dan akurat.
Namun, penerapan komunikasi positif tidak selalu mudah. Haro, dkk (2022) mencatat beberapa hambatan yang sering muncul dalam praktik, antara lain:
1.Ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan pasien.
2.Perbedaan bahasa yang mempersulit komunikasi.
3.Kondisi tenaga kesehatan yang lelah dan kurang fokus.
4.Pengelolaan berkas kesehatan yang tidak efisien.
Hambatan-hambatan ini dapat memperburuk kualitas interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien, serta menurunkan kepuasan layanan.
Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, diperlukan strategi yang tepat dalam penerapan komunikasi positif. Fajriyah, dkk (2023) menyarankan beberapa langkah yang dapat diambil oleh tenaga kesehatan, yaitu:
1.Duduk bersama pasien dengan sikap rendah hati.