Mohon tunggu...
Ananda Ladeva Gumanti
Ananda Ladeva Gumanti Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Blogger, writer, script writer, full passionate with PR and Politic Communication and also love to travel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Motor pun Menuntut Tanggung Jawab

27 Mei 2010   07:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:56 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kisah sepeda motor (tahun 2003) – Alkisah di sebuah negeri ada sepasang orang tua yang ingin membelikan anak mereka satu buah sepeda motor, tapi karena penghasilan Sang Ayah, seorang tukang sayur, tidak pernah lebih untuk dapat menabung maka keinginan tersebut masih terpendam. Tiada daya untuk membelinya. Di lingkungan tempat tinggalnya, sebuah sepeda motor adalah barang yang mahal dan hanya orang kaya saja yang mampu membelinya. Hal ini terjadi karena untuk membeli sebuah sepeda motor, seorang calon pembeli harus siap dengan uang muka pertama sebesar Rp 3.000.000. “Padahal jika ada motor pasti Udin gak perlu lagi gelantungan di bis setiap pulang kuliah,” pikir Sang Ayah.

Tapi kini, tahun 2010, kisah di atas mungkin tidak akan kita jumpai lagi. Jika dulu kita harus menabung dengan gigih untuk mengumpulkan uang yang banyak demi uang muka pembelian sepeda motor, sekarang dengan banyaknya tawaran menarik dari berbagai dealer, kita bisa dengan mudahnya membeli sepeda motor tanpa uang muka. Seseorang yang baru bekerja dengan gaji yang standar UMR saja pasti bisa membeli sebuah sepeda motor, terlepas dari apakah dia mampu melunasinya atau tidak.

Dulu, Jakarta juga sudah banyak polusi udara karena kendaraan bermotor, tapi sekarang polusinya semakin buanyuak lagi. Kemacetan, ancaman TBC di sekitar kita, kecelakaan lalu lintas dan beralihnya fungsi trotoar. Hal terakhir inilah yang ingin lebih saya bahas di tulisan ini.

Saya, sebagai pengguna jalan, merasakan tidak nyaman dan aman untuk berjalan di trotoar atau pinggir jalan manapun. Bukan karena jalanannya banyak batu yang sering membuat kaki tersandung tapi karena trotoar sekarang menjadi jalur alternatif yang digunakan para pengendara motor jika sedang macet di jalan. Jika para pembaca ada yang pernah atau sering melewati jalan Kemang, tepatnya di depan Bank Niaga Kemang, di sanalah bukti ketidaknyamanan yang dirasakan oleh para pejalan kaki. Halaman Bank Niaga tersebut luas dan biasa digunakan untuk menunggu bis. Nah, tapi kita harus selalu waspada jika berdiri di sana karena motor-motor tanpa ucap “permisi” akan langsung menyerobot jalanan itu demi diri mereka sendiri. Sering saya geleng-geleng kepala melihat kelakuan pengendara motor yang seperti itu. Bahkan jika sedang macet, trotoar yang tinggi pun akan mereka hajar hanya agar tidak mengalami kemacetan. Sadis! Kadang para pejalan kaki harus terpaksa menyingkir agar tidak tersenggol motor-motor yang tidak patuh peraturan. Tapi, saya meyakini bahwa masih banyak pengendara motor di luar sana yang masih patuh terhadap peraturan.

Jadi, hai para pengendara motor…

Harga motor memang sekarang mudah dijangkau tapi bukan berarti karena mudah mendapatkannya jadi mudah untuk melanggar peraturan. Sebenarnya dengan kemudahan konsumen untuk membeli sepeda motor justru menuntut kita untuk semakin hati-hati terhadap keamanan berkendara motor. Peraturan yang dibuat oleh polisi untuk menggunakan helm berstandar SNI merupakan salah satu cara untuk menjaga keselamatan para pengguna sepeda motor (meskipun banyak yang berpikir “lebih takut terhadap polisi daripada keuntungan menggunakan helm”).

Meskipun peraturan ini baru dibuat April 2010 (bisa dibaca di sini), jauh sebelum itu, ketika saya pergi ke Kupang, bulan Februari 2009, masyarakat di sana sungguh tertib terhadap peraturan. Meskipun tidak ada polisi mereka tetap berhenti jika lampu jalan sudah merah. Mereka tetap menggunakan helm sekalipun tidak ada polisi. Yang lucunya bahkan sampai masuk ke restoran saja, mereka tetap memakai helmnya dan dilepaskan jika sudah mau mulai makan. Dan itu bukan hanya dilakukan oleh 1 atau 2 orang saja tapi memang sudah menjadi kebiasaan di sana.

Soooo, ayoooo jalankan peraturan yang memang baik untuk kita semua!!! Berlomba-lomba dalam kebaikan lebih baik kan daripada terus mengeluh “yach ada polisi, pake helm dech” atau “duh macet, lewat trotoar aja!”.

Motor memang bisa dibeli dengan uang sendiri tapi jika menganggu kenyamanan orang lain, apa gunanya?

-Deva-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun