Mohon tunggu...
Massaputro Delly TP
Massaputro Delly TP Mohon Tunggu... -

Hepi-hepi aza ...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Banten, Lambang Kejayaan Bangsa Indonesia

1 Mei 2011   14:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:11 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan melupakan sejarah, ini adalah sebuah kalimat dari Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno, sungguh sangat dalam artinya. Berbagai kata-kata mutiara yang berkaitan dengan sejarah sering dilontarkan oleh tokoh-tokoh besar, seperti pernyataan "bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya". Sepatutnyalah kita sangat bangga, bangga terhadap bangsa ini, Negara Kesatuan Republik Indoensia. Sejarah mencatat diseluruh pelosok tanah air, begitu hebatnya perjuangan-perjuangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaannya dari tangan-tangan kolonial penjajah. Dari bumi Serambi Mekah kita mengenal Tjut Nyak Dhien, di tanah Jawa kita kenal ada Pangeran Diponegoro, di Indonesia Timur ada Pattimura, itu hanya nama yang sangat akrab di telingga penulis, tentunya sangat banyak catatan Pahlawan Nasional kita. Salah satu heroiknya perjuangan terhadap kolonial Belanda adalah perjuangan rakyat Kesultanan Banten, dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa dengan terus-menerus tiada henti sampai dengan titik darah penghabisan terus memperjuangan hak-hak rakyat di atas tanah dan bangsanya sendiri. Kita mengenal Kesultanan Banten merupakan salah satu Kerajaan besar yang pernah ada. Sebagai daerah sekaligus sebuah bangsa, Banten telah lama dikenal dalam peta masyarakat dunia. Berbagai sumber asing menyebutkan Banten (saat itu dikenal dengan Bantam) sebagai satu dari beberapa daerah yang menjadi rute pelayaran mereka, mulai dari sumber Cina yang berjudul Shung Peng Hsiang Sung (1430), hingga berita Tome Pires (1512). Pun dalam berbagai sumber pustaka nusantara, Banten dikenal dengan berbagai nama misalnya: Wahanten Girang dalam naskah Carita Parahiyangan (1580), Medanggili dalam Tambo Tulangbawang, Primbon Bayah, serta berita Cina (abad ke-13) dan lain-lain. Berbagai sumber tersebut setidaknya mampu menggambarkan betapa Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten yang berada di jalur perdagangan internasional, berinteraksi dengan dunia luar sejak awal abad Masehi. Kemungkinan pada abad ke-7 Banten sudah menjadi pelabuhan internasional. Dan berbagai konsekuensi logisnya, Islam diyakini telah masuk dan berakulturasi dengan budaya setempat sebagaimana diceritakan dalam berita Tome Pires pada tahun 1513. Pada awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonomian masyarakat. Ketika orang Belanda tiba di Banten untuk pertama kalinya, orang Portugis telah lama masuk ke Banten. Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Banten dan disusul oleh orang Belanda. Sebagaimana dengan daerah-daerah sebelumnya, Belanda melalui VOC-nya ingin menguasai perdagangan Banten. Konflik antara Banten dengan VOC semakin tajam ketika VOC memperoleh tempat kedudukan di Jayakarta yang kemudian dirubah menjadi Batavia. Persaingan dagang dengan Banten tak pernah berkesudahan. VOC mengadakan siasat blokade terhadap pelabuhan niaga Banten, melarang dan mencegah jung-jung (kapal dagang) dari Cina dan perahu-perahu dari Maluku yang akan berdagang ke pelabuhan Banten yang membuat pelabuhan Banten hampir lumpuh. Dengan mempergunakan metode pecah belah diantara pejabat dan kerabat Keraton, akhirnya Kesultanan Banten praktis lumpuh dibawah kekuasaan kolonial Belanda pada tanggal 17 April 1684. Demikian gambaran singkat tentang Kesultanan Banten. Kini, peninggalan-peninggalan kebesaran Kesultanan Banten hanyalah tinggal reruntuhan bangunan. Reruntuhan Kesultanan Banten menjadi obyek wisata sejarah yang sangat menarik, selain sebagai pusat studi sejarah Banten, obyek wisata ini pula menjadi pusat agama dan budaya di Banten. Beberapa tempat yang pantas untuk dijadikan rujukan berwisata sejarah di Banten antara lain: 1. Masjid Agung Banten. Masjid Agung Banten termasuk masjid tua yang penuh nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tak hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi juga dari berbagai daerah di Pulau Jawa.Masjid Agung Banten terletak di Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kasultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.Di masjid ini juga terdapat komplek makam sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin, dan lainnya. 2. Keraton Surosowan. Berdiri dan dibangun dengan kata "Gawe Kuta Baluwarti Bata Kalawan Kawis" yang arti bebasnya adalah "Membangun kota dan perbentengan dari bata dan karang". Takluknya Prabu Pucuk Umun di Wahanten Girang (sekarang di kenal dengan daerah Banten Girang di Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang - Wahanten Girang merupakan bagian wilayah dari Kerajaan Padjadjaran yang berpusat di Pakuan - sekarang di kenal dengan wilayah Pakuan Bogor) pada tahun 1525 selanjutnya menjadi tonggak dimulainya era Banten sebagai Kesultanan Banten dengan dipindahkannya Pusat Pemerintahan Banten dari daerah Pedalaman ke daerah Pesisir pada tanggal 1 Muharam 933 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 (Microb dan Chudari, 1993:61). Kini, Keraton Surosowan tinggal puing-puing setelah diruntuhkan oleh Belanda. Karena kedahsyatan perjuangan rakyat Banten pada waktu itu, dan agar tidak menimbulkan benih-benih perjuangan nantinya, seluruh bangunan Kesultanan Banten dihancurkan, sebagian besar material bangunan diambil dan dialihkan untuk membangun Pusat Pemerintahan Hindia Belanda di Serang, sebagai pusat pemerintahan baru. Bangunan tersebut kini digunakan sebagai Pendopo Gubernur Banten.

3. Keraton Kaibon. Keraton Kaibon merupakan salah satu bangunan utama pada masa Kesultanan Banten (1526-1684), terpisah dari kompleks Keraton Surosowan sebagai pusat pemerintahan. Hal ini merupakan tradisi masyarakat Jawa dimana Keraton Kaibon merupakan tempat tinggal para istri (Ratu) dan Putri-putri Kesultanan. Dengan kata lain yang lebih populer bahwa Keraton Kaibon adalah Keputrennya Kesultanan Banten. Terletak kurang lebih 2 km dari Pusat Pemerintahan Keraton Surosowan yang dikelilingi persawahan dan jalur transportasi sungai (atau lebih tepatnya kanal khusus yang dibuat pada waktu itu). Keraton Kaibon menghadap ke Barat (ke Keraton Surosowan/Masjid Agung Banten) yang didepannya terdapat kanal sebagai sarana transportasi menuju dan ke Keraton Surosowan. Kini, reruntuhan Keraton menjadi pusat bermain bagi anak-anak masyarakat lingkungan sekitar, seperti bermain bola atau sekedar tempat nongkrong. Sehingga tempat bersejarah ini dikawatirkan akan mengalami kerusakan yang lebih cepat bila tidak diisolasi layaknya peninggalan sejarah.

4. Vihara Avalokitesvara. Vihara Avalokitesvara merupakan lambang toleransi agama yang sangat kuat di Pusat Pemerintahan Kesultanan Banten. Pada saat itu, kemajuan dan kejayaan Kesultanan Banten mengundang para saudagar atau pedagang dari penjuru dunia, dari India, Arab, Cina dan Eropa tentunya. Sehingga pada saat itu berkembanglah perkampungan-perkampungan dari masing-masing suku, seperti perkampungan Bugis dan China. Seperti pada umunya, perkampungan China ini disebut dengan Pecinan, nah di perkampungan inilah berdiri Vihara yang menjadi peribadatan masyarakat setempat. Toleransi beragama yang diusung oleh Islam sebagai agama resmi di Kesultanan Banten memberikan izin keberadaan Vihara ini, tidak jauh dari Vihara pun berdiri Masjid Pecinan sebagai siar Islam bagi percampuran masyarakat setempat. Vihara Avalokitesvara setelah Belanda mengusai Kesultanan Banten berada di sebelah barat Benteng Speelwijk yang dibangun kemudian. Dan kini keberadaannya tetap terawat dengan baik, setiap hari-hari besar keagamaan Budha, vihara ini menjadi sangat ramai yang para pengunjungnya kebanyakan berasal dari Jakarta atau kota-kota lain disekitar Banten. Kesenian seperti Barongsai menjadi sajian utama setiap ada perayaan seperti Hari Raya Imlek.
5. Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Koleksi Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama berupa benda-benda koleksi baik asli maupun replika/reproduksi, miniatur, diorama, dan lain sebagainya. Koleksi arkeologika yang terdapat di Museum meliputi sejumlah benda-benda peninggalan sejarah dan purbakala yang ditemukan di Situs Banten Lama yang berasal dari masa prasejarah, klenik (Hindu-Budha), masa Kesultanan Banten, dan masa kolonial. Koleksi arkeologika ini mencerminkan Banten Lama sudah ada sejak masa pra-sejarah di Indonesia. Koleksi-koleksi tersebut antara lain: kapal batu, arca Nandi, atap bangunan, pagar besi, pegangan kunci, rumah kunci, paku, dan pipa saluran air. Koleksi Keramologika berupa keramik dan gerabah. Keramik-keramik yang menjadi koleksi museum ini terdiri dari keramik asing dan keramik lokal. Keramik asing umumnya berasal dari Birma (Myanmar), Vietnam, China, Jepang, Timur Tengah serta negara-negara Eropa dengan cirinya masing-masing. Keberadaan keramik ini mencerminkan bahwa pada saat itu Banten Lama merupakan sebuah daerah yang ramai dengan aktivitas perdagangannya dengan berbagai macam bangsa yang datang ke Banten lama, dimana gerabah-gerabah tersebut umumnya dipergunakan sebagai alat rumah tangga, unsur bangunan serta wadah pelebur logam yang biasa disebut kowi. Koleksi Numismutika merupakan koleksi yang berupa mata uang. Koleksi yang ada di museum ini berupa mata uang yang dicetak di Banten Lama sendiri maupun mata uang asing seperti dari China, VOC, dan Inggris. Koleksi etnografika yang terdapat pada museum Banten Lama Berupa koleksi alat tenun. Koleksi ini merupakan alat tenun yang ada di daerah Banten sejak Banten sebelum Islam sampai sekarang masih digunakan. Selain itu juga terdapat sejumlah benda-benda tradisional dari daerah Banten seperti pakaian, senjata, dan alat kesenian. Koleksi Seni Rupa yang menjadi koleksi museum ini umumnya lukisan yang menceritakan sejumlah peristiwa di Banten Lama. Koleksi seni rupa ini antara lain sketsa kegiatan pasar pada masa lalu, lukisan tentang utusan duta besar Kesultanan Banten yang melawat ke Negara Inggris Raya, suasana Tasikardi, diorama suasana musyawarah tahun 1596, pelabuhan Banten tahun 1596, suasana pasar Karangantu, lukisan keterangan tentang urutan Sultan-Sultan yang menjabat pada waktu itu dan lain sebagainya. Demikian sekelumit dan sedikit tentang Banten, sengaja diawali dengan cerita singkat sejarahnya agar rekan-rekan yang ingin berkunjung dan menyusuri Banten Lama dapat lebih mengenal di balik bangunan-bangunan penuh sejarah tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun