Freeport. Papua. Bersenjata. Rakyat. Separatis. Kemiskinan. Eksploitasi. Indonesia. Raya.
Rangkaian kata itu bisakah disatukan menjadi sebuah keadaan yang damai? Harus bagaimana untuk menyadarkan pihak berkuasa bahwa masalah Papua tidak akan bisa terselesaikan hanya dengan senjata? Perlu ada diplomasi. Lupakah dengan keberhasilan diplomasi di Aceh?
Pagi tadi saya menonton Kompas TV dan ada pernyataan dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo tentang sikap TNI terhadap masalah di Papua. Berikut kutipannya yang saya dapatkan dari antaranews.com:
"Kalau kami hadapi tanpa senjata, maka kami akan mati konyol nanti. Tetapi langkah kami melakukan itu tidak seolah-olah, terkadang ada masyarakat yang mudah dibohongi dengan janji-janji dan terlena, terbawa, maka kita harus bijak menyikapinya. Tetapi andai ada satu keinginan untuk memerdekankan diri tentu kami akan menghadapinya."
Saya setuju bahwa jika ada pihak yang ingin memerdekakan diri dari Indonesia maka harus ada penanganan serius dari pemerintah. Itu benar. Tapi langkah yang diambil tidak langsung harus menjurus ke kekerasan, sekalipun pihak yang berlawanan menggunakan senjata. Sebagai bagian dari Indonesia, bukankah Papua berhak untuk diajak berdialog terlebih dulu dan dimediasi oleh pihak yang netral tanpa kepentingan?
Bukankah dulu pernah ada yang namanya Papua Road Map tahun 2010 yang mengedepankan unsur dialog antara rakyat Papua dengan pusat Jakarta? Bagaimana kelanjutan rencana tersebut?
Kembali ke pernyataan KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, ini bukan mengenai perang antara TNI dengan Papua, melainkan ini bagian rakyat Indonesia yang suaranya ingin didengarkan oleh Pemerintah Pusat. Jika memang kita menginginkan mereka untuk tidak keluar dari Indonesia, apa yang pernah kita lakukan untuk “merangkul” mereka?
Dan sekali lagi, ini bukan tentang TNI dengan Papua saja, sehingga buat saya, pernyataan “mati konyol” tidak tepat konteksnya. Akan mati konyol jika mengedepankan senjata tanpa mendengarkan suara rakyat Papua dengan mata, hati dan telinga.
Deva
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H