Kesejahteraan, dalam konteks ekonomi, telah menjadi sorotan utama dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, definisi konsep kesejahteraan seringkali mengalami pergeseran tergantung pada perspektif dan pendekatan yang digunakan. Di sisi lain, muncul sebuah gerakan yang semakin populer, yaitu minimalisme, yang mengusung filosofi sederhana, mengurangi kelebihan, dan menekankan pada esensi hidup. Artikel ini akan membahas bagaimana gaya hidup minimalisme dapat mempengaruhi dan bahkan meredefinisi ulang konsep kesejahteraan.
Konsep Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah kondisi di mana masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka untuk bertahan hidup dan memiliki pendapatan serta aset yang berkelanjutan sehingga mereka dapat sejahtera.
Kesejahteraan menurut World Bank dapat didefinisikan sebagai kehilangan rasa kemiskinan. Dalam hal ini, World Bank menggunakan ukuran batas kemiskinan PPP (Purchasing Power Parity) US$ per kapita per hari, yaitu nilai tukar yang menunjukkan daya beli mata uang di suatu negara. World Bank juga mengukur kesejahteraan dengan mengakses sumber daya yang tersedia (barang yang dikonsumsi).
Salah satu alat pengukur yang umum digunakan untuk mengukur kesejahteraan ialah PDB atau Produk Domestik Bruto. Hasil pengukuran tersebut mewakili nilai total barang dan jasa yang diproduksi dalam periode waktu tertentu. Meskipun PDB memberikan ukuran output ekonomi, PDB tidak menangkap distribusi pendapatan atau kesejahteraan individu, sehingga hal ini menjadi masalah.
Apa itu Minimalisme?
Minimalisme pada dasarnya ialah fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dan melepaskan segala sesuatu yang mendistraksi. Ini adalah tentang mengelilingi diri kita dengan hal-hal yang benar-benar berguna dan melepaskan semua hal yang berlebihan untuk meningkatkan ketenangan dan perhatian. Minimalisme mendorong pengambilan keputusan secara sadar tentang barang-barang, waktu, energi, dan hubungan. Minimalisme adalah seni menghargai kesederhanaan dan menolak konsumerisme massal yang dangkal.
Perkembangan Konsep Minimalisme
Di era yang serba cepat saat ini, di era yang serba mudah, segala informasi bertebaran dengan bebas dan konsumsi dengan mudah dijangkau. Manusia menjadi terlena dan bias akan apa-apa saja yang penting dan berarti. Berdasarkan kondisi tersebut minimalisme hadir sebagai anti-tesis untuk menetralisir kejenuhan tersebut.
Konsep gaya hidup minimalisme bukanlah hal yang baru. Konsep ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, di mana Aristoteles menjelaskan bahwa hidup yang baik (eudaimonia) adalah hidup yang mencapai tujuan hidup manusia secara optimal. Tujuan hidup manusia tersebut mencakup kebahagiaan, kepuasan, dan pengembangan diri. Pada zaman modern, konsep kesejahteraan lebih banyak diukur dengan indikator seperti pendapatan, konsumsi, dan pertumbuhan ekonomi.Â
Marie Kondo adalah salah satu tokoh di era modern yang mempopulerkan konsep gaya hidup minimalisme. Marie Kondo menciptakan metode Konmari untuk gaya hidup minimalis, yaitu merapikan barang berdasarkan kategori dan hanya menyimpan barang yang memicu perasaan gembira sebagai bagian dari gaya hidup minimalis. Hal ini kemudian mulai diadaptasi oleh kebanyakan orang.