Mohon tunggu...
Devfanny Artha
Devfanny Artha Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Peace Lover

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Percaya Diri, Siapa Takut!

4 Juli 2011   16:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:56 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1309798084724111685

Andai saja percaya diri bisa diperjualbelikan, maka negeri kitalah konsumen terbesarnya. Bagaimana tidak, di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang semakin pesat, kreativitas malah ditinggalkan. Kita lebih suka meniru ketimbang berinovasi. Berkiblat ke dunia barat dan merasa kurang bangga dengan kreativitas dan budaya negeri sendiri.

Fenomena miripnya satu karya dengan karya lainnya sudah bukan suatu hal yang asing di masyarakat kita kini. Hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya lagu, musik, film, dan bahkan program televisi yang terlihat sangat mirip dengan karya lain baik di dalam maupun di luar negeri. Ada yang berkilah dengan menyebutnya sebagai bagian dari proses ’inspirasi’. Dalam program televisi rating dijadikan ’berhala’ yang dianggap sebagai jalan satu-satunya untuk memperoleh keuntungan. Agus Hardiman, seorang produser musik mengatakan hal yang senada. Baginya ketika kita bicara dalam konteks budaya pop atau populer, ada satu rumusan yang dipakai yaitu jika ada suatu program yang berhasil maka yang lain akan mengikuti karena permintaan massa pasti juga meningkat.

Nampaknya isu plagiarisme atau penjiplakan ini tidak saja terjadi di kalangan akademisi, bahkan di dunia hiburan juga begitu. Musik, film, dan tayangan TV kita (baik sinetronnya, kuisnya, reality show-nya) jarang ada yang dihasilkan murni dari hasil kreasi dan inovasi kita sendiri. Kita lebih suka meniru. Budaya ini sudah secara langsung dan tidak langsung disebar di masyarakat sehingga masyarakat kita sudah biasa dengan hal ini. Sebut saja Indonesia Mencari Bakat (IMB) di Trans TV dan Indonesia’s Got Talent di Indosiar, hanya dengan nama program yang berbeda mereka bersaing. Ada lagi Termehek-mehek di Trans TV dan Tak Ada yang Abadi di RCTI, yang mengklaim sebagai acara reality show meskipun kerealitasannya masih sangat dipertanyakan. Selain itu masih banyak lagi bentuk-bentuk persaingan sejenis yang kurang sehat ini di berbagai stasiun televisi kita. Di industri musik belum lama ini muncul nama boyband SMASH yang ramai disebut-sebut sebagai ‘tiruan’ boyband Suju asal Negeri Sakura, Jepang. Belum lagi plagiarisme juga terlihat pada alur cerita sinetron kita saat ini yang ditampilkan secara stripping. Banyak yang menyadur dari tayangan-tayangan luar negeri, hanya lokasi dan pemainnya saja yang diganti.

Sebenarnya tak ada yang salah dengan inspirasi. Inspirasi bisa datang menghampiri siapa saja. Ia datang tanpa diminta, hadir tanpa permisi ke dalam benak siapa saja. Urusan inspirasi ini harus disikapi dengan bijak, jika tidak maka argumen tentang hal ini akan menjadi argumen gundul, yang tak akan ada habisnya dipermasalahkan. Harus diakui pasti ada banyak latar belakang alasan orang-orang melakukan tindakan plagiarisme/penjiplakan. Namun seperti kata bang Napi, “Kejahatan itu terjadi bukan karna semata-mata adanya niat dari si pelaku, tapi karena adanya kesempatan“. Kesempatan ini yang sering disalahartikan oleh beberapa pihak. Kesempatan untuk mendapatkan profit secara terus menerus tanpa memikirkan dampak berkepanjangan dari sikap suka meniru itu. Tidak malukah kita jika ada yang menyebut bangsa kita sebagai bangsa tukang tiru? Sama halnya seperti julukan yang diberikan kepada negara tetangga sebagai bangsa yang suka ngaku-ngaku kebudayaan orang. Jika plagiarisme ini terus dibudidayakan maka seperti kata lirik dalam sebuah lagu, ”mau dibawa kemana budaya bangsa ini?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun