Sudah lama like facebook page Kompas.com, tapi baru malam ini benar-benar memerhatikan ketidakbiasaan dari media yang baru saja dianugerahi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI sebagai media massa cetak berbahasa terbaik (2015) - mungkin untuk kesekian kalinya - ini.
Etapi, mungkin sudah ada kompasioner yang lebih dulu mencermati, ya? Anda punya pendapat sendiri? Sumonggo.
Saya kira, anugerah "berbahasa terbaik" itu cukuplah jadi salah satu indikator menahbiskan Kompas sebagai media yang menjaga standar diri sangat tinggi, kalau tidak bisa dikatakan konvensional.
Dan Kompas versi cetak mungkin memang harus dipisahkan dari versi dotcom. Demikian pun dengan standar yang ditetapkan.
Tidak biasa, karena Kompas yang sudah jadi patron media di negeri ini tampaknya harus menyesuaikan diri dengan logika-logika ala media dotcom.
Sederhananya, logika bagaimana agar link berita diklik sebanyak mungkin melalui pilihan diksi, ilustrasi, repetisi unggah (upload) link, video ringan - bahkan bukan soft news 😀 - berpotensi viral dan ramah klik. Dan cukup wow - ahaha, ini menurut saya yang paling epik - penggunaan feeling emoticon.
Admin sepertinya diperbolehkan mempersonifikasi akun fanpage Kompas.com menjadi layaknya akun pribadi atau paling tidak akun non persona alay ala-ala Generasi Z (add feeling emoticon 😄).
Atau Anda punya pendapat berbeda membaca beberapa tangkapan (capture) berikut?
Â
 "Mas" Iyad 😄